29 | Bitchilante

Garling tahu, apa impian terbesar cucunya sejak kecil hingga dia tumbuh menjadi remaja seperti sekarang. Dia tidak ingin munafik, sedikit banyak dia setuju jika Shanks adalah ayah yang brengsek. Selama 11 tahun pria itu merawat Thalassa, putranya itu tidak pernah mengirimkannya pesan atau menelepon untuk sekedar menanyakan kabar putrinya. Hal tersebut terkadang membuat Garling sedikit kesulitan untuk menjawab pertanyaan random dari cucunya tersebut. Seperti; “Apakah Papanya menyayanginya?”

Biasanya jika pertanyaan itu muncul, Garling akan menjawab dengan mudah; “Tentu saja, Kurcaci. Kedua orang tuamu pasti menyayangimu.”

Namun saat Thalassa lanjut bertanya; “Lalu kenapa dia tidak pernah menemuiku? Dia pernah datang ke Marijoise, lalu kenapa dia tidak mau sekalian bertemu denganku? Apakah aku berbuat kesalahan hingga dia membenciku dan tidak mau menemuiku lagi?”

Saat itulah Garling terdiam. Dia tidak bisa menjawabnya. Lebih tepatnya dia tidak tahu harus menjelaskannya seperti apa. Mustahil Shanks membencinya. Dia tahu betul bagaimana ekspresi pria itu saat meminta bantuan padanya untuk membawa Thalassa. Wajahnya begitu frustasi dan ada rasa tidak terima saat putrinya harus tinggal jauh dengannya.

Namun setelah bertahun-tahun berlalu, bahkan muncul kabar jika Akagami sekarang mendapatkan gelar Yonko itu cukup membuat Garling semakin dibuat bingung. Shanks bisa dipastikan memiliki banyak kuasa. Bahkan sekelas Angkatan Laut saja tidak bisa menyerangnya tanpa ada izin dari petinggi mereka. Bajak laut lainnya pun juga akan berpikir 10 kali untuk berurusan dengannya. Seharusnya sudah cukup baginya untuk membawa kembali Thalassa untuk tinggal bersamanya. Atau setidaknya dia bisa menemuinya tanpa harus takut oleh aparat. Apa lagi mengingat anaknya itu memiliki hubungan khusus dengan para Gorosei.

“Aku sudah putuskan untuk pergi dan menemuinya.”

Siang itu, beberapa hari setelah kepulangannya dari Sabaody, cucunya mengajaknya makan siang di restoran milik keluarga mereka yang berada di Red Port. Restoran tersebut dikosongkan dari para pelanggan selama 2 jam ke depan. Karena Thalassa tidak mau percakapan ini bocor pada telinga siapapun. Namun di sisi lain, dia ingin membuat kenangan indah dengan kakeknya untuk yang terakhir kalinya. Restoran ini adalah tempat favorit mereka menghabiskan hari libur di akhir pekan dengan menyantap menu makan siang atau malam yang mewah dan premium.

Sekesal apapun Thalassa pada Garling, pria itu adalah pria yang paling dia cintai di dunia ini. Meski dunia mengatakan jika kakeknya adalah manusia paling bengis sekalipun, nyatanya dia adalah pahlawan baginya. Seseorang yang dapat menggantikan sosok Papanya yang hilang entah kemana. Seseorang yang Thalassa nilai bukanlah tipikal manusia baik penuh kesabaran, namun khusus untuk dirinya pria itu mau melakukan apapun agar gadis itu nyaman tinggal bersamanya. Gadis itu tahu, tidak banyak orang menyukainya. Bahkan beberapa keluarga Celestial Dragon menyimpan dendam kesumat padanya, namun bagi Thalassa dia hanya mencintainya dengan tulus.

Garling melepas kacamatanya. Mengusap wajahnya seperti baru saja melewati hal yang begitu berat. “Kenapa harus sekarang?” tanyanya.

“Karena ini waktu yang tepat. Aku sudah menemukan dengan siapa aku akan berlayar!”

Jawaban dari cucunya barusan membuat sesuatu tidak enak muncul di dadanya. Pria itu berdeham. “Informanku melaporkan, kelompok Topi Jerami dinyatakan menghilang sejak berhadapan dengan salah satu Warlord di Sabaody.”

Hah? Kenapa Thalassa tidak tahu info ini?

“Infonya baru dinyatakan valid tadi pagi. Jadi tunda rencanamu sampai ada informasi selanjutnya.” Garling mengambil sendok dan mulai mencicipi sup di mangkoknya.

