BAB XVII : BARUNA PASA
Dari kejauhan, mau tidak mau Markus bisa melihat juga ada makhluk aneh muncul dari dalam laut. Sepenjutu kota langsung heboh dan orang-orang mulai tampak berlarian ketika sirene dibunyikan. Sirene tsunami sebenarnya, tapi boleh juga dinyalakan untuk kondisi macam ini, yang tak kalah berbahayanya dari tsunami. Markus tak membuang waktu, niatnya ingin berterima kasih pada Merdah namun sosok pria cebol itu sudah menghilang. Yang tersisa dari kehadirannya hanya memori Markus semata, lain tidak.
Markus menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan pria cebol itu tapi nihil. Markus bahkan menyusuri areal sekitarnya namun tetap saja nihil. Akhirnya karena menyerah, Markus pun terbang melesat ke angkasa lalu mengarahkan lajunya ke arah keberadaan monster laut itu.
Setibanya di sana didapatinya Janggala tengah kesulitan mengarahkan serangannya ke monster tersebut. Jika Janggala hendak membidikkan bola apinya, monster laut itu akan mengganggunya dengan tentakel-tentakel yang juga menjadi kakinya, kala Janggala menghindar, makhluk itu akan mencoba menangkapnya dengan tangannya. Ketika Janggala berkelit lagi, satu tentakel makhluk itu akan menghantam air laut dan mau-tidak-mau Janggala akan kena siraman air laut. Tidak sampai memadamkan bara api di tangan kanannya memang, tapi cukup untuk membuat Janggala tidak bisa menyerang sama sekali.
Janggala khawatir, kalau begini terus bisa-bisa dia kehabisan tenaga duluan sebelum makhluk ini bisa ia serang. Hendak meminta bantuan, ia tak bisa karena akibat manuver-manuvern menghindarnya tadi membuat alat komunikasinya secara tak sengaja jatuh ke laut. Tapi untung saja ia tidak perlu menunggu lama untuk datangnya sebuah bantuan. Ketika Janggala melirik ke satu arah didapatinya Markus sudah tiba di lokasi dan tanpa banyak bicara, tinju kiri polisi itu segera beraksi.
Terdengar suara halilintar keras ketika tangan kiri Markus meninju wajah makhluk ganjil dari laut dalam itu. Leher makhluk itu berputar 90 derajat ke kiri dan tubuhnya tampak oleng sejenak sebelum kaki-kaki guritanya memulihkan kestabilannya. Sepasang mata kuning itu melotot marah ke arah Markus yang kini telah melesat jauh ke angkasa, nyaris tak terlihat oleh Janggala sekalipun.
Ketika pandangan makhluk itu teralihkan kepada Markus, Janggala memakai kesempatan itu untuk menembakkan dua bola api ke tubuh makhluk raksasa tersebut. Serangannya kena, telak, tapi tampaknya tidak terlalu mempengaruhi makhluk itu. Hanya ada sedikit bekas goresan pada sisik keras yang sempat kena hantam dua bola api tadi. Melihat serangannya kurang efektif, Janggala mencoba menyerang lagi namun kini satu kaki gurita makhluk itu muncul dari kedalaman dan nyaris saja menghantam Janggala kalau saja Janggala tidak cepat-cepat berkelit ke samping.
Janggala lolos tapi makhluk itu segera melancarkan serangan tangannya yang kali ini sukses membuat Janggala oleng. Disusul semburan air laut dari hentakan kaki-kaki gurita yang menghantam Janggala dengan daya dorong yang tidak main-main plus menghalangi pandangannya, tidak perlu waktu lama sebelum akhirnya Janggala kena hantam tangan makhluk itu dan terjun bebas ke dalam laut.
Kepala Janggala pusing dan ia tanpa sadar terlalu menelan banyak air serta lupa menarik nafas yang cukup saat di atas laut tadi. Sebagai akibatnya kini Janggala mulai tenggelam. Namun itu tak berlangsung lama. Tangan seseorang segera menariknya dari dalam laut dan membawanya keluar.
"Hei Bung!" itu suara Markus, "Jangan mati cepat-cepat!"
Janggala terbatuk-batuk sesaat sebelum menjawab, "Ah tidak kok Pak Polisi, saya cuma berenang sebentar."
