Bagian Ke Tiga Puluh Satu
Dengan langkah lesu, Diandra keluar dari ruang Recovery. Aunty benar, sudah ada empat orang bodyguard perempuan yang menunggunya Ia juga kaget saat mendapati Fify masih setia duduk disalah satu sudut ruangan. Ia mengerti kegundahan tantenya. Meski sebenarnya ia juga terkejut saat tahu bahwa ibu Andrew ternyata adalah tante Fify. Hanya saja ditengah kekalutannya memikirkan kondisi sang suami. Diandra mengabaikan rasa penasarannya.
Meski tidak ada satu kalimatpun keluar dari bibir ibu mertuanya itu. Sebagai perempuan ia memahami perasaan Fify. Anak yang selama ini dianggapnya sudah meninggal ternyata masih hidup. Bahkan mereka sudah pernah bertemu. Pelan Diandra mendekat dan menepuk pundaknya. Fify tiba tiba tersentak kaget.
"Gimana Di?" Tanya Fify dengan mata bengkak kebanyakan menangis.
"Sudah stabil te. Malam ini akan dipindah ke ruang rawat biasa. Tante nggak pulang?"
"Tante belum bisa tenang kalau belum mendengar kabarnya." Suara Fify terdengar serak. Saat Diandra menggenggam tangannya, terasa suhu tubuh Fify meningkat tante Fify demam pikirnya.
Diandra menelan salivanya. Adalah hal sulit kalau harus meminta tante Fify pulang disaat seperti ini.
"Andrew sudah baikan kok. Tante pulang dulu aja. Nanti kalau dia sudah sadar aku akan hubungin tante. Disini nggak bisa istirahat. Nanti tante sakit."
Fify menatap mata Diandra, mencari kejujuran disana.
"Kamu yakin akan memberitahu tante? Apa Regine mengijinkan?"
Diandra mencoba tersenyum. Meski ia sangat letih.
"Aunty tidak sekeras yang tante kira. Dia orang yang lembut. Tante nggak usah khawatir aunty nggak akan marah. Aku janji, tapi tante juga harus dengerin aku. Mami sudah sakit, Andrew juga. Aku nggak mau kalau nanti tante ikutan sakit."
Fify memeluk Diandra kemudian berbisik.
"Terima kasih. Tante berdoa semoga Andrew cepat sadar."
"Terima kasih atas doanya tante. Tante langsung pulang ya. Aku mau ke rawat ruang inap Andrew. Mandi sama makan malam dulu"
"Besok pagi tante akan kirim sarapan kamu ya.'
"Iya. Tapi yang penting tante sehat." Jawab Diandra sambil berusaha tersenyum.
Fify mengangguk kemudian berjalan menuju lift. Diandra menunggu sampai Fify benar benar menghilang. Barulah ia menuju lantai tempat ruang rawat inap suaminya. Meski rasanya sangat tidak nyaman karena dikelilingi oleh orang orang yang masih sangat asing untuknya. Tapi demi keamanannya, terpaksa harus menurut.
Ruang rawat inap Andrew sangat luas. Terletak di lantai sepuluh. Dengan wallpaper yang menyejukkan mata. Desain ruangannya bak hotel bintang lima. Ranjang pasien cukup besar. Bisa muat untuk dua orang. Ranjang untuk penunggu dan sofa juga cukup besar.
"Koper anda sudah ada di dalam lemari nyonya" ujar salah seorang bodyguardnya.
Ia hanya mengangguk sambil tersenyum. Kemudian memasuki kamar mandi setelah terlebih dahulu mengambil.pakaiannya. Buru buru mandi karena ingin segera kembali menemui Andrew. Selesai mandi Diandra merasa segar. Barulah matanya terasa mulai mengantuk.
"Nyonya, makan malam anda sudah siap
Silahkan!" Ujar salah seorang dari pengawalnya.
Diandra hanya mengiyakan kemudian segera duduk di meja. Setelah terlebih dahulu menawari para pengawalnya yang langsung ditolak dengan halus, maka akhirnya ia memulai makan malamnya meski sama sekali tidak berselera. Seharian tidak makan membuat lambungnya terasa sedikit perih. Tapi ia tetap memaksa agar ada makanan masuk. Tidak lucu kalau nanti ia dan Andrew sama sama sakit. Siapa yang merawat suamunya?
