BAB IX : MACAU
Macau, Republik Rakyat Tiongkok, 20.00 CST (China Standard Time)
Pesawat Air Asia yang ditumpangi Kadek beserta Markus mendarat tepat pukul 9 Waktu Macau. Setibanya di bandara mereka dengan tidak sabar segera memanggil taksi yang langsung mengantar mereka ke sebuah hotel kelas backpacker di pusat Macau.
"Nanti malam, kita berdua pakai ini," ujar Kadek saat membongkar koper miliknya di kamar hotel dan menyerahkan satu stel pakaian resmi kepada Markus.
"Bisa jelaskan lebih rinci lagi soal rencana kita?" tanya Markus.
"Kita akan masuk ke sebuah kasino di pusat Macau, aku akan jadi si orang kaya mau berjudi, kamu jadi pengawal saya. Sejumlah anggota DPR RI akan main judi juga di sana. Target kita ada di antara mereka!"
"Dan target kita ketua DPR yang juga sebenarnya adalah ... Sengkuni?" tanya Markus lagi.
Kadek mengangguk, "Dan untuk operasi kali ini, Pak Kepala tidak keberatan jika kita membuat kehebohan. Target operasi kita cuma satu! Bunuh Sengkuni!"
******
Carmela Leong Casino and Hotel, 20.00 CST (China Standard Time)
Sebuah mobil sport warna biru mengkilap tampak menurunkan dua penumpangnya di depan sebuah kasino bernama Cotai Strip. Seorang dari penumpang itu langsung berdiri di belakang satu penumpang yang penampilannya paling beda sendiri : dengan jas manset abu-abu, topi fedora dan tangan yang dihiasi cincin-cincin bermata berlian, tamu yang dikawal seorang pria kekar itu tak dinyana pastilah seorang yang punya duit. Petugas kasino yang menyambut tamu tersebut langsung membungkuk hormat, dan ia membungkuk lebih dalam lagi ketika tamu bermanset abu-abu itu menunjukkan sebuah kartu berwarna dominan hitam mengkilat dengan garis-garis emas kepada petugas tersebut.
"[Silakan menuju Ruang 4-B, Tuan Kadek! Kami sudah mempersiapkan segalanya untuk Anda!]," ujar petugas itu dalam bahasa Inggris berdialek Macau.
"[Terima kasih!]" jawab Kadek yang langsung berjalan melalui mesin-mesin judi slot yang dipenuhi para penjudi kelas teri dan pengunjung hotel yang iseng mencoba keberuntungan, menaiki eskalator kemudian melalui meja-meja rulet dan meja permainan tebak kartu menuju ke sebuah ruangan yang interiornya serba putih dan dikhususkan untuk para pemain poker.
Seorang yang tidak asing wajahnya bagi Kadek dan pengawalnya tengah duduk di sebuah kursi menghadap meja poker tersebut. Di tangannya tergenggam lima lembar kartu, mimik wajahnya serius tapi juga menyiratkan kepercayaan diri akan memenangkan permainan ini.
"[Selamat malam]," Kadek duduk di satu kursi yang tersisa dari enam kursi yang ada di meja tersebut sambil menunggu ronde baru yang akan dimulai.
Para pemain yang lain mengangguk sopan kecuali pria Indonesia yang tak lain dan tak bukan adalah orang yang sempat dikawal Janggala dahulu – Bonifasius Tejakusuma. Wajahnya langsung sedikit pucat ketika menyadari siapa yang ada di hadapannya. Namun ia dengan cepat kembali mengontrol ekspresinya seolah tak terjadi apa-apa.
******
Ronde permainan itu dimenangkan oleh Teja. Ia merampas habis semua chip poker milik lawan-lawannya. Setelah itu ronde permainan yang baru dimulai yang mana Kadek ikut serta di dalamnya.
Bandar mulai membagikan lima kartu kepada para pemain. Ketika Kadek membuka kartunya ia mendapati kartunya berupa satu as wajik dan tiga kartu lainnya merupakan kartu-kartu angka yang tidak sama tipenya dan tidak berurutan : dua cengkeh, tiga wajik, dan tujuh sekop.
Sementara di sisi lainnya, Teja mulai melemparkan dua dadu ke udara, "Untuk keberuntungan!" begitu kata dia kepada si bandar dan pemain lain.