"Berenang ya? Eh? Bukannya lebih baik urus makhluk itu dulu daripada berenang?"
"Jangan khawatir Pak Polisi, saya belum lupa dengan makhluk ini kok. Ada saran untuk melawannya mungkin? Tadi saya sudah hantam dia dengan dua bola api tapi hanya sedikit menimbulkan goresan."
"Ada, tapi aku perlu bantuanmu."
"Apa?"
"Serang matanya dengan Astramu, kalau bisa pakai teknik semburan api jangka panjang."
"Aku mungkin cuma bisa melakukannya sekitar 10 detik Pak Polisi. Aku belum sarapan pagi ini."
"Sama."
"Ke mana saja Anda kemarin?"
"Nanti saja kuceritakan, tolong laksanakan strategi tadi."
"Oke!"
Janggala pun kembali melesat ke arah makhluk itu dan menembakkan dua bola api ke ke arah matanya dari jarak yang ia rasa cukup aman. Namun makhluk itu ternyata sadar dengan strategi Janggala, ia menggunakan kedua tangannya untuk menangkis serangan Janggala. Kemudian sebuah suara raungan yang memekakkan telinga ia keluarkan. Raungan itu membuat Janggala terpental sejauh beberapa meter dan nyaris kembali masuk laut, tapi Janggala mencoba bertahan selagi ia melihat Markus tampaknya tengah merapalkan sesuatu.
"Tolong sekali lagi," kata Markus.
"Oke!" sekali lagi Janggala melesat dan kali ini ia menyemburkan kobaran api dari tangan kanannya secara terus menerus.
"Bagaimana Pak Polisi?" seru Janggala.
Markus tak menjawab. Ia hanya segera melesat ke arah kepala makhluk itu dengan kondisi batu mirah Brajadenta yang sudah bersinar terang.
"Triwikrama ... Aji Narantaka," ujar Markus dengan suara lirih.
"Ap ...?" frasa 'Narantaka' itu membangkitkan suatu ingatan dalam kepala Janggala. Tidak terlalu jelas namun cukup untuk membuat kesadarannya memerintahkan tubuhnya untuk segera menjauh dari tempat itu.
Benar saja, begitu Markus menghantamkan tinjunya ke wajah makhluk itu, segera saja timbul ledakan besar yang memekakan telinga. Efek ledakannya masih terasa oleh Janggala meski ia sudah terbang menjauh secepat yang ia bisa. Sensasi panas yang bahkan melampaui api yang biasa ia hasilkan di tangan kanannya sungguh terasa. Permukaan laut tampak berasap karena airnya menguap sebagai akibat ledakan tadi dan ia bisa melihat bahwa makhluk itu tampak oleng sebelum kemudian roboh.
Markus sendiri tidak menyangka bisa merobohkan makhluk tersebut secepat ini. Peluhnya membanjiri di dahi dan seluruh tubuhnya karena mengaktifkan 'Triwikrama' bukanlah perkara gampang. Butuh lebih banyak energi untuk mengaktifkan 'Triwikrama' terlebih kondisi saat ini sangat tidak menguntungkan baginya, di mana ia habis adu jotos semalaman dengan tiruan 'Dursala'.
"Wow! Itu kerja bagus Pak Polisi!" ujar Janggala sembari menepuk bahu Markus dengan tangan kirinya.
"Sepertinya ancaman sudah berakhir, ayo kita kembali ke kota," kata Markus dengan suara lemah, tampak jelas polisi muda itu kelelahan.
"Sudah berakhir pikir kalian?!" sebuah suara asing tiba-tiba bergema di kepala mereka berdua.
Markus dan Janggala kembali waspada. Mereka menghimpitkan punggung mereka sambil mewaspadai adanya musuh lain yang akan menyerang mereka.
"Batara Baruna pun tak bisa mengalahkan aku semudah ini bocah! Apalagi dua cecunguk macam kalian yang baru kemarin sore belajar memakai astra!" suara itu kembali bergema.
"Oh ya ampun! Tolong jangan bilang makhluk ini lagi!" keluh Janggala.