Selesai semua ia ingin kembali ke ruang rawat Andrew. Namun belum sempat berdiri, tiba tiba pintu kamar terbuka. Beberapa orang perawat pria dan wanita masuk. Mereka mendorong ranjang Andrew. Diandra segera bernafas lega. Tak lama setelah suaminya dipindahkan. Ruangan kembali terasa hening. Aunty Regine tampak memeriksa beberapa selang yang ada ditubuh keponakannya. Entah ia benar benar mengerti atau tidak, Diandra tidak mau ambil pusing.
"Kenapa belum tidur?" Tanya aunty.
"Tadinya mau ke ruang recovery"
"Istirahatlah, kamu sudah letih seharian."
"Aunty?"
"Saya tidur di sofa, kamu bisa di tempat tidur" jawab aunty. Awalnya Diandra mengira Regine akan menginap di hitel.
"Aunty saja yang di tempat tidur. Biar saya sama Andrew saja" tolak Diandra halus. Tinggi aunty hampir seratus delapan puluh senti. Pasti tidak akan nyaman untuk tidur di sofa.
"Kamu berkata seperti ini supaya bisa tidur bersana A Siang?" Goda aunty.
Wajah Diandra memerah. Untuk pertama kalinya dihari ini. Ia bisa tersenyum lepas.
"Tidurlah disampingnya. Kebutuhannya akan kamu sama besar dengan kebutuhannya terhadap obat obatan. Tapi jangan mengganggunya. Ia akan senang kalau bangun besok pagi, melihat kamu tidur disebelahnya." Ujar aunty sambil tertawa kecil.
Diandra hanya bisa memalingkan wajahnya. Dibalik sikap dingin yang selalu diperlihatkan aunty. Ternyata itu hanya topeng. Untuk menutupi segala kecemasan dan penderitaaannya. Andrew benar! Aunty tidak segalak yang ia kira. Segera Diandra naik ke tempat tidur. Ia sengaja tidak meletakkan kepala dibantal. Melainkan tepat di samping dada Andrew. Takut kalau tanpa sadar nanti ia mengganggu letak selang. Meski sebagai ganjarannya ia yang harus tidur meringkuk. Tapi tidak apa apa. Ia merasa lebih tenang.
Tengah malam, dua orang perawat masuk. Sedikit mengganggu tidur Diandra. Mereka memeriksa suhu tubuh dan tekanan darah suamainya. Diandra bisa bernafas lega, saat perawat tersebut mengatakan kalau semua terlihat stabil. Kembali ia berbaring saat melihat aunty tertidur nyenyak.
***
Diandra terbangun saat mendengar suara perawat memasuki ruangan. Meski malas, namun ia tetap berusaha membuka matanya.
"Ibu, bisa menyiapkan pakaian dalam pasien? Kami akan membasuh pasien." Ucap perawat tersebut.
Diandra mengangguk, kemudian mengambil boxer milik suaminya sambil berkata.
"Biar saya saja yang membasuh suster."
"Baik kalau begitu. Nanti kami akan ganti perbannya saja."
Diandra mengangguk. Ia tidak suka kalau ada perempuan lain menyentuh tubuh suaminya. Dengan cekatan ia membasuh seluruh tubuh Andrew. Para bodyguard segera menyingkir keluar. Selesai semua ia memakaikan boxer suaminya. Dan menutup tubuh itu dengan selimut baru sampai dada. Meski tanpa setahunya, apa yang ia lakukan dilihat langsung oleh Regine.
"Sudah nyaman kan doo? Cepat sembuh ya, aku nggak mau sendirian seperti sekarang. Nggak enak nggak ada yang ngajak ngobrol." Bisik Diandra ditelinga suaminya.
Setelah mengecup kening Andrew sekilas. Diandra segera ke kamar mandi. Meski ia merasa tubuhnya lemah. Namun tetap memaksakan diri untuk mencuci muka dan menyikat gigi. Saat keluar ia kaget. Aunty sudah tidak ada di tempat tidur.
Seorang pengawalnya mengatakan aunty baru saja keluar. Dengan malas Diandra meraih ponselnya. Ada dua missed calls dari tante Fify. Segera dihubunginya kembali.
"Di"
"Ya tante"
"Bagaimana Andrew?"
"Semakin baik. Tante dimana?"
"Tante dibawah, bawain sarapan kamu"
Diandra tersenyum kecil. Dari dulu tante Fify selalu baik padanya.
