Bagian Ke Dua Puluh Enam
Hayooooo... siapa yang dari kemarin teriak kepengen Di, dibawa kabur sama Doo?
Maaf ya semua terlambat update., Saya terkena radang tenggorokan. Habis minum obat bawaannya ngantuk terus. Tapi udah jauh lebih baik sih hari ini. Kayaknya saya benar benar harus istirahat.
Next part vote 1.100
🌷☘🌷☘🌷☘
Diandra terpaku, tiba tiba merasa sulit untuk bernapas. Ajakan Andrew yang tiba tiba membuatnya merasa galau.
"Di, waktu kita tinggal dua menit. Sekarang atau tidak sama sekali" Andrew kembali.
mengingatkan.
Tubuh Diandra bergetar. Ia menatap Namira yang juga menatapnya intens. Entah memperoleh kekuatan darimana ia bangkit sambil mengucapkan sebaris doa kemudian menggenggam tangan Namira!
***
Suasana di rumah sakit terlihat ramai. Memghilangnya Diandra bersama seorang wanita menggunakan helikopter yang mengantar seorang pasien. Jelas membuat heboh semua. Apalagi seharusnya malam ini akan ada pemberkatan nikah di rumah sakit. Beberapa orang sekuriti sibuk menatap CCTV yang terlihat jelas. Ada seorang perempuan bersama Diandra menuju helipad di lantai teratas rumah sakit. Hal tersebut membuat mami Diandra histeris dan pingsan. Ia tidak tahu siapa perempuan itu.
Sementara Dennis sibuk menghubungi beberapa koleganya. Dan mencoba mencari keberadaan Diandra. Sayang, tunangannya pergi tanpa membawa ponsel. Beberapa jam kemudian mereka mendapat kabar, bahwa helikopter tersebut adalah sewaan. dan sudah mendarat di bandara Kertajati. Sebuah bandara yang cukup sepi dan jarang digunakan. Kepala Dennis terasa berputar. Semua sudah direncanakan dengan sangat baik. Tapi siapa yang berada dibalik ini semua?
Dari sana entah kemana Diandra pergi. Yang bisa ditebak oleh Dennis, Diandra tidak pergi ke luar negeri. Karena paspornya ada ditangan keluarganya. Dengan wajah merah menahan emosi, Dennis keluar dari ruang sekuriti. Dan berjalan menuju ruang rawat inap. Menemui mami Diandra.
***
Diandra membuka mata. Ia masih berada dipelukan Andrew. Laki laki itu tengah mendekapnya erat sambil menatap gumpalan awan yang berada disekitar mereka. Pelarian mereka memicu adrenalin Diandra. Tiba tiba ia merasa sehat.
"Kita kemana Doo?" Tanya Di menghentikan lamunan kekasihnya.
Andrew tersenyum kecil. "Sementara kita bersembunyi dulu. Kita nggak kemana mana. Menunggu kamu dibuatkan paspor baru. Kita akan tetap di area bandara. Nggak lama palingan dua hari selesai."
"Habis itu?"
"Ke salah satu negara yang ada jaringan hotel milik milik dari Tan Corp. Disana sangat aman. Karena tidak akan ada yang bisa memberikan informasi tentang kita. Sebelumnya kita akan menikah terlebih dahulu di Singapura."
Diandra mengangguk sambil tersenyum. Apapun yang terjadi nanti, ini merupakan pilihannya. Mengikuti kata hati dan menjauh dari keluarga. Ia bisa merasakan bagaimana kecemasan serta kemarahan keluarga besarnya saat ini. Apalagi kalau kelak mereka tahu bahwa Andrew ada dibalik semua.
Tapi Diandra segera menepis pikiran buruknya. Ia tahu kalau Andrew tidak akan menyianyiakannya. Apalagi kekasihnya juga mempersiapkan pernikahan mereka. Artinya Andrew juga menginginkan mereka memiliki ikatan yang resmi. Bukan sekedar tinggal bersama. Diandra bahagia, dan berharap kelak ia tidak akan menyesali keputusan yang diambilnya barusan.
"Kamu sudah menyiapkan semuanya dengan baik Doo?"
"Hmm, aku tidak mungkin gegabah tentang ini. Jaringannya Dennis luar biasa. Kita harus sedikit lebih cepat dari mereka. Dia sudah menyebarkan orang orangnya"
"Malia gimana? Dia pasti kecewa"
Andrew tertawa lebar kemudian mengecup keningnya.
"Dia baik baik saja, bahkan dia yang punya ide seperti ini. Oh iya, bukan aku yang akan menikah dengan Malia. Tetapi Harry mantan agenku di London."
"Jadi?" Diandra melotot padanya. Membuat Andrew semakin gemas.
