Bagian ke Dua Puluh Delapan

Setelah Deedoo, mau Matt dulu atau Bumi?

Yang pasti, nyelesain mas Bima kali ya. Yang tinggal 8 part.

Bantu vote yuk. Supaya saya bisa prepare...

Happy weekend.  Merdekaaa!!!!

🌷☘🌷☘🌷

Diandra melangkah menuju dapur. Meski seluruh tubuhnya terasa sakit akibat gempuran Andrew tadi malam. Sambil menahan rasa ngilu dibagian intinya ia tetap berusaha berjalan seperti biasa.  Menyadari bahwa apartemen ini hanya dihuni oleh mereka berdua. Diandra  mengenakan gaun tidur berbahan sutra berwarna ungu yang sebenarnya cukup sopan. Ia belum sempat cuci muka. Apalagi mandi! Hanya tidak ingin terlambat menyiapkan sarapan bagi suaminya. Meski Andrew masih terlelap. Rasanya tidak lucu saat hari pertama menjadi istri ia harus dilayani.

Namun ia dikejutkan oleh sesosok perempuan berambut pendek yang tengah berada di dapur. Aunty Regine sedang berkutat dengan empat kompor yang menyala sekaligus. Segera langkahnya terhenti. Diliriknya gaun tidurnya dengan sedikit cemas. Mengingat bahwa aunty adalah seorang lesbian.

"Selamat pagi aunty" sapa Diandra akhirnya.

"Oh, kamu sudah bangun? Maaf saya masuk ke dapur kamu tanpa permisi." Jawab aunty tanpa menoleh. Tangan perempuan itu tampak cekatan mengaduk sesuatu dalam panci. Diandra segera memejamkan mata sambil bernafas lega.

"Tidak apa apa aunty. Saya yang salah karena sudah bangun terlalu siang" jawabnnya karena merasa tidak enak.

Regine hanya tersenyum kecil sambil menoleh. Matanya menyipit melihat penampilan Diandra. Membuat perempuan itu segera salah tingkah.

"A Siang mana?" Tanya Regine lagi dengan nada datar.

"Masih tidur di kamar"

Regine hanya mengangguk angguk. Dan kembali sibuk dengan aktifitas memasaknya. Dengan kikuk Diandra mendekati. Rasa cemas yang besar memghampirinya. Menyaksikan sendiri betapa lihainya tante Andrew memasak empat macam makanan sekaligus. Sementara ia hanya bisa memasak makanan sederhana. Selama disini makanan mereka selalu dikirim oleh aunty.

"Kamu duduk saja, kamu pasti letih. Saya tahu bagaimana nakalnya keponakan saya" ucap Regine kembali saat mengetahui kekikukan Diandra. Kemudian ia berkata lagi.

"Saya memasak bubur untuk kalian. Ini ada juga ayam mete dan sup gelembung ikan. Saya harap kamu suka. Kamu harus menjaga kesehatanmu. Karena selain mengurus dirimu sendiri, kamu juga punya suami yang harus diurus sekarang. Untuk sementara sebaiknya kamu jangan keluar dulu dari apartemen. Meski hanya untuk belanja kebutuhan dapur. Mantan tunangan kamu sudah menyebarkan orang orangnya disekitar apartemen ini. Target utamanya adalah kamu dan A Siang. Biar saya saja yang kemari. Dan kalau kamu butuh sesuatu bisa menghubungi saya atau A Siang."

"Terima kasih Aunty." Jawab Diandra dengan patuh.

"Jangan merasa canggung terhadap saya. Anggap saya sebagai ibu mertuamu. Oh ya, lebih baik kamu membangunkan suamimu. Dia sudah menjadi pria paling manja sekarang." Omelnya lagi.

Diandra hanya mengangguk patuh. Saat akan melangkah aunty kembali berkata.

"Nanti saya akan mengirim salep untuk menghilangkan kissmark kamu. Katakan pada A Siang untuk lebih berhati hati dan sabar saat menyentuh kamu. Jangan memberikan tanda kepemilikan disembarang tempat. Kalau tidak ingin kamu mendapat malu."

Setelah kembali mengangguk, cepat cepat ia kembali ke kamar dengan wajah memerah. Rasanya malu sekali. Kenapa tadi ia tidak melihat oenampilannya dulu di depan cermin sebelum keluar? Dan benar saja, saat melihat seluruh tubuhnya di depan kaca. Tanda kepemilikan Andrew hampir merata diseluruh leher dan bagian dadanya. Dengan kesal ditatapnya sang suami yang masih bergelung dibawah selimut. Tega sekali Deedoo membuatnya malu.