"Tapi maaf ya te, aku nggak bisa turun. Nggak enak sama aunty. Aku suruh salah seorang bodyguard aja ya ke bawah. Posisi tante dimana?"
"Di lobby"
"Ok, oh ya habis ini aku kirim foto Andrew ya ke tante. Supaya tante lebih tenang"
"Terima kasih banyak ya Di"
Selesai menelfon Diandra meminta salah seorang pengawalnya untuk mengambil sarapan dibawah. Dan ia segera tersenyum saat membuka kotak makanan tersebut. Tante Fy tahu betul kesukaannya. Ia mengirimkan banyak sarapan. Ada bubur manado komplit. Roti panggang dengan aroma selai kiwi yang segar. Juga bebagai camilan favoritnya yang sudah beberapa bulan ini tak pernah disantapnya.
Dengan lahap Diandra menghabiskan bubur manadonya. Ia suka sayuran dan rasa bubur yang gurih. Selesai makan ia memotret Andrew. Kemudian mengirimkan kepada Fify. Untuk memenuhi janjinya. Meski ia tahu, tindakannya ini mungkin akan menimbulkan kemarahan keluarga suaminya. Tapi ia juga tidak tega melihat wajah tante Fify yang sangat sedih semalam.
Diandra kembali berbaring disisi Andrew. Sambil mengelus alisnya yang tebal. kalau dalam keadaan sehat, suaminya pasti akan menarik tangannya dan segera menciumnya. Tapi pagi ini semua tampak berbeda. Meski nafas Andrew masih sama teraturnya dengan kemarin kemarin.
Terdengar pintu terbuka, Diandra menoleh. Aunty sudah kembali.
"Ini saya bawa sarapan kamu" ucapnya. Diandra hanya mengangguk dan mengucapkan teruma kasih.
Saat meletakkan makanan diatas meja, Regine bertanya lagi.
"Kamu sudah sarapan? Dapat makanan sebanyak ini darimana?"
Diandra menarik nafas dalam. Berbohong pada aunty akan menambah masalah.
"Dari tante Fy." Jawabnya pelan.
"Dia kemari?" Tanya Regine dengan nada tidak suka.
"Tidak aunty, tadi aku minta pengawal yang mengambil di lobby."
"Kurang kerjaan sekali dia, pagi pagi buta sudah mengirimkan makanan." Gerutu Regine. Diandra memilih diam.
Ia kembali menatap Andrew dengan sedih. Apalagi sampai saat ini suaminya belum juga sadar. Meski para oerawat dan dokter mengatakan semua baik baik saja. Kembali dibelainya pelan rambut Andrew
Regine yang berdiri tepat dibelakangnya tersenyum lebar. Ia tidak pernah melihat langsung aktifitas kedekatan keponakan dan menantunya. Karena keduanya terlihat biasa biasa saja saat berada di depan umum. Tapi dari semalam Regine bisa menilai. Bahwa keduanya benar benar terikat satu sama lain. Diandra sangat menyayangi A Siang.
Regine tahu kalau tubuh Diandra sedang lemah. Tapi menantunya itu tetap berusaha bertahan. Tidak sekalipun Diandra terlihat mengabaikan A Siang. Bahkan tetap menjaga kedekatan kontak fisik mereka.
Kalau kamu memperlakukan keponakan saya seperti ini setiap malam. Saya jadi tahu, kenapa ia tergila gila pada kamu Di. Dan sanggup melewati banyak rintangan untuk mendapatkan kamu. Saya bahagia A Siang mnnemukan teman hidup seperti kamu.
Tiba tiba mata Andrew terlihat bergerak. Membuat Diandra hampir berteriak. Namun ia segera menutup mulutnya. Tak ingin menimbulkan keributan. Regine segera mendekati ranjang. Beberapa saat kemudian Andrew benar benar membuka matanya.
"Di?"ucapnya saat menatap Diandra yang menangis.
Regine tersenyum saat melihat Diandra berkali kali mengucapkan kata I love you sambil mencium A Siang. Tanpa sungkan dengan kehadirannya, Diandra menunjukkan rasa bahagianya. Regine segera mundur dan memilih keluar ruangan. Membiarkan pasangan tersebut menuntaskan kebahagiaannya. Bagi Regine, yang terpenting adalah keponakannya selamat. Anak yang tidak lahir dari rahimnya. Namun menguasai seluruh sudut hatinya.
***
Happy reading
Maaf untuk typo.
23 agustus 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top