Bagian Ke Dua Puluh Empat
Diandra akhirnya kembali ke Jakarta meski sedikit kecewa karena Andrew tak sekalipun membesuknya lagi. Tapi ia mencoba mengerti. Karena beberapa hari terakhir, ruang inapnya selalu penuh dengan keluarga dan juga Dennis. Yang kebetulan menghadiri sebuah pertenuan dengan rekan bisnisnya.
Menggunakan pesawat pribadi keluarga calon suaminya. Mereka tiba di Jakarta dengan selamat. Mami tidak lagi membawanya ke Cipanas. Karena akan ada upacara Sangjit. Lagi pula mami khawatir kalau kesehatan diandra akan memburuk karena kelelahan. Sejak mengetahui bahwa Diandra menderita gangguan lambung akut. Mami memutuskan untuk semakin menjaganya.
Memasuki apartemen, ia merasa sedikit lebih nyaman. Membiarkan mami, mama Dennis dan juga Dennis mengobrol di ruang tamu. Ia sendiri memilih berbaring di kamar. Kepalanya pusing mendengarkan pembicaraan mereka. Mengenai finishing dekorasi yang telah dikirim oleh puhak WO.
Jujur Diandra pembenci warna gold dan maroon. Namun itulah yang dipilih oleh kedua keluarga yang berpesta. Karena menurut mereka warna itu sangat elegan dan terkesan mewah. Ia hanya menatap sekilas. Sementara Dennis sibuk dengan laptopnya dan tak peduli. Padahal waktu mereka rapat pertama dulu. Diandra sudah menyampaikan keinginanya. Dan memilih warna biru muda sebagai warna dasar.
Nyatanya, tak satupun dari acara tersebut sesuai dengan keinginannya. Pada akhirnya, ia memilih diam dan menatap keluar jendela. Tidak akan ada yang peduli pada keinginannya. Perlahan ia memejamkan mata. Mencoba untuk tidur. Sebentar lagi kedua tamunya pasti pulang dan pamit padanya. Untuk menghindari hal itu Diandra memilih pura pura tidur.
***
Dennis
Ditatapnya Diandra yang tengah terbaring. Ia tahu kalau tunangannya pura pura tidur. Sejak dipesawat sudah terlihat sikap Diandra yang kurang antusias. Apalagi ketika kedua ibu mereka membicarakan tentang dekorasi pernikahan. Tunangannya itu hanya melirik sekilas. Ada kilatan tak suka pada diri Diandra.
Namun gadis didepannya ini memilih diam seolah itu bukan masalah besar. Selama ini dengan Dennispun tidak pernah terasa sangat dekat. Kadang, ia ingin kalau Diandra bermanja padanya. Sekedar meminta diantar ketempat tertentu atau dibelikan sesuatu. Seperti layaknya orang yang berpacaran. Sayang, Diandra tidak pernah melakukan itu. Dengan alasan tidak ingin mengganggu kesibukannya. Tunangannya memilih melakukan banyak hal sendirian.
Dennis menarik nafas dalam. Ia sangat mencintai Di. Dan ingin agar gadis itu bahagia bersamanya. Hari pernikahan mereka tinggal sebulan lagi. Setelah itu mereka akan terus bersama. Ia berjanji dalam hati. Akan berusaha membuat Diandra bahagia.
"Denn" mama mengganggu lamunannya.
Tersentak, ia menoleh pada mamanya.
"Ya ma, Di sudah tidur. Kita nggak usah pamit"
"Iya sih dia kelihatan belum pulih benar. Ya sudah pamit sama maminya aja"
Dennis mengangguk. Tapi tak urung ia mendekati Diandra dan mengecup kening gadis itu dengan lembut.
"Aku pamit Di. Cepat pulih ya" ucapnya sambil merapikan selimut. Baru kemudian melangkah keluar dan pamit pada calon ibu mertuanya.
"Denn" tegur mama saat mereka sudah dimobil.
"Ya ma"
"Apa kamu nggak lihat sikap Diandra yang sedikit aneh? Dia seperti tidak semangat menghadapi pernikahan"
"Mungkin karena dia masih belum pulih ma"
"Mama merasa kok aneh ya. Biasanya calon pengantin perempuan sangat cerewet dengan detail pernikahan mereka. Diandra malah terkesan tidak ambil peduli"
"Mungkin dia tidak ingin mencampuri saja. Habis, mama sama mami udah heboh banget nyiapinnya" balas Dennis.