Kadek menyeringai, dua dadu berbentuk balok panjang berornamen itu sebenarnya bukan dadu biasa. Itu adalah semacam astra hanya saja fungsinya lain daripada astra kebanyakan. Dadu Sengkuni adalah astra yang memastikan pemiliknya memenangkan setiap pertaruhan. Dadu yang sama juga pernah digunakan Sengkuni di masa lampau untuk memenangkan pertaruhan judi dengan para Pandawa. Pertaruhan yang sebenarnya adalah jebakan, sebab jika Pandawa menolak bertaruh maka seluruh kerajaan Pandawa wajib diserahkan kepada Kurawa, namun jika Pandawa datang dan kalah sekalipun, Kurawa akan membiarkan mereka memiliki Indraprashta – kerajaan para Pandawa – sebab Yudhistira masih terhitung keluarga.
Kenyataannya tak seperti itu! Ketika harta yang Pandawa bawa untuk bertanding judi habis, Sengkuni kemudian membujuk Yudhistira untuk mempertaruhkan kerajaannya dalam pertandingan judi 'persahabatan' itu. Kala kerajaan mereka sudah hilang maka yang dipertaruhkan adalah Drupadi, istri Yudhistira dan Pandawa yang lain. Dan dalam pertandingan memperebutkan Drupadi pun, Yudhistira kalah. Drupadi diarak ke singgasana Kurawa dan Kurawa nomor dua – Dursasana kemudian menarik kain atasan Drupadi, hendak menelanjanginya. Tapi Kresna tahu apa yang terjadi dan dengan kekuatannya ia mengintervensi niat Dursasana. Jadi kain penutup tubuh Drupadi menjadi panjang dan semakin panjang seolah tak berujung.
Kehormatan Drupadi terselamatkan tapi Dursasana yang marah menampar istri orang yang tadinya hendak ia lecehkan di muka umum. Bima marah besar dan mulai menghunus kuku Pancanaka miliknya, namun Pandawa yang lain menahannya sebab jika mereka membunuh semua yang ada di sini yang terjadi berikutnya adalah pertumpahan darah yang melibatkan golongan tua seperti Gandhari, Widura, Rsi Bisma, Rsi Drona, dan Drestarastra. Itu artinya jika Bima lepas kontrol hari itu, mereka akan membunuh orang tua dan wanita tua segala! Andaikan mereka menang sekalipun, segenap rakyat takkan lagi menaruh respek kepada mereka sebab mereka sudah melanggar dharma dengan membunuh orang tua dalam kondisi bukan perang!
Kadek bukan datang tanpa persiapan menghadapi astra dadu Kapatadyuta milik Sengkuni. Salah besar bagi Sengkuni jika dia akan 'sebaik' ayahnya!
======
Kapatadyuta = perjudian yang tidak adil
======
Ronde permainan dimulai. Melalui matanya yang mampu melihat hal yang tak nampak, Kadek melihat pusaran-pusaran kecil terbentuk di tangan bandar. Kartu-kartu yang ada di tangan si bandar kemudian dihisap dan kartu lain segera muncul dari dalam pusaran untuk menggantikan kartu yang dihisap tersebut. Inilah kemampuan Kapatadyuta, ia memperbesar kemungkinan menang dalam setiap perjudian tanpa membuat lawan-lawan judi pemiliknya curiga.
Markus yang duduk di bar sambil memesan koktail menatap dengan harap-harap cemas. Bisakah Kadek menang melawan dewa judi macam Sengkuni?
"Ripavah Sankshayam Yaanti Kalyaanam Chop Padyate. Nandate Cha Kulam Punsaam Maahaatmyam Mam Srinu Yaanmam*)!" mantra Durga Satru dilafalkan Kadek bersamaan dengan munculnya kemampuan Kapatadyuta.
=====
*)Terjemahan :
Wahai Ibu Dewi yang jika berkehendak mampu menghancurkan segalanya yang ada di muka bumi dan maha mengetahui segalanya. Di sini ada mereka yang tak mendengar dan mengindahkan dharma, berkenanlah Engkau menggilas mereka!
=====
Mantra itu memusnahkan portal-portal penarik kartu dan membuat Teja agak tersentak dari duduknya karena ia merasa sebuah pedang tak nampak baru saja menusuk tubuhnya. Wajahnya berkeringat deras namun ia tetap berusaha mempertahankan ekspresi poker face.