Sayangnya perkiraan terburuk Janggala terjadi. Makhluk yang tadi kena hantam Narantaka Markus kembali bangkit dari lautan dan meski Markus serta Janggala nyaris dibuat tidak percaya karena wajah makhluk itu hanya sedikit tergores meski tadi sudah dihantam kekuatan Aji Narantaka.
"Geli!" makhluk itu tampak mengusap-usap bagian wajahnya yang tadi kena hantam Narantaka, "Tapi cukup menyenangkan. Nah, apalagi yang kalian punya sebelum aku hancurkan pelabuhan di sana?"
"Pak Polisi?" tanya Janggala.
"Aku sudah kirim pesan untuk mengevakuasi seluruh kota. Tahan dia selama mungkin sampai evakuasi selesai!"
"This is madness!" ucap Janggala.
"Kamu mau satu kota hancur dan musnah di depan mata kepalamu sendiri, Janggala? Kalau aku sih tidak!"
"Oke, baiklah Pak Polisi. Semoga tidak ada dari kita yang masuk surga duluan."
*****
Janggala dan Markus kembali harus mengandalkan cara klasik untuk bertahan : terjang, serang, menghindar, terjang, serang lagi, lalu menghindar lagi. Untuk sementara makhluk itu sepertinya masih bisa ditangani dengan cara seperti itu. Namun setelah sekian lama gagal menangkap dua 'lalat' penggangu di sekitarnya, makhluk itu menjadi marah besar. Ia hantamkan kedua tangannya ke lautan, ia sabetkan kesemua kaki-kaki guritanya ke sepenjuru arah dan sebuah gelombang besar segera terbentuk. Dengan kedua tangan terangkat, gelombang itupun berhenti.
"O-ow!" Janggala mulai khawatir dengan apa yang akan dilakukan makhluk itu dengan gelombang air setinggi 30 meter itu.
"Lari!" seru Markus yang tampaknya sudah paham mau apa makhluk itu dengan gelombang air sebesar itu.
Tapi secepat apapun mereka terbang, gelombang air itu menyusul mereka lebih cepat daripada kecepatan terbang mereka. Gelombang air itu langsung menghantam mereka dan menenggelamkan Markus serta Janggala ke perairan Laut Sawu. Sulit bagi mereka berdua untuk naik kembali ke atas karena daya dorong dari ribuan meter kubik air di atas mereka masih terasa, bahkan mereka sendiri kini terombang-ambing kesana-kemari terbawa ombak.
Kemudian mereka merasakan seorang memegang tangan mereka dan membawa mereka ke permukaan. Kedua agen Dakara itu ditinggalkan orang itu mengambang di permukaan laut yang masih gera sementara ia sendiri melesat tinggi ke angkasa.
Samar-samar Janggala mengenali siapa yang menolong mereka barusan, "Ali?"
"Salam wahai makhluk perkasa dari kedalaman laut, Kalarudra!" ujar Ali yang masih mengenakan celana boxer semata di hadapan makhluk laut raksasa itu.
Yang diajak bicara tertawa terbahak-bahak ketika menyaksikan sosok Ali, "Gurauan apa lagi ini? Bocah kurus kering sepertimu mau menantang aku? Dengarkan aku bocah! Batara Baruna butuh waktu 30 kali matahari terbit untuk mengalahkan aku dahulu! Itu dulu! Sekarang aku jauh lebih kuat! Lebih perkasa daripada yang dahulu! Seorang Batara Baruna pun bisa aku lumat sekarang!"
Ali tampak menyeringai sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tangan kanannya ia ulurkan, Astra Giri Kedasar ia panggil sambil menuding Kalarudra dengan telunjuk kirinya, "Oh kalian para Asura memang tidak tahu sampai mana batas kalian! Dengan congkaknya kalian merasa lebih hebat daripada dewa. Dengan congkaknya mengira dulu kau bisa mengalahkan Batara Baruna. Kuberitahu kau makhluk terkutuk, bukan Batara Baruna yang dulu mengalahkan kamu, tapi aku! Antasena!"
Kedua mata kuning Kalarudra membeliak, membesar, menatap tidak percaya ke arah pemuda kecil di hadapannya itu, terlebih ketika Giri Kedasar itu Ali sabetkan dan perlahan wujudnya berubah.
"Triwikrama ... BARUNA PASA[1]!"
[1]Cambuk Baruna
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top