BAB XVI : SETAN LAUT

Larantuka, Flores, NTT, 06.30 WITA

Kesia-siaan!

Itulah yang dirasakan Markus saat beradu jotos dengan 'Dursala' yang dipanggil Merdah berjam-jam yang lalu. 'Dursala' yang ini jauh lebih tangguh daripada Dursala yang ia lawan di Surabaya dahulu. Dursala yang ini tak mempan ia hantam dengan Ambus, dan satu-satunya yang bisa Markus lakukan nyaris dalam 24 jam terakhir ini adalah bertahan dan menghindar sambil mencari-cari celah untuk melumpuhkan lawannya. Melarikan diri bukan pilihan bagus karena Merdah ternyata telah membentengi area sekitar dengan sebuah benteng energi yang bahkan tak bisa ditembus oleh Tinju Brajamusti. Lagipula kupingnya panas juga ketika Merdah, dalam wujud Astrajingga bergigi satu itu tak henti-hentinya meledek dirinya yang mencoba melarikan diri dengan ledekan semacam : "Kalau Juragan melarikan diri dari sini sekarang, saya jadi curiga apakah Juragan juga akan meninggalkan istri dan anak Juragan kalau sudah menikah nanti?" atau "Saya jadi tak heran kenapa cerita tentang Juragan-Juragan semua kini dilupakan orang masa kini. Tingkah laku Juragan yang cari aman dan main kabur saja sudah menjelaskan itu semua!"

Biasanya Markus tenang menghadapi provokasi, tapi entah kenapa otaknya seperti kehilangan nalar untuk tidak terprovokasi perkataan Merdah. Akhirnya selama 24 jam, Markus akhirnya harus terjebak dengan adu jotos yang seolah tidak akan berakhir. Oh, bisa berakhir kalau dia menyerah kalah, tapi ia sama sekali tidak sudi dikalahkan orang botak dengan senyum menyebalkan seperti ini.

Tapi barangkali karena terlalu serius memikirkan perkataan Tualen, Markus jadinya tidak memperhatikan lawannya sehingga di satu kesempatan, 'Dursala' melayangkan satu hook ke pipi kanan Markus, disusul jab ke perut polisi muda itu sebelum akhirnya jab telak di dagu yang menjatuhkan Markus. Hasil berikutnya sudah bisa ditebak, 'Dursala' menghujani lawannya dengan bogem mentah sekeras batu karang secara bertubi-tubi. Sekali lagi perlawanan Markus sia-sia. Pukulan dan tendangan sama sekali tidak menggoyahkan 'Dursala'. Kepala dan kulit Markus memang lebih keras daripada orang biasa, tapi kalau kena hantam sesuatu sekeras batu karang itu ya sakit juga, apalagi itu terjadi berkali-kali.

Si 'Dursala' tampak tertawa-tawa senang menyaksikan lawannya sama sekali tidak berdaya. Sementara itu Brajadenta, astra cincin berbatu mirah di tangan kanan Markus mulai bercahaya terang. Ketika Markus melayangkan tinjunya kembali saat astra di tangan kanannya itu sudah bercahaya amat terang, tinju itu akhirnya bisa menjatuhkan 'Dursala'. Bukan hanya menjatuhkan, pria botak itu bahkan terpelanting sejauh beberapa meter sebelum akhirnya bangkit kembali.

Markus sendiri berusaha berdiri secepat mungkin sambil memijit-mijit dagunya yang sakit dan tampaknya mengalami dislokasi. Di sisi lain ia tetap awas pada lawannya. Lapisan keras di bahu si lawan tampak retak dan saat itu Markus refleks memeriksa tangan kanannya yang terakhir kali dipakai memukul lawannya tadi. Ia mendapat Brajadenta bersinar semakin terang dan kini Brajamusti pun turut memancarkan sinar pula.

Sinar batu selalu menjadi pertanda. Saat di Surabaya dahulu, ia mendapati cara menggunakan Brajamusti juga melalui sinar yang dipancarkan batu safir biru di tangan kirinya. Sekarang Brajadenta memancarkan sinar serupa, dan Markus menganggap ini adalah suatu pertanda.

'Dursala' sudah bangkit kembali dan kini kembali membentuk dirinya seperti bola karang yang langsung menerjang ke arah Markus. Markus refleks menghantamnya dengan tinju tangan kanannya dan seketika 'Dursala' pun pecah menjadi ratusan keping batu.

Merdah yang sedari tadi duduk di atas sebuah batu langsung bertepuk tangan menyaksikan Markus sudah mengalahkan 'Dursala', "Nah begitulah Juragan! Jika sudah begitu barulah Juragan patut menanggalkan nama Tetuka dan berganti nama menjadi Gatotkaca!"

******

Di tengah laut sendiri, Janggala yang masih merokok di atas haluan kapal yang tengah mengelilingi 'Daerah Tanpa Ikan'. Sudah semalam suntuk mereka menyisir area sekitar situ namun tak mereka jumpai 'korban selamat' yang mereka cari. Kala Sang Kapten Kapal masih semangat mencari korban, Janggala dan Sersan Moti tampak cuek bebek di haluan kapal sambil menghisap rokok mereka dalam-dalam.