Thalassa masih tidak percaya. “Tapi itu tidak mungkin! Bagaimana mereka—” Tiba-tiba gadis itu menggantungkan kalimatnya. Dia menatap kakeknya itu lekat-lekat. “—Bagaimana kau tahu dengan siapa aku ingin berlayar?!”

Garling tidak merespon apa-apa. Dia hanya berdecak pelan sebelum akhirnya menjawab, “Aku memang Ayah yang buruk. Tapi aku adalah Kakek yang baik untukmu!”

“...”

“Lagi pula tidak ada alasan lain mengapa kau memilih menjadi bajak laut dan bergabung pada kelompok rooky seperti Monkey D Luffy.”

Sial.

“Alasannya cukup simpel. Dan aku berhasil membacanya.” Garling meneguk minumannya sejenak. “Itu karena dia mengenakan topi jerami milik Shanks. Besar kemungkinan bocah ingusan itu memiliki hubungan dekat dengannya.”

Dasar, kakeknya ini memang benar-benar!

“Kau ingin ikut berlayar bersamanya, karena terdapat peluang besar untuk bertemu dengan pria itu,” lanjut Garling.

“...”

Garling menatap gadis yang duduk di hadapannya itu dengan lekat-lekat. “Yang aku katakan itu benar, bukan?”

Merasa tatapan Garling dapat mengorek lebih banyak informasi yang dia simpan, alhasil gadis itu menundukkan kepalanya. “Aku hanya ingin bertemu dengannya, Kek ...”

“Untuk apa, Thalassa? Kau lebih baik tetap di sini bersamaku. Apakah aku selama ini kurang memberikanmu kasih sayang?” tanyanya.

Thalassa menggigit bibir bawahnya seraya meremas tangannya gugup. Sebenarnya yang dikatakan oleh Garling cukup membuat hatinya berdesir. Mata hijaunya perlahan berubah menjadi biru laut. Rambutnya berangsur-angsur berganti warna yang tadinya merah gelap, menjadi putih perak. Perwujudan aslinya. “Aku ... Aku hanya menyayangimu ...”

Garling terdiam, mencoba untuk membaca situasi.

“Kau selalu mengajariku jika kuasaku lebih tinggi dibandingkan rakyat jelata di luar sana. Dan untuk pertama kalinya aku ingin melakukan sesuatu dengan hal tersebut.” jelas Thalassa hati-hati.

“Dengan berlayar tanpa pengawal?!” tanya Garling.

“Aku sudah genap 17 tahun! Aku sudah cukup dewasa untuk mela—”

“Pertanyaanku sebelumnya belum kau jawab! Apa alasan kau ingin menemuinya?”

Lidah Thalassa terasa kelu. Dia tahu. Dia juga yakin dengan alasannya. Namun dia terlalu takut untuk mengatakannya secara terang-terangan pada kakeknya.

“Dia tidak ingin bertemu denganmu, Thalassa! Dia bahkan sudah lupa tentang eksistensimu! Untuk apa lagi kau mengusahakan hal-hal yang sudah jelas tidak akan mungkin kau dapatkan?!”

“Aku tahu!” ucap Thalassa tegas. “Aku tahu, Kakek! Aku tahu Shanks tidak akan pernah mau bertemu denganku. Bahkan aku tahu dia sudah melupakan diriku. Aku tahu ...”

Garling kembali dibuat terdiam.

“Aku hanya ... Aku hanya merasa ada sesuatu yang harus aku tuntaskan. Sesuatu yang mengganjal di hatiku sejak dulu. Aku tidak bisa bernapas tenang saat melihat dirinya masih bisa bernapas dengan bahagia, seolah-olah mereka melupakan penderitaanku.”

Mereka siapa?! Apakah orang-orang yang merundungmu di masa lalu?” tebak Garling. “Thalassa, kau bisa katakan saja padaku! Aku bisa menyuruh beberapa anggota Kstaria Suci untuk memusnahkan mereka tanpa sisa! Kenapa kau harus repot-repot pergi—”

“Bukan!” potong Thalassa. Gadis itu menatap kakeknya lekat-lekat. Iris biru lautnya terlihat mengkilap dan tajam. “Aku ingin membunuhnya!!”

Deg!

Entah kenapa Garling merasa seperti ada sesuatu yang menusuk dadanya dengan keras. Terlebih saat melihat ekspresi Thalassa yang tadinya datar, tiba-tiba berubah menjadi tersenyum menakutkan.