Teja mendelik kepada Kadek tapi pemuda itu tampak tetap serius dengan kartunya. Tempo permainan judi poker bagi Teja menjadi kacau. Ia dapat bertahan di posisi dua besar sejauh ini namun murni mengandalkan kemampuannya sendiri. Dan ketika ia mencapai titik di mana penjudi yang bertahan hanyalah Kadek dan dirinya, ia diam-diam melemparkan dadunya ke belakang kursinya sambil berharap rencana cadangannya ini akan berhasil.
Sesuai dugaannya Kadek menang. Semua chip poker di meja itu kini beralih kepada Kadek, tak terkecuali chip poker milik Teja. Total nilai chip yang sudah 'dirampas' Kadek mungkin bernilai sekitar US$ 320.000 (±Rp. 4,5 Milyar).
"Do you want to participate on next round Mister Teja?" bandar poker yang bertugas di meja tersebut bertanya kepada Teja.
"Nah! I am good!" Teja mengangkat kedua tangannya, mengekspresikan bahwa dirinya tak berminat lagi untuk bermain.
"Jika Anda tak lagi bermain, mungkin kita bisa bicara sejenak, Pak Teja? Empat mata?" ajak Kadek.
"Kedengarannya menarik! Tapi sayangnya saya buru-buru!" ujar Teja sembari menggerak-gerakkan jemari tangan kirinya.
Sejenak kemudian terdengar ribut-ribut dari arah luar. Dua detik kemudian seorang pria keturunan Afrika bertubuh tambun mendobrak pintu ruang poker tempat Kadek berada dan melemparkan kursi ke arah Kadek. Markus yang bertindak sebagai 'pengawal' sigap menangkis kursi itu dan menghancurkannya menjadi serpihan sembari melumpuhkan si penyerang dengan menguncinya ke lantai. Namun ternyata kejadiannya tak berhenti sampai di situ.
Ribut-ribut segera terdengar di luar ruangan. Segerombolan massa bersenjatakan patahan meja dan kursi yang matanya nyalang dan berbicara dalam bahasa campuran Kanton dan Inggris menunjuk-nunjuk ke arah Kadek dan Markus. Markus sendiri hanya paham tiga kata di antara semua keriuhan bahasa Kanton yang tidak dia pahami itu, "Swindler – penipu!" dan
"Kill them!"
Oke, positif mereka semua mau cacah-cacah dia dan Kadek lalu buat sop dari irisan daging mereka! Markus langsung merogoh saku jasnya dan melempar sebuah kaleng sebesar kaleng minuman soda yang langsung melepaskan gas asap tebal sementara Kadek berusaha menyergap Teja tapi buruan mereka itu sudah pergi entah ke mana.
"Si Sengkuni kabur!" pekik Kadek.
"Aku tadi sudah pasang pemancar ke kemeja dia! Dia sekarang di bawah panggil taksi!"
"Kejar!" seru Kadek sembari melompat ke jendela, memecahkan kaca jendela itu dan mendarat di atas mobil sport yang terparkir tepat di bawah jendela tersebut.
Markus yang mendarat di samping Kadek setelah terbang langsung mengusulkan, "Bagaimana jika kita kejar dia dan Abang saya bawa?"
"Jangan keburu terbang dulu Gatotkaca!"
"Tapi kita kan kejar waktu? Abang bilang tidak masalah kita buat keributan nah sekarang di sini sudah ramai! Lihat?!" Markus menunjuk ke dua arah, dan gerombolan massa berwajah yang membawa pentungan serta alat-alat penghantam lainnya sudah tampak mengepung mereka.
"Oke Gatot! Bawa saya ke tempat Si Sengkuni!"
"Pegangan!" Markus melingkarkan tangan kanannya di tubuh Kadek lalu menghentakkan kaki kiri dan melesatlah dia bersama penumpangnya ke angkasa.
"Tolong Abang cek peta ke mana dia sekarang?!" ujar Markus.
Kadek mengaktifkan peta arlojinya dan mendapati bahwa targetnya tampak menyuruh si sopir taksi ngebut gila-gilaan menuju kuil Templo de Kun Lam!
"Gatot! Arah timur laut! Cari Klenteng Kun Lam!"
"Oke Bang!" Markus segera melesat ke arah timur laut dan tak sampai lima menit ia sudah melihat sebuah klenteng dengan tulisan latin 'Kun Lam' tak jauh dari posisinya saat ini.
