BAB II : ANAK AIR
Desa Guci, Jawa Tengah, beberapa bulan yang lalu.
"Suatu saat kau mungkin akan didatangi penegak hukum, polisi, jaksa, atau mungkin saja Badan Intelijen Strategis Angkatan Darat. Mereka mungkin akan menemuimu, mengancam akan memasukkanmu ke dalam penjara dan untuk menghindarkan dirimu dari hal itu, mereka akan meminta kompensasi darimu berupa kebungkaman mulutmu. Pada saat itu terjadi, kau harus segera habisi para penegak hukum itu dan segera hubungi aku. Aku akan segera menggunakan koneksiku untuk menghilangkan jejakmu," kata Janggala
"Tapi itu sebuah pelanggaran hukum. Itu seperti membersihkan kotoran sapi menggunakan kotoran kambing kan?" balas Ali.
"Kamu tahu, Li. Pada masa yang telah lampau, saat oli masihlah diolah dari minyak bumi dan bahan bakar kendaraan masih menggunakan bahan bakar bensin dan solar, untuk membersihkan noda oli pada struktur mesin, pihak bengkel selalu menggunakan bensin atau minyak tanah. Deterjen pada masa itu mustahil digunakan untuk membersihkan noda oli, hanya bensin atau minyak tanah saja yang bisa. Anggap saja orang-orang bajingan ini noda oli yang telah mengeras dan cara yang aku usulkan ini bensin atau minyak tanahnya."
Desa Guci, Jawa Tengah, saat ini.
Rasanya baru kemarin Janggala memperingatkan Ali soal kemungkinan kedatangan pihak berwajib ke hadapannya, dan sekarang Ali benar-benar harus berhadapan langsung dengan pihak berwajib ini.
"Tunggu sebentar," Ali mengangkat sebelah tangannya, "Atas dasar apa anda menuduh saya telah melakukan pembunuhan?"
"Dua pegawai PT. Trisna Nikel Indonesia melaporkan bahwa anda terlihat di sekitar hotel tempat dua korban menginap dan dua jam sejak mereka melihat anda, tiba-tiba saja mereka menemukan kedua korban sudah tewas di kamar mereka," kata Syailendra.
"Hasil otopsi dan uji toksisitas telah mengungkapkan bahwa korban tewas karena diracun. Dan dari sejumlah tersangka, hanya anda yang memenuhi latar belakang pengetahuan soal racun," sambung Riyadi.
"Anda Sarjana Ilmu Alam, Pak Ali. Dan bidang keahlian utama anda adalah Kimia. Saat menjadi mahasiswa anda pernah menulis sebuah karya ilmiah yang cukup menarik : 'Ekstrasi Aneka Racun Dari Tumbuhan dan Hewan di Sekitar Kita'," sambung Syailendra.
"Wow, wow, sebentar. Racun apa yang membunuh mereka? Racun tembakau kah? Racun arsenik kah?"
"Racun ikan buntal," jawab Syailendra.
"Nah, dari situ saja argumen anda sudah cacat Pak Polisi. Ini desa jaraknya jauh sekali dari lautan. Mana ada ikan buntal hidup di desa ini coba?"
"Yah ...," Riyadi menyilangkan kedua tangannya di dada, "Anda kan bisa beli ikan buntal di pelabuhan."
"Atau anda bisa juga pakai Giri Kedasar untuk membunuh mereka," kata Syailendra.
******
Berkelit dari argumen para polisi sebisa mungkin lalu menyerang mereka di saat mereka lengah adalah rencana A di dalam kepala Ali. Itu sudah dia lakukan dan ia simulasikan sedemikiran rupa. Tapi saat Ali mengetahui bahwa dua aparat ini tahu soal Giri Kedasar miliknya, rencana di dalam kepala Ali buyar berantakan.
Siapa mereka? Bagaimana mereka bisa tahu soal Giri Kedasar? Benak Ali dipenuhi pertanyaan.
Rencana B Ali? Konfrontasi langsung dengan aparat! Tapi untuk rencana ini, Ali tetap tidak mau melakukannya di pura desa meski pura desa telah kosong. Maka dari itu, Ali kemudian melepaskan ikat kepalanya, melepas sarung poleng yang ia kenakan kemudian mengajak dua aparat itu berjalan keluar dari area pura menuju bagian belakang pura yang terdiri dari kebun yang penuh dengan rerimbunan bambu.