“Aku hanya ingin melihat bagaimana rasanya tangan ini meraup jantungnya, mencabiknya hingga tidak bersisa. Aku hanya ingin melihat bagaimana rasanya sakit teramat sangat menggerogoti tubuhnya hingga hanya sekedar meminta ampun pun tidak sanggup!”

Lampu gantung tiba-tiba bergoyang. Lantai tiba-tiba terasa tidak enak untuk dipijak. Bahkan alat-alat makan di meja perlahan bergetar dan terjatuh ke lantai. Kilat biru terang muncul dari iris matanya yang menatap nyalang dirinya. Membuat Garling langsung paham jika emosi cucunya itu memicu aliran Mana sihirnya yang bergejolak tidak beraturan.

“Kau bilang, aku bebas melakukan apapun yang aku mau selama tidak menentang peraturan yang diberikan oleh para Gorosei, bukan? Menurutku apa yang ingin aku lakukan justru membantu mereka.”

Tidak, Thalassa. Aku mohon ...

“Kakek, aku berlayar bukan untuk menemuinya saja. Tapi dia juga. Aku ingin menemui mereka.”

“Thalassa ...”

“Aku berlayar untuk membunuh Ayah kandungku dan juga Kakak angkatku. Itu hal yang simpel, bukan?”

Untuk pertama kalinya, Garling tidak setuju dengan kalimat ‘membunuh’. Cukup lama pria itu menatap cucunya dengan tatapan yang sulit diartikan. Antara sedih, kecewa, dan tidak terima jika keinginan gadis itu benar-benar diluar ekspektasinya.

Butuh hampir semenit Garling bisa menetralisir emosinya. Hingga akhirnya dia menghela napas berat dan mengangguk dengan perasaan pasrah. “Alright. I know how your feeling.” Pria itu menjeda sejenak kalimatnya untuk kembali menarik napas. “Tunggulah sebentar lagi. Aku harus memastikan Topi Jerami dan krunya baik-baik saja. Sehingga kau aman berlayar bersamanya.”

* * *

Malam itu dia terjaga, matanya tak kunjung mengantuk meski dirinya sudah menenggak sebotol penuh sake. Padahal tubuhnya lelah, namun entah kenapa matanya tidak bisa berkompromi.

Ada sesuatu yang kurang. Ada sesuatu yang kosong. Tertinggal. Hilang. Dan terabaikan. Bukan hanya satu saja, namun dua. Shanks merasakan perasaan itu selama bertahun-tahun, namun entah kenapa perasaan itu semakin terasa menyakitkan malam ini. Apakah itu karena dia tiba-tiba mengingat tentang kedua putrinya yang dia tinggalkan di suatu tempat yang jauh di sana?

Entah bagaimana kabarnya. Yang jelas, Shanks bisa pastikan mereka hidup aman tanpa ada ancaman yang bisa membahayakan hidup mereka.

Uta ... Thalassa ...

Meski Shanks tahu kemungkinannya sangat besar jika mereka membenci dirinya. Namun setidaknya anak-anaknya itu akan baik-baik saja di tempat yang tidak akan pernah tersentuh oleh Angkatan Laut maupun pemerintah.

Bereberebere!

Lamunannya buyar saat terdengar suara telesnail di meja kerjanya. Pria itu menghela napas sejenak sebelum akhirnya mengangkat telepon tersebut.

“Halo—”

“Dia membencimu.” Kalimat Shanks terpotong oleh seseorang yang berada di seberang sana. Suaranya terdengar familiar, membuatnya bisa langsung menebak siapa yang meneleponnya. “Dia membencimu. Keinginan terbesarnya adalah menemuimu untuk membunuhmu!”

“...”

Dia tumbuh menjadi seorang gadis tangguh yang memiliki tekad kuat. Tekadnya adalah membunuhmu.”

Entah kenapa Shanks mendadak membisu. Dia tidak bisa mengatakan apa-apa. Membayangkan jika Thalassa tumbuh dengan baik sudah cukup membuat kekosongan di hatinya malam itu terisi. Meski di kalimat terakhir si penelepon cukup membuatnya terkejut.

“Jika kau bertemu dengannya suatu saat. Jangan menghindar.” Garling—si penelpon tersebut—terdiam sejenak. “Gadis itu ... Cucuku adalah malaikat maut untukmu!”

* * *

Note:

Bitchilante (n.) being mean only to people who deserve it.

Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.

Sincerely, Nanda.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top