"Jatuhkan saya ke arah taksi itu!" ujar Kadek ketika melihat posisi taksi itu berhenti di depan klenteng.
"Okidoki!" Markus pun melepaskan Kadek dan menjatuhkannya ke jalanan.
Pemuda asal Bali itupun menarik keluar sebuah buku saku bersampul kulit lalu melemparkannya ke udara sambil berujar, "Astra ... Jamus Kaali Maa Usada!"
======
Jamus Kaali Maa Usada = kitab obat mujarab pemberian Batari Kaali
======
Buku itu berubah rupa menjadi sebuah tombak sepanjang 110 cm dengan gagang tombak logam perak dan bilahnya kehitaman bercorak merah. Teja yang melihat sosok dari angkasa mencoba menyerangnya bersamaan ketika ia keluar dari taksi langsung melemparkan dadunya ke angkasa sambil berujar, "Astra Kapatadyuta – Pragalraya Mayapatala!"
=======
Pragalraya Mayapatala : turunkan tabir ilusi
=======
Sekonyong-konyong daratan yang hendak dipijak Kadek berubah menjadi danau dan ia tercebur ke dalamnya. Tak sampai di situ, ia juga seolah ditarik ratusan tangan tak nampak untuk makin tenggelam ke dasar danau.
Kadek melirik ke arah gagang tombaknya yang berpendar-pendar perak pudar. Ia pun segera menyadari bahwa yang ada di sekitarnya ini adalah ilusi – serangan mental yang amat kuat dan memicu terjadinya halusinasi sehingga ia merasa seolah tenggelam. Astra Jamus Kaali Maa Usada memang memiliki kelebihan dalam mendeteksi keberadaan sihir yang dipakai untuk tujuan jahat. Melalui pendar-pendar yang dipancarkan Kadek selalu mengetahui bahaya sihir yang datang mendekat di sekitarnya.
Tapi keluar dari tabir ilusi ini juga sulit. Ilusinya sangat nyata dan pastinya dirapal oleh orang yang punya kekuatan di luar nalar manusia.
"Ah sial!" Kadek mengumpat ketika menyadari kebodohannya.
Sengkuni dalam wiracarita dan lontar-lontar selalu digambarkan sebagai orang yang licik, pengecut, lemah dan takut bertarung. Tapi sebenarnya dia lebih dari itu! Dia adalah pemain politik handal sekaligus ahli sihir terutama sihir ilusi. Dengan ilusinya pula ia bisa bertahan hidup sampai hari ke-18 Bharatayudha dan menyelamatkan sebagian besar balatentara pihak Kurawa sampai belasan hari. Itu sebabnya di antara Pandawa, hanya Sadewa seorang sajalah yang bisa membunuh Sengkuni sebab Sadewa adalah Pandawa yang paling pandai dalam menguasai aji mantra penghancur sihir sehingga mampu menghancurkan tabir ilusi Sengkuni.
Syukurnya Kadek masih ingat ajaran pamannya yang satu itu ketika pertama kali ia masuk Dakara.
"Kalau kamu bertemu musuh yang memiliki tabir ilusi, aktifkan astra Kaali Maa Usada dan lantunkan Brahma Sapu Jagat!" begitu Sadewa dahulu mengajarinya.
Ong Brahma metu saking kidul,
gni bang saking netra,
gni petak saking cangkem,
gni salembang saking buana,
ong urip dasa gni
Oh Sang Brahma keluar dari arah selatan
Api bang keluar dari mataku
Api petak keluar dari mulutku
Api salembang terhimpun dari semesta
O dasa gni (sepuluh api) kini menyala berkobar!
"O Dasa gni menerangi jalan yang gelap, menyibakkan kabut-kabut maya – ilusi, menghancurkan adharma – kebatilan!" Kadek melanjutkan mantranya usai melantunkan Brahma Sapu Jagat sebanyak 12 kali sembari menghantamkan tombaknya ke segala arah.
Kemudian terdengar suara seperti kaca retak dan Kadek pun terjatuh bebas ke aspal yang jelas-jelas tidak empuk dengan posisi bahu kanan membentur aspal lebih dahulu pula.
Sementara Teja tampak terguncang dan tersentak oleh kekuatan tak tampak lalu membentur dinding gerbang klenteng.