Kedua aparat itu mengikuti Ali dari belakang dan saat mereka bertiga sudah memasuki area kebun bambu itu, Ali memanggil astra miliknya dan menyabetkannya ke arah Riyadi. Riyadi dengan sigap menangkap tali cambuk Giri Kedasar dan menarik Ali ke arahnya. Ali yang langsung sadar bahwa lawannya ternyata mampu memprediksi gerakannya, langsung menyentakkan kaki ke tanah dan melayang sambil ganti menarik Riyadi.
Riyadi yang tidak menyangka lawannya bisa terbang akhirnya sempat terbawa juga ke atas tanah setinggi beberapa meter sebelum jatuh kembali ke tanah karena melepaskan genggamannya pada Giri Kedasar karena tiba-tiba saja tangannya serasa disengat.
Riyadi jatuh berdebam ke tanah yang ditutupi daun-daun bambu yang telah rontok sebelum akhirnya berdiri kembali, menghentakkan kaki kirinya ke tanah sebanyak 3 kali dan masuk ke dalam tanah.
Di angkasa, Ali melihat bahwa sosok Riyadi sudah tak tampak lagi. Yang ada hanyalah sosok polisi tua yang rambutnya mulai beruban itu tapi ia tampaknya tak melakukan apapun. Saat ini di kepala Ali mulai disusun rencana C. Pura-pura kabur dahulu lalu serang dua polisi itu saat mereka lengah.
Giri Kedasar ia simpan kembali dan merasa ada otot tangannya yang salah urat akibat ditarik Riyadi tadi, Ali memutuskan untuk mendarat di sebuah bukit guna membenahi uratnya.
*****
Riyadi menyadari bahwa sejak kecil dia punya dua kemampuan khusus. Yang pertama ia menyadari bahwa ular – meskipun para ilmuwan menyatakan mereka tidak punya telinga – bisa mendengar dan berbicara, dan ia paham bahasa mereka. Yang kedua ia menyadari bahwa langkah kaki setiap orang sangat khas, kekhasan aroma tubuh dan sidik jari setiap orang, dan ia menyadari bahwa ia bisa mengetahui kedatangan seseorang hanya dengan merasakan getar langkah kakinya yang ia rasakan melalui telapak kakinya.
Bertahun-tahun berlalu, ia bertemu dengan kakek tua yang mengaku bernama Antaboga dan kakek itu mengajarinya cara untuk meleburkan diri ke dengan bumi. Di dalam bumi, setiap langkah kaki seseorang menjadi terdengar lebih jelas dan gamblang. Asalkan orang itu tidak melayang di atas tanah, Riyadi mampu mendeteksi keberadaan seseorang hanya dengan menyelam ke dalam bumi. Seperti dalam kasus ini, butuh waktu lima menit bagi Riyadi untuk mencari keberadaan Ali karena pemuda itu selama lima menit terakhir ada di atas tanah.
Namun saat telapak kaki Ali kembali menjejak bumi, Riyadi tak lagi membuang waktu, ia segera berenang di antara lapisan tanah berbatu dan akar-akar pohon menuju permukaan tanah dan keluar tepat di belakang Ali.
Targetnya tak menyadari kehadirannya dan dengan segera Ali memiting lengan Ali lalu menjatuhkan Ali ke tanah.
"Mau kabur eh, Pak Mangku?" ledek Riyadi sembari mengunci gerakan lengan Ali dan bersiap memborgolnya.
*****
Ali benar-benar tidak menyangka bahwa pengejarnya kali ini punya kekuatan 'aneh'. Keluar-masuk tanah seenaknya seperti tikus saja. Biasanya para pengawal terlatih sekalipun bisa dia lumpuhkan dalam hitungan menit saja, tapi lawannya yang satu ini ternyata tak boleh dia anggap remeh.
Cari sungai! Ada suara berseru di dalam kepalanya.
"Siapa?" Ali terkejut dengan suara itu. Suara itu seperti suara dirinya sendiri yang tidak dikatakan oleh mulutnya.