Sekilas suasana laut tampak tenang namun hal ini tidak berlangsung lama. Sejenak kemudian hal itu terjadilah ombak besar disertai gempa yang segera terdeteksi oleh mesin pengukur gempa di haluan kapal. Gempanya tidak berlangsung lama, hanya sesaat tapi segenap awak tiba-tiba dicekam rasa ngeri yang luar biasa. Tak terkecuali Janggala.

Janggala segera berdiri dan meminjam sebuah binokular dari Sersan Moti. Ia melihat di kejauhan tampak sebuah area lautan penuh dengan buih dan gelembung putih. Telinganya – jika tidak salah dengar – mendengar raungan makhluk yang tidak semestinya berada di laut. Instingnya memberitahunya bahwa bahaya tengah mendekat.

"Kapten!" seru Janggala pada si kapten kapal, "Putar balik kapal-kapal kita! Sekarang! Cepat!"

"Kenapa Agen Janggala? Apa yang ...?" si kapten belum selesai bicara ketika salah satu kapal dari armada yang ia pimpin tiba-tiba pecah menjadi dua. Pecah karena dicengkeram tangan makhluk yang ukuran kepalan tangannya setara kapal feri.

"Putar balik! Cepat!"

Sang kapten kali ini tidak bertanya lebih jauh. Ia segera mengirim sinyal peringatan kepada kapal-kapal lainnya sembari mengirim pesan suara bahwa mereka semua harus kembali ke pelabuhan dengan kecepatan penuh. Semua kapal nelayan itu pun segera berbalik mengikuti arahan dari kapal yang ditumpangi Janggala namun naas, satu kapal kembali gagal lolos dari cengkeraman tangan makhluk tersebut.

"Mama Sayange! Makhluk apa itu, Agen Janggala?" tanya Sersan Moti yang masih tak henti-hentinya mengamati pergerakan makhluk itu yang kini mengincar kapal terbelakang. Gerakan makhluk itu kira-kira 25 knot, kurang lebih sama dengan kecepatan rata-rata kapal nelayan yang mereka pakai saat ini, tapi bukan mustahil makhluk itu bisa bergerak lebih cepat.

Menyadari bahwa seluruh armada kapal ini dalam bahaya besar jika ia tidak bertindak apa-apa, Janggala segera berlari menghampiri kapten kapal dan berkata, "Saya akan alihkan perhatian makhluk itu, kalian cepatlah lari."

"Memangnya apa yang bisa Anda lakukan seorang diri, Agen Janggala?" tanya si kapten kapal.

"Jangan banyak tanya, Kep! Segeralah lari ke pelabuhan dan kalau perlu evakuasi penduduk sekitar pantai!" jawab Janggala kasar sembari menghentakkan kakinya lalu melesat ke angkasa.

*****

Tubuh Janggala segera melesat ke barisan belakang armada di mana ia melihat tangan makhluk raksasa itu sudah hendak melumat kapal di barisan terbelakang. Janggala lekas mengambil sarung tangan besi miliknya dari saku celananya dan memasangnya di tangan kanan.

"Astra ... Wihaya!" seru Janggala dan segera saja tangan kanannya diselimuti kobaran api membara.

Satu ayunan tangan dari Janggala dan sebuah bola api seukuran dua kali bola basket melesat ke dalam laut. Air laut yang dihantam bola api tersebut langsung tampak berasap sebelum akhirnya timbul ledakan kecil. Tangan makhluk misterius yang terkena hantam bola api Janggala itu kini tak lagi terlihat, tapi Janggala kini menjadi kebingungan, ke mana perginya makhluk itu?

Tapi sepertinya Janggala tidak perlu menunggu lama, karena tak sampai hitungan menit, dari dalam lautan timbul bayangan makhluk raksasa tepat di bawah kaki Janggala. Janggala segera sadar diri dan terbang menjauh sebelum akhirnya sosok makhluk itu menampakkan diri.

Janggala tidak tahu harus menyebut makhluk itu apa. Makhluk itu merupakan gabungan berbagai makhluk laut dengan sosok humanoid. Dasar kakinya berupa tentakel gurita yang memanjang dan menopang tubuh mirip manusia namun ukurannya setara gedung pencakar langit. Sisik-sisik keras mengkilat menutupi seluruh tubuhnya dan beberapa sisik tersebut membentuk rupa seperti duri yang menghiasi bagian leher dan bahu si makhluk bagaikan baju zirah. Kepalanya serupa ikan dengan mata kuning menyala dan mulut penuh deretan gigi yang ukurannya relatif kecil bila mempertimbangkan ukuran tubuhnya namun jelas terlihat setajam silet.

Tatapannya mengintimidasi. Bahkan Janggala sendiri merasa gemetaran menatapi makhluk itu dari kejauhan. Sekarang ini satu pertanyaan besar melintas di kepala Janggala : bisakah ia keluar dari sini hidup-hidup?

Kalarudra - Art nyomot dari artis LW (https://art.alphacoders.com/arts/view/72059)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top