Bagian Ke Tiga Puluh Empat.
Haaaiii... selamat pagi ... Dapat yang manis manis nih dari Koh Andrew Tan.
Saya tuh sebenarnya nggak galak. Tapi kalau ada yang nyinyir, saya lebih galak lagi. Terutama yang suka ngomong kasar sama ngurusin typo. 😊😊😊😊
🌷☘🌷☘🌷☘
Menaiki taksi Andrew dan Diandra menuju Cottesmore gardens. Kediaman milik keluarga besar Andrew. Ini pertama kali Diandra diajak kesana. Sesampai disebuah rumah yang terawat dengan apik, taksi berhenti. Selesai menurunkan beberapa koper, mereka memasuki rumah. Diandra seketika takjub dengan kondisi rumah tersebut. Rumah tua namun tetap indah dipandang.
"Wow, kamu besar disini?"
"Ya, bersama papa."
"Aku suka suasananya. Pernah ngayal punya rumah disini. Tapi London kan mahal banget. Lagian dulu papi nggak mengijinkan aku menikah dengan orang asing."
"Dan sekarang kamu otomatis sudah punya. Karena kamu istri dari Andrew Stephen Tan." Bisik Andrew.
Diandra tertawa, namun matanya tetap takjub melihat kondisi didalam rumah
"Selama ini ditempati?"
"Enggak, disewakan ke orang asing. Terakhir kemarin sama orang Malaysia yang sedang ambil S3. Ke kamar yuk." Ajak Andrew.
Mereka menuju ke sebuah kamar yang cukup luas. Semua terlihat bersih.
"Ada yang membersihkan?"
"Ada"
Diandra segera merebahkan tubuhnya. Andrew hanya tersenyum sambil membuka koper mereka. Melihat suaminya sibuk, ia segera ikut berdiri.
"Sini aku bantu." Ujarnya sambil melompat dari tempat tidur.
Andrew segera mengalah, dan memilih memasang sprei. Membiarkan Diandra dengan urusan menata pakaian. Karena ia memang tidak ahli dibidang itu.
***
Diandra hanyut dalam suasana pesta. Diadakan disebuah club. Undangan yang hadir kelihatannya hanya orang yang dekat dengan Harry. Karena tampaknya mereka menganal satu sama lain. Andrew yang dipilih sebagai salah seorang groomates memberikan pidato singkat tadi. Suaminya tampak nyaman berada ditengah para teman lamanya. Diandra juga diperkenalkan pada mereka yang hampir semua bergerak dibidang fashion.
Bahkan salah seorang dari senior stylist sebuah fashion magazine mengenalnya. Karena pernah bekerja sama dengannya. Inilah perbedaan penting bagi Diandra. Antara pernikahan di negaranya dengan disini. Pernikahan Harry Malia hanya dihadiri oleh orang orang yang dikenal baik oleh pasangan pengantin. Sehingga suasana terdengar akrab. Sementara kalau di Indonesia diisi oleh orang yang belum tentu dikenal pengantin.
Saat dansa pertama dimulai, Diandra terlihat begitu antusias. Menatap kagum pada kelihaian Malia dan juga binar kebahagiaan dimata sahabatnya. Andrew yang menikmati sambil memeluknya dari belakang ikut bergoyang.
"Mereka sangat bahagia ya." Bisik Andrew
"Iya."
"Aku salut pada Harry, ia berhasil menemukan cinta diusia hampir setengah abad. Dan Malia bisa menerima Harry dengan baik."
"Itulah kekuatan cinta. Kita bisa bersama seperti ini juga merupakan keajaiban."
"Ya benar, dan aku bahagia. Meski kadang sedih karena tidak membuatkan kamu sebuah pesta. Untuk satu hal itu aku kalah dari Harry"
Diandra mengelus tangan Andrew yang melingkar diperutnya. Serta mencuri sebuah kecupan dipipi sang suami.
"Aku nggak minta apa apa. Yang penting aku menjadi satu satunya dalam hidup kamu."
"Siap mrs Tan. Aku akan selalu mengingat itu." Jawb Andrew sambil membalas kecupan istrinya.
Tiba tiba Diandra mempererat pelukan tangan Andrew diperutnya sambil meringis.
"Kamu kenapa?" Tanya Andrew khawarir.
"Perutku rasanya kram Doo."
"Kita duduk?"
Di mengangguk. Andrew membimbingnya mencari kursi. Sejenak memejamkan mata, Diandra merasa perutnya semakin sakit dan mulas. Sampai akhirnya ia berkata.
"Doo kita ke rumah sakit yuk. Aku nggak kuat."