"Mama cuma senang aja punya menantu seperti Di. Baik, sopan, berpendidikan. Dia juga pandai menempatkan diri. Semoga kalian bahagia nanti."
"Amin ma."
"Awas kalau kamu macam macam dan sampai menyakitinya"
"Enggaklah ma. Aku sayang sama Di"
Percakapan itu akhirnya terhenti dengan sendirinya.
***
Andrew melangkah memasuki kediamannya di Jakarta. Rumah yang disewanya sebagai kediaman resmi selama di Jakarta. Kedatangannya kemari untuk menghadiri acara lamaran Malia dan Harry. Ia akan menjadi salah satu pendamping mantan atasannya tersebut.
Mengapa rumah? Karena Andrew tidak suka pada apartemen. Ia suka mencium bau tanah pada pagi dan malam hari. Merindukan suasana yang benar benar sebuah rumah. Meski tidak besar tempat ini cukup nyaman. Ada beberapa kamar dan juga taman. Dapur yang lengkap dan yang pasti sistem keamanan yang ketat. Andrew tidak suka kalau privasinya diganggu.
Memasuki kamar pria itu segera menghempaskan tubuhnya. Ia merasa sangat lelah dengan beberapa pertemuan bisnis yang terus berlanjut. Perlahan matanya terpejam. Namun entah kenapa selintas bayangan Diandra kembali menyapa.
Sedang apa Di? Apa kamu sudah sembuh? Aku kangen sama kamu. Tapi apa bisa kita ketemu dengan pengawalan kamu yang begitu ketat? Apa aku melakukan hal buruk agar aku bisa bersama kamu? Lelah sekali merasakan hal ini Di. Aku tidak mungkin melakukan hal yang seperti yang papa lakukan dulu. Aku tidak ingin anak anakku bernasib seperti aku.
***
Malam kembali datang. Diandra termenung di kamar. Ia sengaja mematikan lampu. Membiarkan bias cahaya dari lampu kota mengisi kegelapan kamarnya. Diandra tidak suka pada malam. Karena ia akan merasa kesepian. Tapi malam malam terakhir ini akan berbeda. Pikirannya akan kembali melayang pada Andrew.
Ia menggelengkan kepala. Kenapa masih memikirkannya? Bukankah Andrew sudah memutuskan untuk melupakannya? Setelah pulang dari singapura, tak sekalipun menghubungi Diandra. Kembali airmata membasahi pipinya. Baru saja ia membaca di berita. Tentang Malia yang akan mengadakan lamaran. Rumahnya sudah dihias sesemikian rupa. Meski tak sarupun media bisa mengendus, siapa calon suaminya. Jelas mereka tidak mampu, karena keluarga besar Tan akan melindungi keberadaan Andrew. Menurut berita lamaran akan dilaksanakan besok pagi. Itu berarti hari ini Andrew sudah di Jakarta.
Lalu apa artinya pertemuan mereka di rumah sakit dulu? Andrew hanya mempermainkannya bukan? Mengatakan kalau ia sudah salah. Buktinya sekarang lamaran akan segera dilangsungkan. Dan besok ia akan melihat kebahagiaan mereka berdua.
Apa kamu bahagia Doo? Malia gadis yang . Dia cocok buat kamu. Dia nggak akan mengecewakan kamu. Keluarganya juga baik. Berbanding terbalik dengan keluargaku. Tapi kenapa aku merasa sakit Doo? Membayangkan kamu sama dia. Membayangkan kebahagiaan kalian? Sementara aku terpuruk sendirian disini.
***
Pagi itu suasana di apartemen Diandra cukup ramai. Malam ini akan diadakan upacara Sangjit. Jujur ia tidak pernah ingin malam ini datang. Ia membenci waktu yang akan menghampiri. Keluarga inti yang berasal dari Bandung sudah berkumpul semua. Sementara Diandra memilih tetap berada dikamar. Perutnya terasa mulas dan rasa mual itu semakin menerpa. Apalagi sesekali ruang tidurnya terasa berputar saat ia membuka mata.
Diandra berusaha bangun. Dengan berpegang pada tiang tempat tidur. Lama ia duduk menunggu tubuhnya merasa lebih baik. Sayangnya entah kenapa rasa pusing itu semakin parah. Tidak.. tidak.. aku harus berusaha. Ucapnya dalam hati.
Pelan Diandra menuju kamar mandi sambil berpegangan pada dinding. Matanya tetap terpejam. Beruntung ia masih bisa mencapai tempat itu. Menatap wajah yang terlihat kabur dicermin. Diandra memuntahkan isi perutnya. Tubuhnya semakin lemah. Sampai kemudian semua terasa gelap dan ia terjatuh.
