2. Benteng Seloto
Ada benteng tersembunyi selain Kemutar Telu, berada di pertengahan antara Taliwang dan Jereweh. Hanya segelintir orang yang mengetahui keberadaannya, karena dikhususkan sebagai tempat mengambil hasil bumi.
Saat tiba di sana, rakyat Seloto tengah melakukan tasyukuran hasil panen. Para pelancong pun langsung dihadang oleh sekumpulan orang itu. Dipicu karena Mekal Tana dari Benteng Seran memaksa memasukkan seorang korban perang.
Untuk meredam kericuhan, Enti Desa yang menjadi pemimpin Desa Seloto menengahi. "Maaf. Kami memang tidak memberikan akses semudah itu untuk masuk kemari. Jika ingin bergabung, kalian harus menuliskan semboyan tanah Sumbawa sebagai bukti Anda sekalian bukanlah musuh."
Di sinilah letak perbedaan etnis asli dan darah campuran. Hanya pribumi yang mampu menulis semboyan itu menggunakan satera jontal, yaitu sebuah sastra dengan media daun lontar dari aksara tanah Sumbawa. Setelah selesai ditulis, mereka memasukkannya ke dalam guci kepunyaan Enti Desa.
Di antara kerumunan, manik mata Sahara menangkap sebuah sosok. Tubuhnya menghilang, lalu kembali lagi. Begitu seterusnya. "Tunggu, siapa kau?!" pekik Sahara ketika melihatnya keluar dari balai adat sambil membawa guci tersebut.
Ketika sadar ada yang membuntuti, ia langsung menghilang. Menyisahkan suaranya bergaung di telinga Sahara. "Aku Ced, Cedric."
"Aku lihat, kau juga berdarah campuran," ujar Sahara dalam kekosongan. Dia sudah mati akal dan tidak peduli sosok macam apa yang tengah ditemui. Bahkan jika bukan manusia sekalipun. "Jangan bersembunyi, tunjukkan keberadaanmu!"
Cedric tak menjawab lagi. Sahara memijat pelipis, lelah sebab selama ini tak menemukan teman sepermainan karena berdarah campuran. Terlebih sebentar lagi dia dan mamanya akan diusir dari Benteng Seloto karena tidak bisa menulis satera jontal.
Dalam hening, Sahara menghirup aroma bakaran, bersama bumbungan asap takjauh dari situ. Ketika dia mengikutinya, ada sosok siluet tengah berdiri pada tumpukan jontal yang sudah terlahap api.
"Oh, tidak." Sahara meneguk saliva dalam-dalam. "Kenapa kau melakukan ini?!" Sahara benar-benar takhabis pikir, padahal ini menjadi satu-satunya cara para pelancong diterima di Benteng Seloto.
Bocah itu malah tersenyum, seolah tak merasa bersalah. "Kau tadi mencari Ced, kan? Aku membantu Ced untuk mempermudah pencarianmu dengan menjadikan api ini sebagai penanda."
Sahara mengernyit. "K-kau membantu Ced?" Dia mengulang perkataannya untuk memastikan, apakah dirinya tidak salah dengar. "Bukankah kau sendiri Cedric?"
"Bukan, Lady. Aku David." Setelah pernyataan tersebut, anak laki-laki itu kembali menghilang, bersama dengan rakyat berbendong-bendong menuju tempat kebakaran.
Melihat Sahara orang pertama yang berdiri di situ, dia menjadi tersangka atas kebakaran. Kesalahpahaman semakin menjadi, karena wajah Sahara memiliki gen Eropa. Margareth hanya bisa memeluknya di tengah kerumunan, sambil bersenandung ketika mulai dihujani bebatuan.
Pariri lema bariri
Semboyan Sumbawa Barat
Semboyan Sumbawa Barat
Jadi jiwa pembangunan
Sudah lama sekali semboyan itu tidak dilantunkan. Enti Desa menjadi haru. Karena kemurahan hatinya, ia memberi waktu untuk Margareth dan Sahara bermukim selagi menunggu tempat yang layak.
Semua cercaan diterima oleh keduanya, seolah sebagai bayaran tinggal di sini. Kini, Sahara tengah menatap pantulan dirinya di cermin. Dia memiliki kulit kuning langsat warisan sang papa. Sementara wajahnya mirip sang mama.
"Ini aku."
Kekuatan dari senandung menuntun sosoknya yang berada dari balik cermin untuk menyahut, "Dan kau adalah aku."
"Kita adalah suatu persamaan maya, kita bagian dari yang terasingi." Sahara menitihkan air mata dalam simponi indah itu. "Tapi mengapa, mengapa kita harus berbeda dengan mereka?"
"Mengapa, mengapa, mengapa?!" pekik Sahara sembari menghantam cermin dengan sanggul emasnya. Membuat serpihan-serpihan kaca mengenai mukanya, tetapi ia takpeduli.
Keretakan di kaca menyisahkan lubang menganga. Seorang mewujud dari balik cermin sembari tertawa ngeri. Sontak, Sahara terperanjat. "S-siapa kau sebenarnya?!" tanya Sahara kepada sosok dengan dua nama, Cedric sekaligus David.
"Kenapa tidak lebih dulu mencari tahu, asal usul kekuatan senandung yang kau wariskan dari Missen Margareth itu?" ungkap Cedric melempar balik pertanyaan.
Tanpa menunggu respon Sahara,
Cedric memberikan sebuah topeng Klana kepadanya. Klana menjadi figur tokoh drama sandiwara. Dia adalah seorang kembara, mencari jati diri dalam hidup penuh kepalsuan ini.
"Apa maksudmu?" Sahara dirundung berbagai pertanyaan berkelindan. Terlebih ketika topeng Klana secara ajaib melekat pada wajahnya yang terluka dan tidak bisa dilepas begitu saja.
Cedric kini keluar sepenuhnya dari balik cermin dan berdiri tepat di hadapan Sahara. "Dulu, kaupernah bersenandung tentang betapa menginginkan sebuah topeng. Sekarang, topeng itu menutupi lukamu, sekaligus menjadi bagian dari sandiwara."
Para pengguna topeng dikenal dengan sebutan sandiwara. Mereka yang hidup dalam kepalsuan akan mewarisi topeng tersebut. Mulai dari topeng yang digunakan untuk memalsukan suara, hingga menutup identitas seseorang.
Peruntungan seseorang memiliki dua kekuatan seperti Sahara terlampau langka. Umumnya, sandiwara terpilih secara acak dari kalangan yang mengalami kesulitan. Kendati demikian, Sahara kini hidup dengan percaya diri ketika menggunakan topeng tak kasat mata itu, yang ampuh menyamarkan wajah darah campurannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top