"Kamu sih, mudah sekali percaya sama berita palsu. Makanya waktu di Singapura aku bilang kalau kamu salah mengira"
Diandra hanya merengut. Membuat Andrew menyerang biburnya sekilas.
"Doo, kamu ih! Ada pramugari juga. Malu maluin." teriak Diandra saat berhasil melepaskan diri.
Andrew malah tertawa keras.
"Nggak ada siapa siapa. Hanya pilot, teknisi dan kita. Ini bukan penerbangan jauh. Lagian aku sudah menunggu saat ini selama dua tahun. Terus berusaha memelihara harapan. Supaya kamu merubah keputusan. Dan finally, i got you" bisik Andrew di telinganya. Membuat seluruh tubuh Diandra seakan melayang.
"Maaf Doo"
"Jangan meminta maaf, aku tahu selama ini posisi kamu sulit. Aku mengerti. Justru aku yang sekarang merasa bersalah. Keluarga kamu pasti panik."
Diandra mengangguk. "Seharusnya malam ini aku menikah Doo" jawab Diandra sendu.
Andrew menghela nafas. "Aku sudah membuat kekacauan. Keluarga kamu pasti semakin marah padaku"
"Ssst... jangan pernah menyesal lagi. Aku sudah memutuskan. Habis ini kita ngapain?" bisik Diandra manja.
"Making baby, mau?" Goda Andrew
"Maunya" jawab diandra dengan wajah cemberut. Namun kalimat itu kemudian kembali disusul dengan lumatan kasar bibir Andrew pada bibirnya. Hingga membuat Diandra sulit bernafas. Pria itu melepaskan pagutannya setelah melihat Diandra kepayahan. Sambil mengelus pipi Diandra dengan kedua ibu jarinya. Andrew berkata
"Aku selalu merindukan kamu. Banyak wakru terlewati hanya untuk menyesali seluruh kenyataan. Katakanlah aku tidak mudah menyerah. Karena hidup menempaku menjadi seperti ini. Aku menginginkan kamu dari sejak awal kita bertemu.
Saat ada seorang gadis yang tidak kukenal. Meminta diantar ke kamar. How lucky i am. Saat kamu menjawab semua pesanku dan mengangkat panggilan teleponku. Aku merasa dunia ada dalam genggamanku. Dan saat kita berpisah, aku merasa semua menghilang. Dan aku tidak sanggup"
"Aku minta maaf Doo."
"Jangan menjauh lagi Di, karena aku takkan pernah sanggup"
Diandra mengangguk sambil mengelus dada Andrew. Kepalanya kembali bersandar pada bahu sang kekasih.
"Kita mau kemana setelah ini?"
"Sesampai di Ngurah Rai, malam ini kita akan ke kantor imigrasi. Semua berkas kamu sudah diurus. Beruntung, ada beberapa dokumen penting kamu yang masih dipegang Maya. Kamu tinggal foto. Kita tidak bisa membuang waktu. Besok pagi begitu paspor kamu selesai. Kita akan melanjutkan perjalanan. Kamu nggak apa apa kan?"
Diandra menggeleng. "Asal sama kamu" bisiknya manja.
Andrew memeluknya semakin erat. Diandra mengecup bahu pria itu. Andrew membalasnya dengan ciuman dikening Diandra. Kemudian membetulkan selimut kekasihnya.
***
Sesampai di Ngurah Rai, Pilot beserta seluruh kru yang tadi bertugas pamit. Tugas mereka segera digantikan oleh yang lain. Diandra dan Andrew tetap tinggal untuk sementara. Menunggu dipanggil oleh pihak imigrasi. Pukul sembilan malam, seseorang menghubungi Andrew. Mereka segera turun dari pesawat. Menuju kantor imigrasi yang sudah ditentukan.
Keluar dari Bandara, Diandra menatap jalanan yang ramai. Sayang mereka tidak bisa turun. Ianmemejamkan mata sejenak. Membayangkan apa yang tengah terjadi di Jakarta. Pasti semua sedang gelisah dan marah akibat ulahnya.
"Mau makan sesuatu?" Tanya Andrew.
Diandra menggeleng. "Udah kenyang waktu di pesawat. Tapi nanti kita beli cemilan ya Doo"
"Ok" jawab Andrew.
Sesampai di kantor imigrasi yang sudah sepi, mereka langsung masuk. Seorang petugas mengambil foto Diandra. Tidak butuh waktu lama semua selesai.
"Koneksi kamu bagus ya" ujar Diandra saat mereka sudah berada kembali di dalam mobil.