Namun saat Diandra menatap tubuh Andrew. Ia kembali merasa jengah. Tahu dibalik selimut itu suaminya tidak mengenakan apapun. Karena sebelum terbangun tadi,  sempat menyaksikan sendiri tubuh naked Andrew.

Perlahan Diandra mendekati ranjang dan duduk disisi Andrew. Dengan lembut ia menyentuh bahu tersebut kemudian mengelusnya pelan.

"Doo, bangun. Sudah pagi" panggilnya.

Andrew tampak bergerak sedikit. Kemudian dengan malas membuka matanya. Menatap Diandra sekilas, kemudian kembali menutup mata.

"Aku masih ngantuk Di"

"Sudah hampir jam delapan. Kamu nggak ngantor?"

Andrew mengerjapkan matanya. "Sudah sesiang itu? Kamu lapar?"

Mendengar pertanyaan itu Diandra mengerucutkan bibirnya.

"Aku malu tahu nggak"

"Kenapa?" Tanya Andrew sambil menatapnya tak percaya.

"Tadinya mau buat sarapan, tapi ternyata aunty malah sedang masak. Banyak lagi. Aku kan jadi nggak enak. Ketahuan banget nggak ahli di dapur."

Suaminya malah tertawa kecil.

"Aunty selalu seperti itu. Dia suka memasak. Dan masakannya enak kalau menurutku. Dia tidak punya keluarga yang harus diurus. Dia anggap kamu menantu. Jadi harus diurus juga kan. Apalagi kamu masih kurus banget karena baru sakit. Aku menikahi kamu bukan untuk dijadikan tukang masak. Cukup kamu bisa tumis sayur dan buat sup daging. Aku bisa makan lahap dengan dua menu itu saja"

"Thank you. Tapi kamu tahu nggak apa yang buat aku lebih malu lagi."

Andrew menggeleng.

"Nih, kamu lihat hasil pekerjaan kamu semalaman." Ujar Diandra sambil menunjukkan kissmark ditubuhnya.

"Lalu masalahnya apa? Yang melakukan juga suami kamu. Tidak ada norma sosial yang kita langgar. Kita juga melakukannya di dalam rumah" jawab Andrew dengan wajah polos yang dibuat buat.

"Kamu ih, aku kan malu, sampai aunty mau kasih salep buat aku?. Lagian aku nggak tahu kalau aunty lagi di apartemen. Kamu lihat bajuku tipis begini. Aku takut sama aunty" jawab Diandra dengan mimik lucu.

Andrew tertawa keras mendengar ocehan istrinya pagi ini.

"Kok malah ketawa?" Tanya Diandra dengan mata melotot.

"Kalau kamu takut aunty akan suka sama kamu. Jelas kamu salah. Kamu bukan tipenya. Lagi pula aku adalah kesayangannya. Aunty tidak akan mengambil milikku." Balas Andrew sambil mengecup pipinya

Diandra masih kesal, namun saat sang suami memeluk perutnya ia kembali bisa tersenyum.

"Tidur lagi yuk" ajak Andrew dengan mata terpejam.

"Kamu nggak lapar? Itu aunty sudah menunggu dibawah."

"Aunty pasti sudah pergi. Dia biasa seperti itu" setelah mengucapkan kalimat tersebut Andrew kembali menarik tubuh istrinya agar berbaring di sampingnya. Namun tak lama kemudian ia seperti tersadar.

"Sudah sesiang ini, kamu belum makan. Ayo turun, kamu belum makan obat. Nanti kamu sakit lagi" ajaknya.

Diandra hanya tersenyum, karena ia tahu. Bahwa sebenarnya ada bagian tubuh sang suami yang sangat menginginkannya. Ia mulai menyukai bagian yang mudah mengeras itu. Sesatu yang awalnya memberikan rasa sakit. Namun ada sensasi nikmat yang membuat Diandra menginginkannya kembali.

***

Menjalani hari hari sebagai istri seorang andrew membuat Diandra memiliki pengalaman baru. Ternyata masih banyak penyesuaian yang dibutuhkan. Terutama dengan ritme harian suaminya. Diandra yang cenderung santai. Harus mensejajarkan langkah dengan Andrew yang biasa sibuk dan bersikap profesional dalam pekerjaan.

Kebiasaan merokok Andrew juga kerap diprotes oleh Diandra. Meski akhirnya mereka sepakat, kalau Andrew hanya boleh merokok di balkon atas. Dan Diandra  tidak akan mau diajak bercinta kalau suaminya masih berbau rokok. Di sangat membenci aroma nikotin yang menempel pada tubuh suaminya.

Untuk memasak, Diandra mulai belajar dari Regine. Terutama makanan kesukaan Andrew. Degan telaten aunty mengenalkannya pada beberapa bumbu dan obat obatan yang biasa digunakan untuk memasak. Hubungan yang on off selama ini membuat mereka tidak terlalu mengenal kesukaan masing masing. Satu yang disyukuri Diandra adalah, kesederhanaan Andrew yang dulu dikenalnya sama sekali tidak berubah.

