30 | Saorsa
Dua tahun berlalu.
Tidak ada yang berubah dari diri Thalassa. Keinginannya masih sama. Dia masih ingin mewujudkan keinginannya untuk berlayar bersama bajak laut Topi Jerami. Namun karena satu dan lain hal, rencananya itu diundur. Cukup lama. Nyaris 2 tahun lamanya sejak kejadian menggemparkan dunia tentang kejadian yang terjadi di Marineford. Thalassa menonton siaran langsung kejadian di mana armada Angkatan Laut bentrok dengan bajak laut Shirohige. Salah satu kaisar laut yang namanya melegenda.
Atensinya semakin tinggi saat di akhir-akhir pertempuran, dirinya mendapati sosok-nya yang tiba-tiba muncul di saat kondisi perang semakin memanas. Pria berambut merah itu muncul di sana, menghentikan perang dengan begitu mudah. Thalassa nyaris kehilangan akal sehatnya dan berpikir akan ber-teleportasi ke Marineford detik itu juga, jika saja Garling tidak segera mematikan sambungan siaran tersebut.
Thalassa terkadang bisa berubah menjadi gila jika sudah berhubungan dengan pria bajak laut tersebut.
Yeah, mau bagaimana lagi? Dia tidak jadi datang ke Marineford. Sebab jika dipikir-pikir lagi, sesuatu yang baik adalah sesuatu yang direncanakan dengan matang. Tidak akan berakhir bagus jika Thalassa mendadak muncul di tengah-tengah perang tersebut dan menghunuskan belati andalannya tepat pada jantung Shanks. Garling meski mendukung keinginannya, namun pasti di lubuk hatinya dia sedikit tidak setuju. Seburuk apapun dia sebagai manusia, dia tetap seorang ayah.
Suara speaker yang terhubung pada telesnail itu tiba-tiba rusak. Suara berupa nyanyian yang tadinya lancar terdengar berubah menjadi suara kaset kusut yang membuat telinganya tak nyaman.
Thalassa duduk di sudut bar seraya menatap telesnail tersebut dengan tatapan tidak suka. Dia adalah dalang di balik rusaknya benda tersebut.
Bukan. Dia bukan benci terhadap benda itu, namun dia benci suara yang keluar darinya. Gadis itu sudah muak mendengar suara-nya di mana-mana. Bahkan sepupu-sepupunya gemar sekali memutar lagu menyedihkan tersebut setiap harinya. Tak jarang dia dibuat adu cekcok dan berakhir pada kakeknya yang harus turun tangan untuk melerai. Itu sebabnya, kastil bagian Timur dilarang memutar lagu-lagu milik diva terkenal yang sejak dua tahun lalu namanya naik daun. Uta.
Kalian tidak salah baca. Uta. Gadis iblis itu rupanya sudah tumbuh besar dan menjadi seorang penyanyi. Sayang sekali nyanyian terdengar sampah di telinganya. Liriknya begitu menyedihkan. Seakan-akan mengemis validasi kepada orang-orang untuk mendukung dan mengasihaninya. Entah apa yang terjadi padanya, Thalassa tidak tahu dan tidak mau tahu. Mungkin saja dia sama-sama senasib dengannya yang ditinggal oleh Shanks. Tapi peduli setan! Dia benar-benar tidak peduli.
Suara gaduh di luar terdengar sampai ke dalam bar. Semua kepala menoleh, penasaran apa yang sebenarnya sedang terjadi.
“TOPI JERAMI!! MEREKA MENGEPUNG TOPI JERAMI!!” Salah satu orang di luar sana berteriak, membuat para pengunjung Bar berdiri, menumpahkan minuman mereka dan mengacungkan senjata mereka ke atas.
“AYO KITA TEMUI TOPI JERAMI!!”
Thalassa mendengkus. Gadis itu mengenakan kembali tas ranselnya dan meninggalkan beberapa lembar uang di atas meja sebelum akhirnya menghilang di tengah-tengah keramaian bar yang disesaki orang-orang, lantaran mereka sedang mengantri keluar dari pintu.
Nyaris 10 menit, gadis itu akhirnya muncul di balik salah satu pohon yang ada di grove 41. Sejauh mata memandang, kapal dengan haluan berbentuk kepala singa itu telah berlayar menjauhi pulau. Rupanya Thalassa sedikit terlambat.
Sial. Tahu begitu dia seharusnya datang saja lebih awal.
Bere bere bere!
Baru saja Thalassa ingin mengambil ancang-ancang untuk melompat mengejar kapal tersebut, telesnail dalam sakunya berbunyi. Melihat siapa yang menghubunginya, membuat gadis itu refleks mendengkus.
“Apa lagi?!”
Terdengar balasan dari seberang sana. “Watch your mouth while you were speaking to me!”