"Hariyadi Daksa, salam kenal!" kata Riyadi yang salah mengira Ali tadi menanyakan namanya.
Aku tidak tanya namamu, polisi bodoh! Rutuk Ali, namun saran dari suara asing tadi tampaknya boleh juga untuk dipertimbangkan. Dalam benak Ali jika orang ini memang benar bisa sesuka hatinya keluar-masuk tanah, tekstur tanah di dasar sungai pasti menyulitkannya karena liat dan arus air akan memperlambat gerakannya.
Jadi itulah yang dilakukan Ali, saat Riyadi selesai memborgolnya, ia berusaha menggeliat membebaskan diri dan berhasil kembali terbang melayang. Riyadi yang tampaknya kesal karena dari tadi targetnya terbang melulu melontarkan sejumlah 'kata-kata mutiara' yang Ali kenal khas sekali dari daerah Jawa Timuran mulai dari mbote, telo, jambu, asu[1] hingga yang paling ngetop : 'jancok'.
"Jancok! Arek iki njaluk tak pateni tenan! (Jancok! Anak ini benar-benar minta kubunuh!)" Riyadi masih bersumpah serapah.
Ali tidak menghiraukan berondongan kata-kata mutiara Riyadi, seperti rencana yang semula, ia terbang mencari sebuah sungai dan mendarat tepat di tengah-tengahnya. Sebuah aliran kekuatan terasa merasuki dirinya dan dengan usaha beberapa kali, Ali berhasil merusakkan borgol di tangannya dengan menarik tangannya ke dua arah yang berlawanan
Arus sungai tempat Ali mendarat lumayan deras dan dingin, tapi Ali sudah terbiasa dengan dinginnya air sungai seperti itu. Ali menunggu selama beberapa saat sebelum Riyadi nongol dari dalam tanah di pinggir sungai seperti dugaannya.
Tangan Riyadi menggenggam sebuah rantai yang dililitkan ke pergelangan tangannya dan Riyadi bergegas meloncat ke dalam sungai. Ali kembali mengeluarkan Giri Kedasar miliknya dan mulai melangkah mengitari lawannya. Riyadi yang tahu ia hendak dikitari balas mengitari Ali sehingga dua orang itu saling melangkah berhadap-hadapan dalam lintasan berbentuk lingkaran.
Lalu Riyadi mulai mengayunkan cambuk rantainya ke arah Ali. Ali menghindar dan cambuk rantai milik Riyadi memukul permukaan air cukup keras, melontarkan sejumlah besar volume air ke udara. Ali pun balas mengayunkan cambuk talinya kepada Riyadi. Sekali lagi Riyadi tak menghindar melainkan menangkap cambuk Ali dan melilitkannya ke tangan kirinya.
Ali merasakan di sungai kekuatannya menjadi sedikit bertambah. Ia menarik cambuknya dan berusaha menjatuhkan Riyadi ke dalam sungai dan ia berhasil. Segera setelah lawannya jatuh ke dalam sungai, Ali berlari ke arah Riyadi dan melancarkan hentakan kaki kanan ke bagian yang ia duga adalah leher Riyadi.
Tapi ada yang aneh dari tubuh Riyadi. Kaki Ali seperti menghantam lempengan logam tebal alih-alih kulit manusia dan belum sempat ia melancarkan serangan lagi, kakinya dicengkeram oleh tangan Riyadi dan Riyadi menjebloskannya ke dalam sungai.
Riyadi menenggelamkan Ali ke dalam sungai dengan maksud supaya kesadaran Ali menipis dan lebih mudah dilumpuhkan namun strategi Riyadi agak salah jika diterapkan pada Ali.
Saat di dalam sungai ini, Ali menyadari bahwa ia bisa bernafas selayaknya berada di luar air. Usaha Riyadi untuk melumpuhkannya di dalam air sia-sia. Ali kembali memberikan perlawanan dengan melancarkan pukulan ke dada Riyadi yang menahan tubuhnya dan Riyadi pun terhuyung oleh hantaman yang tenaganya tak main-main itu. Ali pun kembali berdiri, cambuk tali Giri Kedasar miliknya ia tarik dan ia rentangkan dengan kedua tangannya lalu tali cambuk itu tampak mengeras dan tegak seperti batang kayu dengan ujungnya membentuk lilitan seperti akar pohon yang melilit tangan Ali.