Ia beruntung mendapatkan suami yang lembut dan sangat menyayanginya. Saat ia merasa bosan di apartemen, Andrew akan mengajaknya untuk jalan jalan ke beberapa pulau yang jaraknya cukup dekat. Meski tetap dengan pengawalan ketat. Karena ia sendiri pernah menyaksikan saat ada beberpa orang membuntuti mobil mereka. Sampai saat ini mereka masih berusaha menghindari keramaian.

Yang cukup membuat Diandra kaget adalah kemanjaan Andrew. Dulu ia mengenal suaminya sebagai pribadi yang sangat mandiri. Namun sekarang, banyak bergantung padanya. Bahkan kadang  untuk memakaikan dan membuka kemeja saja, harus dilakukan oleh Diandra. Selain itu perhatian dan sikap posesifnya semakin bertambah. Sedikit saja ia tidak melihat Diandra, maka ia akan langsung mencari keliling apartemen. Padahal kadang Di hanya sedang membaca di perpustakaan. Hal itu sudah membuat Andrew seperti ketakutan. Diandra bisa melihat cinta Andrew yang begitu  besar padanya.

Kadang saat suaminya tidur, ia memandangi wajah polos yang tampak tenang. Meski mata telah terpejam dan  lelap. Namun tangan Andrew akan tetap memeluknya. Saat Diandra  bangun di pagi hari. Tidur Andrew akan terganggu. Karena Diandra akan melepaskan tangan yang memeluk pinggangnya tersebut.. Kemudian  dengan sedih Andrew pernah berkata jangan pernah pergi lagi Di. Aku tidak sanggup kehilangan kamu lagi.

Kalimat sederhana itu  membuat Diandra terharu. Ia baru menyadari bahwa Andrew benar benar takut kehilangannya. Terbayang bagaimana selama ini, suaminya harus menahan cemburu karena kedekatannya dengan Dennis. Selama ini ia hanya fokus pada rasa sakitnya sendiri. Padahal sebenarnya, Andrewpun menanggung beban yang sama.  Banyak hal yang Diandra tidak tahu. Bahwa dulu seorang Andrew sampai harus mengikuti kelas beladiri untuk menyalurkan emosinya yang meledak ledak. Karena rasa cemburu pada Dennis.

Diandra baru tahu saat berbicara dengan aunty di dapur. Regine banyak bercerita tentang masa masa kelam Andrew ketika mereka berpisah. Bagaimana suaminya pergi ke klub setiap malam. Pulang dalam keadaan mabuk berat. Dan keesokan paginya berpura pura tidak terjadi apa apa. Dan kembali bekerja di kantor dengan serius. Andrew tidak pernah menginjakkan kaki di Indonesia. Namun saat mendapatkan berita mengenai kebersamaannya dengan Dennis. Bisa dipastikan malama harinya akan berakhir di klub.

Andrew terpuruk dan patah hati. Tapi berusaha menyembunyikan pada semua orang. Karena itulah aunty selalu berusaha menjaga kesehatan Andrew melalui makanan. Satu kalimat panjang dari aunty yang selalu diingatnya.

A siang, tidak sekuat yang kamu kira. Ia rapuh. Entah bagaimana dulu cara kakak saya membesarkannya. Sebelum mengenalmu, ia bahkan tidak pernah  berhubungan serius dengan perempuan. Kamu merubah seluruh dunianya.

Saya pernah sangat membenci kamu. Saat melihat A Siang pulang dari Indonesia. Ia menemui saya di kantor dengan raut wajah yang tak bisa saya gambarkan. Disana ada rasa marah, benci, dendam dan cinta yang besar menjadi satu. Saya tidak tahu apa namanya. Ia meminta satu posisi di kantor. Lebih tepatnya lagi, ia memaksa.

Itu bukan dirinya. Ia tidak pernah suka bisnis. Meski pada akhirnya saya mengakui kemampuannya. Tapi ia merubah hidupnya demi kamu. Mencampakkan mimpinya sedari muda. Demi melupakanmu. Bekerja keras hanya agar tidak lagi mengingatmu. Sayang, seberapa kuatpun ia berusaha. Saya tahu, ia tidak bisa!

Saat dia membawamu kemari, saya masih membencimu. Takut kalau kamu hanya mempermainkannya dan kemudian meninggalkannya kembali. Saya merasa tidak siap kalau ia harus menjalani kehidupan seperti dulu. Ia lemah Diandra. Dan kamu adalah kelemahannya!

***

Happy reading

Maaf untuk typo

18.08.19


***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top