Part 1

Ketika cahaya itu membalut tubuh, terasa hangat. Seperti memeluk kedinginan yang sering kali menusuk tanpa mau berhenti

☀☀☀

Senyum segaris itu tak bisa disembunyikan saat merasakan tubuhnya mulai dibalut sinar mentari di pagi hari ini. Padahal kegiatan seperti ini telah terjadi setiap hari, saat dirinya berada di atas balkon sekolah sambil melihat matahari pagi atau biasa dibilang sunrise.

Di saat murid lain baru bersiap-siap untuk berangkat sekolah, gadis itu telah bergegas ke sekolah sebelum mentari terbit memancarkan sinar. Mungkin dari milyaran makhluk di muka bumi ini hanya dia yang memiliki kebiasaan aneh ini.

Drt... Drt... Drt...

Kegiatan menikmati cahaya mentari ini seketika terhenti saat ponselnya bergetar. Tangannya segera merogoh saku rok untuk mengambil sumber pengganggunya di pagi hari ini. Tangannya lihai menggeser layar ponsel untuk melihat pesan yang baru saja masuk.

Mang Joko
Neng Aru, saya lupa bawa kunci gerbang. Neng udah di sekolah kan? Bisa bukain gerbang?

Gadis yang dipanggil Arunika itu hanya menghela napas dalam-dalam. Ini masih pagi, tidak mungkin dia harus badmood duluan karena kegiatannya diganggu oleh Mang Joko.

"Tenang Aru, Mang Joko udah baik sama kamu karena kasih kunci duplikat gerbang, jadi nggak boleh kesal ya sama Mang Joko," Ucapnya sambil menyibakkan debu di rok abu-abu. Sepertinya dia harus membeli kursi lipat, entah kenapa tidak pernah terpikirkan sebulan belakangan ini. Karena saat sampai di atas balkon, biasanya Arunika langsung duduk manis tanpa memikirkan roknya yang akan kotor.

Sambil berlari kecil, ia segera turun menuju gerbang sekolah. Ia bisa merasakan ponselnya yang bergetar beberapa kali. Bisa dipastikan Mang Joko yang sudah tidak sabar menunggu Arunika. Dikira Mang Joko, Arunika ini spiderman apa bisa pindah-pindah tempat secara cepat. Sudah jelas ia harus menuruni 3 lantai.

Dengan keringat yang sudah bercucuran, langkah Arunika semakin memelan. Capek. Yaiyalah, bayangkan saja masih pagi, tapi dia sudah bolak-balik turun tangga. Kalau bukan karena Mang Joko yang baik, Arunika malas sekali sudah berolahraga seperti ini di pagi hari.

"Duh kok lama banget Neng," Keluh Mang Joko saat Arunika sudah sampai tepat di depannya. Ia segera meraih kunci dari tangan mungil itu. Lalu, membuka pintu gerbang dengan senyum sumringah karena tidak perlu kembali ke rumahnya.

"Mang Joko ihhhhhhh, aku udh nahan kesel karena harus ke sini. Malah dimarahinn!" Omelnya dengan muka tertekuk. Oke, ternyata Arunika tidak bisa lama-lama untuk bersikap tenang. Padahal saat di atas tadi, dia sudah meyakinkan dirinya untuk tidak terbawa emosi.

"Astaghfirullah Neng, siapa yang marahin," jawab Mang Joko.

"Itu tadi marahin aku. Udah ah bete," Arunika segera melangkah meninggalkan Mang Joko sambil Menghentak-hentakkan kakinya kesal.

Kegiatan melihat sunrise diganggu, keringatan di pagi hari, dimarahin di pagi hari. Pokoknya Arunika sangat benci kalau hal itu terjadi. Parahnya ketiga hal itu terjadi secara bersamaan. Sepertinya Arunika harus meditasi saat di rumah nanti, memikirkan apa dosanya sampai ketiga hal yang dibencinya datang secara bersamaan.

Saking sibuknya, Arunika sampai tidak sadar jam berapa sekarang.

"Ah udah jam 06.02 aja," Ujarnya.

Tadinya Arunika mau lanjutin kegiatannya yang terhenti tadi. Akan tetapi, membayangkan untuk naik lagi ke balkon kayaknya ia sudah tak sanggup. Lagipula dia belum mengerjakan PR matematika. Lebih baik ia merenungi angka-angka itu, sambil berpikir kenapa tidak bisa ia taklukan dari semalam. Jujur Arunika benci sekali dengan pelajaran matematika.

"Aruuuu!!"

Baru saja ingin membuka pintu kelas, ia cukup dilkagetkan dengan suara cempreng yang sangat ia kenal. Siapa lagi kalau bukan sahabatnya sekaligus teman senasibnya, Gia.

"Tumben udah datang, biasanya juga masih di jalan," Ucap seorang perempuan dengan tinggi semampai itu sambil merangkul bahu Arunika dengan mudahnya.

"Ihhh gausah rangkul-rangkul. Kamu bikin kesel ajaaa, iya tau aku emang pendek," Keki Arunika sambil melepaskan rangkulan itu dan duduk di bangkunya.

"Ihhh kenapa sih sensi banget. PMS ya luuu!!"

"Diem Gia, aku lagi kesel" ujar Arunika sambil cemberut.

"Udah sihh pasti karena tugas pak Yono kan??? Tenangg ada guaa yang serba bisaa. Lu pasti belum kerjain kan? Tenang tenang," Ujar Gia sambil mengeluarkan buku bersampul hitam dan meletakkan di atas meja kayu itu.

Netra coklat itu seketika berbinar. Jangan salahkan mood Arunika yang gampang berubah karena kalau sudah berkaitan dapat contekan tugas Pak Yono, ia merasa beban hidupnya terangkat.

Dengan semangat 45, ia segera mengambil bukunya yang sampulnya seragam dengan Gia. Secara tergesa-gesa, ia segera mencari tugas yang dikerjakan sahabatnya ini.

"Giaaaaa, mana jawabannya??" Tanya Arunika.

"Loh siapa bilang gua udah tulis jawabannya? Gua udah nulis soal doang hahahahaha," Gia menyemburkan tawanya untuk kemudian dia menjauh dari Arunika.

Dengan napas yang terengah-engah karena menahan kesal. Arunika bersiap untuk menyerang Gia. Dia segera bangkit dari kursinya dan menghampiri Gia yang telah ancang-ancang untuk menjauh dari Arunika.

"Giaa sini kamuuu!"

"Ayoo tangkap gua!! "

Melihat Gia yang keluar kelas, Arunika segera berlari menuju pintu kelas. "Gia liat aj—"

Brukkkkk

"Awwww," Rintih Arunika saat bokongnya mendarat dengan sempurna di lantai kelas.

"Gua kayaknya salah masuk sekolah. Ini taman kanak-kanakkah?"

Melupakan pinggangnya yang sepertinya terasa sakit, Arunika segera meliarkan netranya untuk melihat pelaku yang membuatnya terjatuh tak berdaya seperti ini. Akan tetapi, sebelum itu terjadi, ia bisa merasakan hidungnya mengelurkan cairan merah berbarengan kepalanya terasa pusing. Perlahan penglihatannya menghitam. Tidak mungkin Arunika mati konyol secepat ini, kan'?

Bogor, 27 November 2024
21.55 WIB

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top