Bagian Ke Dua Puluh Tiga.

Beberapa hari lalu ada yang follow saya. Lalu menuliskan kata "folbek". Saya abaikan permintaannya. Cobalah gunakan kata yang lebih sopan. Misal "folback dong mbak, bu" atau apalah sejenisnya.

Saya suka lihat vote kalian. Meski mata masih agak buram, karena kebetulan ada stock cerita. Ya sudah saya upload aja. Tq vote dan komennya di part yang lalu. Tq juga buat doa dan harapannya. Semoga saya juga lekas pulih.

🌷☘🌷☘🌷☘

Andrew termenung di sebuah club. Sambil memegang gelas minuman pesanannya. Jauh dilubuk hatinya ada sebuah oertentangan yang hebat. Pada satu sisi ia ingin melihat kondisi Diandra. Namun ada hal lain yang menahannya. Pertanyaan paling mendasar. Apakah Diandra masih mencintainya sebesar dulu? Ataukah sudah hilang dan beralih kepada sosok lain?

Karena akan percuma saja mengejar Diandra yang sudah melupakannya. Apalagi gadis itu akan segera menikah. Tidak mungkin Diandra mau merusak seluruh rencana keluarganya. Ia adalah gadis penurut. Lalu bagaimana dengan Andrew? Ia jelas bukan pilihan yang tepat bagi seorang Di. Ia takut kalau kelak bukan menjadi pilihan. Rasa sakit itu akan semakin bertambah.

Dua tahun perpisahan mereka bukan waktu yang singkat. Andrew tetap tidak bisa menghapus nama seorang Diandra. Banyak kenangan yang selalu mengganggunya saat sendirian di malam hari. Hal yang paling tidak terlupa adalah, Diandra merupakan orang pertama yang memberinya kasih sayang utuh. Cinta yang besar dan membuatnya merasa berharga. Setelah sekian tahun selalu dilewatinya sendirian.

Belaian jemari Diandra dirambutnya. Cara Diandra memanggilnya. Tatapannya yang menggemaskan. Semua tetap tersimpan baik dalam ingatan Andrew. Lalu bagaimana caranya bisa menemukan sosok lain? Tidak ada! Semua berhenti pada sosok Diandra!

Ada banyak hal yang sudah terjadi. Dua tahun penuh kepahitan yang mengubah jalan hidup seorang Andrew. Ia bukan lagi manusia yang dulu. Ia sekarang adalah orang yang tidak peduli, fokus pada tujuan dan menjadikan karier sebagai pasangan hidupnya. Baginya perempuan hanyalah pelampiasan atas kebutuhan. Akibat kegagalannya meraih cinta.

Kembali ia menyecap minumannya. Baru saja Malia mengirim alamat tempat Diandra dirawat. Dibacanya alamat dan nama klinik itu dengan teliti. Malia tidak pernah putus asa menyemangatinya. Kalau saja gadis itu tidak berpacaran dengan Harry. Maka Andrew pasti memilih untuk merayunya. Ia suka Malia, sebagai sosok teman dan sahabat.

Tiba tiba ia teringat sesuatu. Ah Richard! Ya! Richard adalah salah seorang teman baiknya yang merupakan pemilik klinik tersebut. Ia bisa datang kesana dengan berpura pura perlu melakukan general check up. Itu adalah alasan paling logis untuk kesana.

***

Diandra menatap dinding berwarna coklat muda. Ia suka pada wallpaper rumah sakit ini. Membuatnya merasakan suasana yang berbeda. Nyaman dan entah kenapa ia betah disini. Bisa tidur nyenyak dan sama swkali tidak terganggu dengan selang infus. Sudah hari ketiga ia dirawat. Pada akhirnya ia harus menjalani perawatan intensif. Karena pada hasil pemeriksaan ada luka dilambung dan ususnya.

Mami memarahinya karena tidak mengatakan apapun selama ini. Ya, ia memang ingin menyimpan sendiri semua bebannya. Ia lelah kalau harus menjawab setiap pertanyaan. Ia sendiri malas untuk bicara. Lebih menikmati kesendiriannya. Tidak suka berbagi dengan siapapun.

Entah mengapa, ditempat ini ia merasa tenang. Tanpa harus bertemu banyak orang yang selalu bertanya ini itu tentang rencana pernikahannya. Tanpa bertemu papi yang dengan bangga selalu bercerita tentang calon menantunya pada orang lain. Diandra jenuh dengan semua. Dan ini adalah tempat persembunyian yang terbaik.

Hanya satu yang mengganggu ketenangannya. Kalimat Malia yang menyatakan bahwa ia tengah menjalani foto prewedding bersama Andrew. Mungkinkah? Apakah hubungan mereka terjalin sesudah putusnya ia dan Andrew? Ataukah mereka berselingkuh dibelakangnya?