.
.
.
Sebuah mobil ambulance berusaha membelah kemacetan kota Jakarta di sabtu pagi. Didalamnya ada mami Diandra yang terus menggenggam jemari putrinya. Dan tak henti hentinya menangis. Sementara suaminya menyusul dengan kendaraan pribadi bersama beberapa anggota keluarga.
Ia menyesal tidak menemani Diandra tadi malam. Sudah beberapa hari ini putrinya terlihat lemah dan tak bersemangat. Namun ia menganggap itu hal biasa. Karena dokter pribadi mereka hanya mengatakan efek dari sakit kemarin. Saat diperiksa semua normal.
Ditatapnya wajah Diandra yang pucat. Menurut dokter yang di Singapura saat itu, kondisi Diandra sudah membaik. Tapi kenapa hari ini kembali drop? Ini adalah hari terpenting dalam hidup Diandra. Bagaimana kalau nanti putrinya tidak bangun bangun lagi? Alice menangis semakin kencang.
"Sabar bu" ucap seorang perawat.
Alice hanya bisa mengangguk. Namun tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Ia tidak siap kalau keadaan Diandra semakin memburuk. Ia hancur saat melihat putrinya tidak berdaya seperti ini.
"Di, bangun dong sayang. Kamu nggak bisa seperti ini"
***
Harry dan Andrew beserta beberapa orang rombongan dari London memasuki kediaman Malia yang sudah dihias cantik. Banyak sekali bunga. Juga beberapa kain besar yang menutupi suasana di dalam rumah dari kamera para awak media.
Saat Andrew turun dari mobilnya. Semua bersorak menyebut namanya dan memberi tepuk tangan. Andrew hanya tersenyum kecil. Karena sebenarnya bukan ia yang seharusnya mendapat kehormatan untuk itu. Sementara Harry yang juga mengenakan kemeja batik. Berdiri dengan wajah tegang disampingnya.
Mereka berjalan memasuki bagian dalam rumah. Sementara pagar kembali ditutup. Rombongan segera dipersilahkan memasuki ruangan. Andrew duduk disisi Harry. Karena kebetulan yang hadir sebagai keluarga hanya saru orang kakaknya. Saat Malia turun dari tangga. Mereka semua terhenyak. Betapa cantiknya gadis itu dengan balutan kebaya. Mengenakan kain batik yang coraknya sama dengan milik Harry.
Acara berjalan lancar. Menggunakan dua bahasa. Akhirnya pertunangangan keduanya selesai. Saat diadakan foto bersama. Andrew dan Jennifer kakak Harry mendapat kesempatan pertama. Setelah mengucapkan selamat ia segera menghampiri meja hidangan. Mencari sesuatu yang menggugah seleranya.
Saat tengah mencoba mencicipi semangkuk kecil es campur. Malia mendekati dan menariknya ke sisi samping rumah.
"Kenapa?" Tanya Andrew.
"Barusan aku dapat kabar, Di masuk rumah sakit lagi. Sayangnya sampai sekarang dia belum sadar. Padahal semestinya malam ini dia sudah ada acara Sangjit"
Andrew tercekat menatap Malia tak percaya.
"Kamu tahu darimana?"
"Maya lagi imunisasi anaknya. Kebetulan ada disana. Dan dia lihat sendiri waktu Diandra didorong keluar dari ambulance. Orang tuanya juga ada disana"
Belum sempat Andrew menjawab, tiba tiba Harry menghampiri mereka.
"Ada apa?"
"Diandra kembali dirawat" jawab Malia membuat Harry terkejut.
"Aku tidak mungkin kesana. Wajahku terlalu familiar untuk keluarga besar Diandra. Atau kamu ada kenal dokter disana?" Tanya Andrew lagi.
Setelah berpikir sejenak, Malia berkata.
"Coba aku tanya Maya. Kalau nggak salah dokter kandungan langganannya bertugas di rumah sakit itu juga. Lagian mereka sepupuan. Siapa tahu bisa dimintai informasi"
Andrew segera setuju.
"Kalau kamu punya kesempatan untuk mengambilnya saat ini. Apa yang kamu lakukan?" Tanya Malia pada Andrew tiba tiba.
***
Haaaii... ketemu lagi. Saya sudah mulai pulih. Meski kadang masih pusing. Makasih atas doa dan harapan kalian.
Happy reading
Maaf untuk typo
120819
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top