Giri Kedasar berubah rupa menjadi seperti senjata anggar hanya saja tidak terbuat dari logam besi melainkan logam berwarna jingga keemasan. Sementara itu Riyadi kembali melangkah mendekati Ali sekali lagi. Di bawah sinar temaram bulan purnama, Ali bisa melihat jika tubuh Riyadi kini dilapisi semacam sisik seperti sisik ular yang hijau berkilauan ditimpa sinar bulan.
Riyadi mengambil posisi kuda-kuda, bersiap menyerang, Ali pun mengambil posisi serupa dengan senjata tajam mirip anggar di tangannya.
Setelah enam detik saling bertatapan, kedua pria muda itu pun saling menyerang. Riyadi melilitkan rantai miliknya pada kedua tangannya membentuk susunan seperti borgol rantai pada dirinya sendiri dan menggunakan jalinan rantai di antara kedua tangannya untuk mengunci setiap serangan 'anggar' Ali. Ali pun tak habis akal, ia berkali-kali berusaha melakukan sapuan tendangan kaki kanan untuk menjegal Riyadi namun kuda-kuda lawannya ternyata kokoh dan tak mudah dijatuhkan. Ditambah lagi sensasi menghantam 'metal' juga ia rasakan di kaki Riyadi.
Dua orang itu saling bertukar tendangan , tusukan, dan pukulan selama setidaknya sepuluh menit. Ali pun segera menyadari bahwa dia kalah kekuatan dalam hal ini. Sisik yang melapisi tubuh Riyadi jauh lebih dalam daripada yang ia duga. Senjatanya tak mampu menembus sisik yang ternyata melapisi seluruh tubuh Riyadi itu. Racun yang terdapat di ujung senjatanya memang bisa sedikit membuat korosi pada sisik Riyadi namun hanya sedikit dan secara keseluruhan ia terdesak.
Harus lari! Itu yang ada di pikiran Ali namun lari dari sini tidak mudah. Aparat di hadapannya ini sudah sangat serius. Setiap kali ia hendak terbang, cambuk rantai yang ia lilitkan di kedua tangannya itu dengan cepat ia lepaskan dan ia lesatkan ke arah kaki Ali, membuat Ali jatuh kembali ke dalam sungai dan kembali mendapat serangan dari Riyadi.
Hingga akhirnya kesempatan untuk lari datang juga bagi Ali. Riyadi bisa ia hantam cukup kuat dengan kaki kirinya dan terbentur sebuah batu sungai dan dengan bantuan batuan dasar sungai yang cukup licin, Riyadi terjerembab dan terjatuh, membuka kesempatan bagi Ali untuk lari.
Sayangnya saat ia terbang kembali, ia tidak melihat aparat lainnya tengah menodongkan senjata ke arahnya. Ali baru menyadari itu ketika aparat yang satu lagi telah menembakkan sesuatu ke arahnya. Ali melirik ke arah bekas tembakan tadi dan mendapati bahwa enam buah peluru jarum yang berisi ekstrak cairan asing berwarna biru telah menancap di dada dan perutnya.
Lalu tiba-tiba Ali merasa mengantuk. Kemudian ia terjatuh. Tubuhnya berdebam di tanah, lumpuh, dan dua aparat itu perlahan mendekat ke arahnya.
Mampus! Ali merutuk.
Catatan Pengarang :
Wai, author mau ucapkan selamat tahun baru buat pembaca sekalian. Sebetulnya bab ini mau author kirim kemarin sebagai hadiah tahun baru tapi karena bab ini belum selesai ditulis jadinya baru bisa dikirim hari ini. >.<
Seri Sang Awatara yang ketiga ini sendiri rencananya cenderung akan kembali akan berfokus pada kisah protagonis-protagonis di seri pertamanya, Markus, Riyadi, dan Janggala dengan kedatangan satu tokoh baru bernama Ali Mahardika. Mahesa dan Bayu (serta Mandala) akan muncul sedikit sih >.< .
Mengenai Ali, sudahkah pembaca sekalian bisa menebak dia ini siapa? >.<
[1]Mbote = talas, telo = ketela rambat, asu = anjing, jambu = artinya masih jambu
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top