Thalassa memutar bola matanya jengah. “Okay, ada apa? Kau sudah berjanji tidak akan menghalangiku lagi, Pria Tua!”
Garling terdengar sedang menghela napas sejenak. “Panggil aku Kakek, Kurcaci!”
“Tch! Terserah!”
“Aku hanya ingin bilang ... Hati-hati, jaga dirimu baik-baik. Jangan pilih-pilih makanan, dan tidurlah yang cukup!”
“Kau sudah mengatakan itu lebih dari 10 kali, asal kau tahu.”
“Hanya mengingatkannya kembali. Dan ... Kau itu cucu yang merepotkan!”
Thalassa mengernyit. “Kau meneleponku hanya untuk mengatakan itu?!”
“Apa? Tidak!” Garling menghembuskan napas kasar. “Dengar! Aku hanya ingin bilang, jika kau butuh sesuatu, panggil aku!”
“Aku tidak akan—”
“Ya, aku tahu, kau lebih dari cukup untuk bertahan di luar sana. Tapi tetap saja, lakukan yang aku katakan jika sekiranya kau membutuhkan sesuatu.”
“...”
“Gelang itu, jangan sampai hilang.”
“...”
“Aku mencintaimu, Kurcaci.”
Sambungan pun terputus. Thalassa memasukkan kembali telesnail tersebut dan mengambil ancang-ancang untuk berlari menyusul kapal tersebut.
* * *
Rupanya, kedatangan yang tiba-tiba ini disambut dengan tidak ramah. Baru saja kakinya berpijak di dek kapal, satu pedang telah mengarah pada lehernya. Semua kru kapal menatapnya terkejut dan terheran-heran.
“Si—siapa kau!?” tanya salah satu dari mereka. Thalassa menatap gadis berambut oren tersebut, lalu terus bergantian menatap satu persatu orang-orang yang kini membentuk lingkaran—mengelilinginya.
“Aku tidak akan segan-segan memenggal kepalamu!” ucap si pendekar pedang yang mengarahkan pedangnya dari belakang.
“Oy! Hentikan! Apa yang kau lakukan, Marimo?!” Tiba-tiba seorang pria mendekat dan menepis pedang tersebut menggunakan kakinya. Dia mengenakan setelan jas formal dengan wajah yang ... Well, apakah dia baru saja mimisan?
Thalassa agak sedikit menjauh dari mereka berdua dan membungkuk pada sang kapten yang terlihat masih kebingungan akan kehadirannya. “Maaf sebelumnya jika kehadiranku membuat kalian bingung.”
Gadis itu menoleh sejenak ke belakang, melihat beberapa kapal Angkatan Laut yang tengah mengejar mereka. Sejenak, Thalassa menggerakkan tangannya—mengaktifkan energi sihirny—dan seketika ombak besar muncul, melahap kapal mereka hingga berhenti mengejar. “Baiklah, masalah pertama selesai. Sekarang, apakah kita bisa bicara, Topi Jerami?” lanjut Thalassa, menatap pria yang mengenakan topi jerami tersebut.
“Huh? Kau ingin berbicara denganku?” tanyanya.
“Oy Luffy! Dia pasti musuh! Kita harus menyingkirkannya!” ucap kru kapal lainnya yang berambut keriting.
Luffy, sang kapten memiringkan kepalanya, merasa bingung. Alhasil, dengan polos dia bertanya, “Musuh? Oy, apakah kau musuh?”
Thalassa terkekeh. “Bukan. Aku bukan musuh.” Gadis itu mengangkat tangannya, mengisyaratkan jika dirinya bukanlah musuh atau orang yang akan membahayakan kelompok mereka. “Aku Asa, aku ingin bergabung dengan kalian.”
Hening sejenak. Bahkan saat kapal yang telah dilapisi oleh gelembung khusus itu berhasil masuk ke dalam laut pun mereka masih terdiam.
“Jangan bercanda! Apa maksudmu?!” Akhirnya si pendekar pedang lah yang pertama kali merespon.
Sayangnya, pria itu keburu ditahan kembali oleh pria berjas formal barusan. “Kau menyentuhnya, kubunuh kau!”
Thalassa menghela napas. Ini lumayan sulit dari yang dia bayangkan. “Baiklah. Biar aku ulangi lagi—Hai, aku Asa. Aku sudah mengikuti berita tentang kalian sejak 2 tahun yang lalu. Ngomong-ngomong aku penggemar kalian.”
“Oh! Kau penggemarku?” tiba-tiba sebuah tulang berjalan datang menghampirinya. Jika saja Thalassa tidak mengetahui siapa mahkluk aneh itu, mungkin dia akan tersentak kaget.
“Yeah. Salah satunya.”