Ada rasa iri terselip dalam hati Diandra. Betapa bahagia Malia mendapatkan seorang Andrew. Laki laki yang baik dan selalu akan menjaganya. Lalu apa bedanya Andrew dengan Dennis? Hampir tidak ada. Dennis sopan, dewasa dan lembut. Tapi kenapa hati kecilnya masih belum bisa mencintai Dennis?

Jelas Andrew tidak lagi menyematkan nama Diandra dalam hatinya. Kalau saja masih ada. Tentu saat ini laki laki itu sudah mendatanginya. Dan kenyataannya sekarang apa? Andrew sama sekali tidak peduli kalau dia sakit. Seandainya ia meninggalpun Andrew tak akan lagi peduli. Lalu kenapa ia masih mengingat laki laki yang akan menjadi calon suami mantan sahabatnya tersebut?

Diandra menggelengkan kepala. Ia harus bisa berubah. Ia harus bisa mengusir nama Andrew dari kepalanya. Dan fokus pada pernikahannya saja. Cinta itu tidak penting. Sama tidak pentingnya dengan masa lalu yang sudah mengabaikannya. Ia akan melakukan tugasnya dengan baik.

***

Disinilah Andrew kini berada. Dihadapan Richard temannya. Berpura pura menanyakan tentang jadwal general check upnya. Richard menjelaskan dengan gamblang semua tes untuknya. Sementara ia hanya mendengarkan tanpa serius. Jantungnya berdebar menyadari dekatnya ia dengan Diandra saat ini.

Selesai semua, ia pamit keluar ruangan. Richard menemaninya sampai pintu. Kemudian dengam sopan ia menutup. Melangkah ke arah samping klinik. Dekat dengan area terbuka kecil. Sejenak ia memejamkan matanya. Menata debaran jantungnya. Diandra ada disana. Sedang duduk sendirian disebuah bangku. Bukankah ini adalah waktu yang sangat tepat?

***

Diandra melangkah pelan melewati selasar. Hari ini ia diijinkan untuk keluar kamar sebentar. Mami sedang kembali ke hotel untuk berganti pakaian. Dengan hati hati Diandra duduk di sebuah bangku taman. Tubuhnya terasa lebih baik sekarang. Meski pernah ia berpikir untuk membiarkan saja sakitnya. Dan saat menikah nanti ia akan mati. Agar terbebas dari semua.

Ternyata Tuhan tidak memilihkan jalan itu untuknya. Malia malah menemukannya di mal dalam keadaan tak sadar. Membawanya kemari, sehingga semua angan angan Diandra kandas. Bukan hal mudah untuk melewati saat ini. Saat ia benar benar merasa sendirian.

Menatap bunga mawar yang tengah merekah. Ia sedikit tersenyum. Namun senyumnya segera pudar dan wajahnya kembali pucat saat menatap seseorang dengan kemeja hitam yang tiba tiba duduk di dekatnya.

"Doo?" Ucapnya tak percaya

"Sstttt. Aku nggak akan lama. Mami kamu sedang menuju kemari. Aku hanya ingin tahu keadaan kamu"

Seketika air mata Diandra mengalir wajahnya terlihat marah.

"Ngapain kamu kesini. Mending pulang saja. Kamu akan menikah dengan Malia. Dan aku juga akan menikah dengan Dennis. Kita sudah selesai!" Ucapnya ketus.

Andrew terlihat bingung menatapnya. Bukankah Malia bilang kalau Diandra masih mencintainya? Lalu kenapa mengatakan kalau ia akan menikah dengan Malia? Ada apa sebenarnya?

"Jangan mengarang cerita. Kalau kamu yang mau menikah dengan laki laki lain. Dan sudah melupakan aku. Jangan pernah menuduhku melakukan hal yang sama dengan kamu!"

Diandra terperangah menatap tak percaya. Kebohongan apa ini Doo?

"Jangan mencoba berbohong. Malia sudah cerita semua. Kalau kalian sedang melakukan pemotretan untuk pre weddding"

Sontak Andrew tertawa lebar sambil menggelengkan kepala. Ia mengerti sekarang.

"Yang sakit itu perut kamu atau isi kepala kamu sih? Seenaknya menuduh orang"

"Kamu yang aneh. Sudah mau menikah kok menemui tunangan orang. Sana urus saja pernikahan kamu" jawab Diandra penuh emosi.

Andrew tersenyum dan mendekatkan wajah mereka. Membuat Diandra semakin marah.

"Ngapain kamu ketawa. Kamu sudah bahagia kan? Selama ini ternyata kamu berselingkuh dibelakangku. Dan bodohnya aku, percaya saja sama kamu dan Malia. Kapan kalian memulai hubungan? Pantas saja dulu kamu kelihatan bahagia saat melepasku. Nggak punya beban karena kamu sudah mendapatkan penggantiku!" Ucap Diandra dengan mata melotot tapi tak urung mata indah itu mulai berkaca kaca.