***
Dengan cemas Andrew menunggu diluar ruangan. Diperjalanan tadi ia menemukan darah mengalir diantara paha Diandra. Membuatnya sangat panik. Tak lama seorang perawat keluar dan memanggil. Didapatinya sang istri terbaring sangat lemah. Dan kalimat dokter yang menohok menyambut kedatangannya.
"Istri anda sedang hamil sepuluh minggu. Kenapa kalian seceroboh ini?" Ucap sang dokter dengan nada marah.
Andrew terperangah. Ia tidak bisa mengucapkan apapun lagi. Ia hanya menggeleng.
"Atau istri anda tidak memberitahu anda?"
Andrew kembali menggeleng. "Saya yakin dia juga tidak tahu dokter."
"Kalian hampir saja kehilangan mereka."
"Maksud anda dokter?"
"Saya tidak tahu harus berkata apa. Tapi saya harus mengatakan jagalah istri anda. Jauhkan dari alkohol dan juga jangan melakukan perjalanan panjang yang mengakibatkan ia terlalu lelah. Saya sarankan istirahat total bila kalian ingin mempertahankan mereka!"
"Mereka maksud dokter?"
"Bayi kalian kembar."
Andrew memejamkan kedua matanya. Antara perasaan senang dan sedih bercampur jadi satu. Ia sangat yakin istrinya tidak tahu kebenaran ini. Kalau tahu, pasti Diandra akan menolak untuk datang kemari.
"Untuk sementara kami harus merawatnya. Apakah anda memiliki kartu asuransi?"
"Tidak dok."
"Kalau begitu silahkan mengurus admistrasinya. Sementara kami akan memindahkan pasien."
Andrew hanya mengangguk. Kemudian menuju ke bagian resepsionis. Mengurus segala administrasi. Baru kemudian menuju ruang rawat istrinya. Perawat sudah memberitahukan lokasinya.
.
.
.
Andrew mengelus jemari Diandra yang masih bebas. Wajah istrinya sedikit pucat. Tak lama istrinya sudah membuka mata.
"Doo?"
Andrew berusaha tersenyum.
"Aku kenapa Doo?"
Andrew mengusap perut Di dengan lembut sebelum menjawab.
"Ada dua Tan sedang bertumbuh disini."
Diandra menatapnya tak percaya. Airmatanya mengalir deras.
"Tapi aku sama sekali nggak tahu"
Andrew hanya mengangguk, ia yakin akan kebenaran dari jawaban istrinya.
"Dokter meminta kamu istirahat total."
"Apa karena pendarahan semalam?"
"Ya"
"Apa aku ibu yang buruk? Sampai sampai tidak tahu kalau aku sedang hamil?" Kali ini Diandra mulai menangis.
"Ssshhhh, kamu ibu yang baik. Jangan menyalahkan diri sendiri. Mungkin karena akhir akhir ini kita mendapatkan banyak masalah. Jadi kamu tidak fokus pada diri kamu sendiri. Kita harus bersyukur karena masih punya kesempatan untuk menjaga mereka."
"Ya, menstruasiku memang sering tidak teratur. Aku kemarin mengira kalau aku hanya kelelahan. Aku nggak nyangka akan punya bayi kembar."
"Aku juga tidak, apalagi pada saat sesulit kemarin. Tapi aku bahagia, karena berhasil membuat kamu hamil." Jawab Andrew sambil tersenyum jahil.
Diandra hanya bisa melotot. Namun tak urung ia mengelus rambut tebal milik Andrew yang kini berbaring disebelahnya.
"Aku tidak menyangka akan secepat ini. Tidak lama lagi aku akan menjadi seorang ibu. Semoga aku bisa menjadi ibu yang baik buat mereka. Rasanya tidak sabar menanti kehadiran mereka. Sudah kasih tahu sama aunty?"
"Belum, aku masih hanya ingin membaginya untuk kita berdua. Malia dan Maya pun belum tahu."
"Padahal aku ingin jalan jalan keliling Great Britain"
"Nanti, aku akan membawa kamu berkeliling. Kalau kondisi kesehatan kalian sudah lebih baik." Ujar Andrew sambil mengecup punggung tangannya.
"Doo"
"Hmmm?"
"Aku nggak bisa membayangkan kalau akan sibuk mengurus dua bayi sekaligus."
"Kamu tidak sendirian, ada aku yang akan menemani."
"Aku mau ngasih tahu papi dan mami. Boleh?"
Andrew mengangguk dan menyerahkan ponsel istrinya. Diandra mencoba menghubungi papinya. Sambil berharap kalau kehadiran bayi ini akan kembali mendekatkan mereka. Sengaja ia menghubungi papinya. Melihat sikap papi yang sedikit melunak pada pertemuan mereka terakhir.