“Apa aku boleh melihat celana dalam—” Belum sempat tulang-berulang itu menuntaskan kalimatnya, Nami, si gadis berambut oren, lebih dulu menendangnya hingga tersungkur cukup jauh.
Sekarang Thalassa jadi ikut bingung. “Well, I think that was for personal,” gumamnya.
“Apa alasanmu ingin bergabung?” Tiba-tiba seorang wanita berambut hitam yang duduk di salah satu gentong dekat pagar pembatas berbicara.
“Aku punya mimpi,” jawab Thalassa. Gadis itu berjalan mendekat ke arah Luffy, menatapnya dengan tak gentar. “Sama seperti kalian semua. Aku juga punya mimpi.”
Si pendekar pedang rupanya masih belum mau kalah. Dia mendengkus. “Lalu apa kau pikir kita peduli?!”
Namun rupanya, si pria berjas formal itu kembali membungkamnya dengan menendang kepalanya telak. Membuat Thalassa bertanya-tanya apakah pria itu ada di pihak kelompoknya atau di pihaknya?
“Tidak usah kau pikirkan kalimatnya barusan, nona manis,” ucapnya yang kemudian darah menetes dari hidungnya. Mimisannya semakin parah.
Tunggu. Apakah kelompok bajak laut ini penuh dengan orang-orang aneh? Pria mimisan, pria tempramen, tulang berjalan? Apa lagi nanti?
“Jadi namamu Asa?” Akhirnya Luffy berbicara, mengalihkan perhatiannya.
“Thalassa lebih tepatnya,” sahutnya.
Luffy mengernyit. “Hmmm, aku seperti pernah mendengarnya. Apa aku mengenalmu?” tanyanya.
Thalassa mengangkat bahu. “Tidak. Ini pertama kalinya kita bertemu.”
“Oh, begitu.”
“Yeah. Jadi ... Apa aku boleh bergabung?” tanya gadis itu sekali lagi.
Tanpa pernah Thalassa duga, pria itu dengan cepat mengangguk. “Baiklah, tentu saja! Aku senang ada anggota yang bisa mengendalikan gelombang laut!”
“OY LUFFY!!” Beberapa kru kapal berteriak tidak setuju.
“Kenapa? Dia ingin bergabung! Aku tidak punya kru kapal berambut cokelat dan bermata hijau!”
“Tapi—Luffy! Kau tidak bisa sembarangan menerima kru begitu saja!”
“Memangnya kenapa?” tanya Luffy, menggaruk lubang hidungnya dengan tatapan tidak bersalah. “Aku percaya dengannya, dia tidak akan berkhianat—oy, Asa! Apa kau akan berkhianat?”
“Luffy!”
Thalassa tertawa kecil. “Tidak. Aku tidak akan berkhianat.”
Semuanya terdiam. Menatapnya tajam seakan-akan dia adalah musuh. “Apa alasan yang membuat kami harus percaya padamu?” tanya Nami tegas.
Lagi-lagi Thalassa mengangkat bahunya. “Seperti yang aku bilang, aku punya mimpi. Dan aku ingin mewujudkannya bersama kalian.”
“Apa mimpimu?” tanya salah satu kru berbadan besar yang sebagian tubuhnya adalah robot. Hey, dia ... Hanya mengenakan celana dalam? Yang benar saja?
“Aku ingin bertemu seseorang. Papa dan kakakku. Orang-orang bilang mereka pergi ke Dunia Baru.”
“Dau kau pikir kami adalah penyewa jasa antar?!” tanya si pendekar pedang dengan ketus. Kalau tidak salah namanya Zoro.
“Aku tidak bilang begitu.” Thalassa melipat kedua tangannya di dada. “Aku bilang, aku ingin bergabung dengan kalian dan mewujudkan mimpiku. Tenang saja Tuan pendekar pedang, aku tidak akan mengecewakan kalian!”
Percakapan mereka tiba-tiba teralihkan, saat Luffy menepuk kedua tangannya, dan kemudian merangkul Thalassa. “Yosh! Baiklah! Sudah ku putuskan! Asa akan bergabung dengan kita!”
“LUFFY!!!”
* * *
Note:
Saorsa (n.) freedom, liberty.
GUYS MAAF GUE MOLOOOOORR BANGET UPDATE-NYA 😭😭😭
SUMPAH LAGI ILANG INSPIRASI BANGET INI TEEHH!!
Maapkeun si pemilik akun Nortonclassic ini yak. Next chapter dimohon banget jangan terlalu pasang ekspektasi yang tinggi. Gue takut buat kalian kecewa. But, I will try my best!
Thank you yang udah vote dan masih setia menunggu. I love you so much.
Anyway, gimana kabar kalian???
Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.
Sincerely, Nanda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top