"Lumayanlah, ada beberapa petinggi imigrasi yang kukenal. Kebetulan mereka kerabat dari pimpinan Tan Corp di Jakarta. Jadi aku lebih mudah mendapatkan jalurnya."
Diandra hanya mengangguk. Tak lama mobil yang mereka tumpangi berhenti disebuah gerai waralaba yang buka dua puluh empat jam. Andrew meminta sang sopir untuk turun dan membeli beberapa pesanan mereka.
Sebelum pulang, mereka kembali mampir ke sebuah tempat praktek dokter. Disana hanya tinggal mengambil obat. Karena semua sudah diurus oleh orang kepercayaan Andrew. Setiba di bandara sudah hampir tengah malam. Andrew memutuskan mereka untuk menginap di mobil saja.
***
Michael dan Jeffrey duduk diujung tempat tidur. Sementara Fify masih berisaha menenangkan Alice. Perempuan setengah baya itu masih sbock.
"Udah dapat kabar dimana Di?" Tanyanya.
Ketiga orang yang mendampinginya menggeleng.
"Belum, yang pasti heli tersebut disewa oleh salah satu pasien tetap rumah sakit ini."
"Bagaimana dengan keluarga Dennis?"
"Sementara mereka hanya beranggapan kalau Di dihipnotis kemudian diculik. Mereka sedang menunggu orang tersebut meminta tebusan"
"Mami bingung, apa mungkin Andrew ada dibalik ini semua?"
"Masih diselidiki, beberapa minggu lalu memang Andrew ada di Jakarta. Menghadiri pertunangan Malia dan ... entah aku lupa nama laki lakinya." jawab Fify
Alice seketika mendelik.
"Bukannya Malia sama Andrew? Kemarin waktu di Singapura dia bilang kalau dia akan menikah dengan Andrew!"
Mereka segera berpandangan. Dan bersama sama meneriakkan satu nama.
"ANDREW!"
***
Pagi pukul sembilan, seluruh urusan dokumen Diandra selesai. Tanpa hambatan sedikitpun. Beruntung Maya masih menyimpan beberapa dokumen pribadi Diandra dulu. Sehingga tidak sia sia kerja keras para personal assistant Andrew. Dengan menggenggam erat jemari Diandra, Andrew segera menuju counter imigrasi. Disana juga mereka sudah ditunggu oleh beberapa petugas. Sampai akhirnya menjelang siang, mereka sudah berada di dalam pesawat.
Diandra memilih tiduran, sementara kekasihnya meneruskan pekerjaaan yang terbengkalai dari kemarin. Menatap sekilas wajah penuh tanya Diandra, akhirnya ia berkata.
"Sementara kita akan ke Singapura. Aku juga masih ada beberapa pekerjaan. Kamu tinggal di apartemenku. Sistem keamanan disana sangat baik. Kita juga akan menikah terlebih dulu. Aku tidak mau ada hambatan kalau kita punya anak nantinya"
Diandra hanya mengangguk. Ia merasa lega dengan segala keputusan Andrew. Selesai makan siang dan minum obat, Ia mengantuk. Akhirnya memilih memejamkan mata. Sambil memeluk kaki Andrew.
Menyingkirkan macbook dari hadapannya. Kembali Andrew fokus pada Diandra. Satu hari yang sangat melelahkan telah mereka lalui. Semua memicu degup jantung Andrew. Semua disebabkan ketakutan kalau kalau keluarga Diandra dan Dennis mengetahui keberadaan mereka di Bali tadi.
Kalau sudah sampai di Singapura, ia bisa sedikit bernafas lega. Ia adalah warga negara disana. Peraturan dan hukum terikat padanya. Dan orang Singapura tidak akan mengurusi kehidupan pasangan yang sudah dewasa. Ia hanya harus bergerak cepat untuk menikahi Diandra.
Ditatapnya wajah cantik itu. Hampir tak percaya kalau ia berhasil meyakinkan Diandra pada detik terakhir. Meski kemarin ia hampir menyerah. Karena semua kesempatan telah habis. Tidak ada celah sedikitpun untuk mendekati Diandra.
Adalah Namira, orang yang ditempatkannya di rumah sakit tersebut untuk mencari celah. Berpura pura sebagai kerabat dari seorang pasien. Andrew harus membayar mahal ruangan di sebelah kamar Diandra. Agar bisa ditempati kerabat Namira. Dan akhirnya semua membuahkan hasil. Saat kesempatan itu benar benar datang.
Andrew membungkuk, ia mengecup kening Diandra. Menggenggam erat jemarinya. Ia kembali berusaha meyakinkan dirinya. Bahwa ini benar benar nyata.
***
Aku kok baper ya habis baca part ini?
Happy reading
Maaf untuk typo
14 agustus 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top