"Halo Di."
"Halo pi, papi lagi dimana?"
"Lagi di kantor Cipanas, kenapa?"
"Mami?"
"Mami kamu lagi di rumah. Ada apa?"
Diandra menatap cemas pada Andrew. Namun saat sang suami menganggukkan kepalanya. Ia kembali memiliki kekuatan.
"Di?" Papi kembali memanggil namanya.
"Pi.... "
"...."
"Ada apa sayang?"
Mendengar kalimat papinya seketika Diandra menangis. Teringat akan semua kesalahannya.
"Di, mohon doa dari papi sama mami." Ucapnya pelan.
"Untuk?"
"Di hamil, kata dokter kondisi bayinya kurang baik. Di kecapekan tadi malam hampir keguguran. Di sama Andrew minta maaf atas semua kesalahan kami. Dan mohon doa papi sama mami. Supaya Di sama dua babynya sehat. Sampai melahirkan nanti."
"Dua baby? Kembar?Sudah berapa bulan?" Tanya papi.
"Menurut dokter sekitar sepuluh minggu. Di juga baru tahu pi. Iya kembar."
"Berarti waktu kita ketemu di Jakarta kamu sudah mulai hamil?" Kali ini terdengar suara mami.
"Sudah mi, tapi Di benar benar nggak tahu. Karena dari dulu kan jadwal haid Di nggak teratur?"
"Kamu dimana sekarang?"
"London, kemarin karena mau menghadiri pestanya Malia. Nggak tahunya Di pendarahan disana."
"Kamu itu, nggak pernah mau hati hati. Mestinya kamu mengamati perubahan dalam tubuh kamu. Pasti ada bedanya. Entah payudara kamu membesar, sering mual. Atau mudah capek. Ngurus diri sendiri saja kamu belum bisa. Nah sekarang sudah mau jadi ibu. Terus apa kamu akan kembali ke Singapura?"
"Sementara belum mi, dokter masih melarang aku bepergian."
"Kamu mau mami nemenin disana?" Tanya mami. Kali ini dengan nada lebih lembut.
Diandra menatap Andrew. Suaminya hanya mengangguk sambil tersenyum.
"Apa mami sudah sehat?"
"Sudah jangan pikirkan mami. Kesehatan cucu mami jauh lebih penting sekarang."
"Makasih mi. Nanti aku minta Andrew untuk menjemput mami."
Setelah bertukar kabar sebentar akhirnya Diandra menutup pembicaraan mereka. Ia menangis dalam pelukan Andrew. Tidak menyangka kalau kehamilannya malah mampu mencairkan hubungan dengan kedua orang tuanya.
***
Saat Andrew menghubungi aunty, maka wejangan berbeda segera diterimanya. Dengan penuh kekhawatiran aunty berkata.
"Aunty minta satu hal. Jangan sampai berita kehamilan Diandra terdengar sampai keluar sana. Sebisa mungkin kamu tutupi dulu. Kamu tahu kan, belum ada cucu laki laki dari kakek kamu? Kalau sampai anakmu benar benar laki laki. Maka ia akan langsung menguasai lima persen saham kakekmu. Itu sudah menjadi wasiatnya untuk cucu pertama laki laki. Itu akan menimbulkan ketidaksukaan para sepupumu. saya tidak ingin mereka mendapatkan doa buruk selagi masih dalam kandungan."
"Apakah separah itu aunty?" Tanya Andrew.
"Ya, kamu tidak akan pernah berpikir sampai kesana. Karena sangat jarang bergaul dengan mereka. Saya mengenal seluruh keluarga Tan dengan baik. Termasuk ketidaksukaan mereka terhadap kehadiran kamu di kantor. Tapi semua adalah hak kamu. Tidak ada yang bisa membantah. Lalu bagaimana menurut dokter?"
"Diandra kecapekan. Untuk sementara dia harus istirahat total. Dan tidak bisa kembali ke Singapura secepatnya."
"Kapan kamu akan pulang?"
"Menunggu mami Diandra datang untuk menemaninya. Saya tidak bisa meninggalkannya sendirian."
"Itu lebih bagus, kalau ada yang menemaninya. Apakah hubungannya dengan kedua orang tuanya sudah membaik?"
"Sudah"
"Ya, kehadiran bayi bisa membawa banyak perubahan bagi banyak orang. Ya sudah, minta Diandra lebih berhati hati. Dan saya akan mengirimkan pengawal untuknya. Saya masih takut dengan kejadian kemarin."
"Baiklah." Jawab Andrew akhirnya.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
29 agustus 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top