Andrew menatapnya sambil memegang kedua belah pipinya. Ia hanya menjawab singkat

"Hebat ya, kamu sakit parah tapi masih bisa memarahiku"

Diandra semakin emosi melihat sikap santai Andrew. Ditepisnya tangan mantan kekasihnya tersebut. Ia merasa laki laki yang tengah tersenyum lebar itu mengejeknya. Sesaat mereka saling memandang. Sampai tiba tiba ponsel Andrew berbunyi. Masih belum melepaskan tatapannya laki laki itu menjawab panggilan tersebut.

"Hallo"

"...."

"Ok baiklah. Saya segera keluar"

Ternyata dari ajudannya yang bertugas mengawasi kedatangan mami Diandra. Andrew menarik nafas panjang dan kemudian berbisik ke telinga Diandra.

"Aku suka melihat kamu cemburu. Tapi sayang, kita tidak punya banyak waktu. Mami kamu sedang menuju kemari. Tapi satu hal yang pasti. Semua yang kamu tuduhkan itu tidak benar. Aku masih Andrew yang dulu"

Selesai mengucapkan itu Andrew segera menuju ke arah belakang Diandra. Tepat ketika sosok mantan tunangannya itu menghilang. Maminya memasuki taman. Diandra segera menarik nafas lega.

***

Andrew tengah meneliti sebuah berkas saat Malia tiba tiba masuk ke ruangannya. Melihat k3lakuan sahabatnya Andrew hanya menggel3ngkan kepala.

"Sudah disini lagi?" Tanyanya

"Sudah, sore ini aku mau pulang ke Jakaeta. Gimana kabar Diandra?"

Andrew meletakkan kertas yang ada ditangannya.

"Belum tahu" jawabnya ringan.

"Kamu belum besuk dia?!" Teriak Malia

Andrew berdiri dan mendekati Malia. Kemudian ikut duduk disofa.

"Kamu bilang apa sama dia?"

"Maksud kamu?"

"Maksudku kamu ngomong apa? Sampai dia nuduh aku akan menikah sama kamu?" Tanya Andrew tak suka.

Malia langsung tertawa sambil menangkupkan kedua tangannya didada. Sebagai tanda permintaan maaf

"Sorry, aku kesal sama maminya Di. Yang langsung cerita tentang pernikahan. Jadi untuk membuatnya tidak merasa diatas angin aku ngomong sama dia. Kalau aku sama kamu sedang melakukan foto pre wed. Nggak tahunya tepat saat itu Di sadar"

"Kamu bikin dia khawatir tahu nggak" dengus Andrew kesal.

"Berarti kamu sudah menemuinya. Terus gimana hasilnya?"

"Maminya keburu datang. Tapi aku sempat bilang kalau yang ada dalam pikirannya itu nggak benar"

"Dia cemburu?"

Andrew mengangguk

"Sayang aku tidak ada disana. Aku akan senang melihat wajahnya memerah karena kesal"

"Jangan lakukan lagi"

"Aku tidak janji"

"Kamu membuatnya marah"

"Lalu apa rencana kamu selanjutnya? Mau merebut Di dari tangan Dennis?"

Andrew terdian sejenak.

"Aku akan mempelajari situasinya. Pernikahan mereka tak lama lagi kan?"

"Kamu masih punya waktu"

"Akan banyak yang terluka. Termasuk Diandra"

Malia terdiam. Andrew benar kali ini. Apakah ia juga tega melihat persiapan keluarga mereka yang sudah sangat matang? Ditatapnya Andrew yang tengah termenung.

"Kamu masih mencintainya?"

Andrew mengangguk. "Dan aku tidak bisa melihat Di sakit seperti itu. Dia sangat kurus. Sepertinya dia bukan Diandra yang dulu"

"Dia putus asa, tapi dipendam sendiri. Dulu saja, karena aku dan Maya agak gila maka ia bisa sedikit lepas. Tapi sekarang dia tidak punya siapa siapa. Aku kenal dia dengan baik. Dalam situasi ini, akupun ragu memberi saran untuk kamu. Tapi melihat Diandra yang seperti itu. Aku nggak tega. Kalau pernikahan dilanjutkan ia akan semakin sakit. Pilihan itu ada ditangan kamu sekarang"

Andrew kembali termenung. Menatap lukisan papanya di dinding. Seolah mencari kekuatan.

"Oh ya, kamu bisa datang ke Jakarta awal bulan depan?"

"Untuk apa?"

"Harry mau melamarku akhirnya ia percaya pada pernikahan"

"Apa?!" Teriak Andrew tidak percaya.

***

Happy reading

Maaf untuk typo

080819

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top