"Hayabahu! Durmada! Nandaka!Satwa! Suddha!" Teja berteriak-teriak memanggil nama lima orang, "Alihkan perhatian Gatotkaca!" ia menuding ke arah Markus, "Sementara aku urus si anak Yudhistira ini!"
Markus yang sama-sama baru bebas dari cengkeraman ilusi milik Sengkuni langsung saja pasang posisi waspada. Ia kemudian melihat tiga buah mobil tiba-tiba berhenti di hadapannya. Seorang penumpangnya bahkan membawa pelontar granat yang langsung ia tekan picunya sehingga dua granat terlontar ke arah Markus.
Markus sigap menghindar sejauh beberapa meter dari posisinya semula sehingga granat itu hanya sempat meledakkan aspal semata. Ia kemudian balas mencabut pistolnya dan mulai menembaki lima orang itu. Namun suatu selubung energi melindungi mereka berlima dari terjangan peluru-peluru Markus.
"Astra! Cih!" Markus membuang ludah, sebal ketika menyadari bahwa kelima orang ini juga pengguna astra. Lebih buruknya? Nama-nama yang disebutkan Teja barusan menyadarkan Markus bahwa lima orang ini merupakan bagian dari Seratus Perkasa Keturunan Wangsa Kuru.
"Halo Om-om saya yang sudah 5000 tahun tidak ketemu? Masa sih baru beberapa detik ketemu dengan keponakan Om-om yang ganteng, rajin menabung, dan tidak sombong ini sudah dilontari granat? Nggak ada cara lain yang lebih santun dan beradab apa?"
"Dih! Najis amat kita punya ponakan item jelek narsis kayak kamu!"
"Aku? Jadi duta shampo lain? Ahahahahaha?" Markus tiba-tiba bertindak jayus nggak jelas yang membuat kelima orang itu pening kepalanya.
Sesuatu yang tidak mereka sadari bahwa Markus memang sedari tadi bertindak demikian untuk mempermainkan mereka. Ia diam-diam menggelindingkan tiga bola logam yang di dalamnya terdapat bahan ledak berdaya tinggi yang perlahan menggelinding ke arah lima orang itu. Dua detik kemudian bola-bola itu meledak dan selubung pelindung berwarna kuning redup itu tampak retak. Markus tak buang waktu, ia segera mengaktifkan Astra Brajamusti miliknya.
Satu pukulan Brajamusti menghancurkan selubung itu selayaknya kaca pecah. Lima anggota Kurawa itu langsung mengeluarkan astra masing-masing. Ada yang berwujud gada, sarung tangan logam emas yang mirip dengan milik Janggala, pedang, dan ada pula yang astranya berbentuk cincin seperti milik Markus. Orang yang astranya berbentuk cincin dan berdiri di tengah-tengah mereka semua langsung menjadi sasaran pertama Markus. Ia langsung menghantam jantung orang itu dengan hantaman Brajamusti sampai tangannya menembus rongga jantungnya hingga orang itu tewas seketika!
"Nandaka!" empat saudaranya yang lain berteriak histeris ketika menyadari satu dari mereka telah tewas.
Sementara itu di sisi lain Teja sejauh ini masih bisa berkelit dari hujaman dan sabetan tombak milik Kadek. Namun ia mulai kehabisan kesabaran melayani putra Yudhistira yang satu ini sehingga ia memutuskan untuk mengakhiri semua ini dengan cepat.
"Triwikrama!" Teja menghentakkan dua kakinya keras ke atas tanah secara bergantian sambil membuat gerakan membentuk lingkaran penuh dengan dua jari tangan kanannya, "Dwapara-Yuga!"
======
Dwapara-Yuga = zaman ketiga dalam kosmologi Hindu, masa di mana kisah Mahabhrata terjadi.
======
Seketika kota Macau menjadi hening secara mendadak. Waktu seolah berhenti dan Kadek melihat sejumlah besar orang tiba-tiba turun dari kendaraan-kendaraan mereka dan berjalan ke arah klenteng di mana pertikaian antara dua kubu tengah terjadi.
Kadek terkejut ketika menyadari Pak Tua Licik ini ternyata punya kekuatan jauh lebih besar daripada yang dikira orang selama ini. Pantas saja Kolonel Syailendra bersikeras mereka harus melenyapkan Teja alias Sengkuni terlebih dahulu!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top