11 | Hiraya Manawari

Satu minggu telah berlalu, Thalassa berhasil pulih setelah mengalami masa kritis yang sempat membuatnya merenggang nyawa. Semua kembali normal. Kapal kembali berlayar setelah logistik terisi penuh. Thalassa disarankan untuk bed rest sampai Hongou menyatakan jika dia diperbolehkan untuk kembali beraktivitas.

Lukanya memang sudah menutup sempurna, namun karena gadis itu kehilangan banyak darah (meskipun sudah melakukan transfusi darah sebanyak 3 kantong) tepat saja tubuhnya terasa lemas dan tidak sanggup untuk berjalan atau berdiri lama-lama. Itu sebabnya selama seminggu ini Uta tidak melihat Thalassa di mana-mana selain di kabinnya atau di klinik. Saat sesi makan berlangsung, Benn membawakan makanannya ke kabin. Uta setiap sore selalu menjenguknya bersama Shanks. Gadis itu tidak berani datang seorang diri mengingat temannya itu bisa sampai seperti ini karena telah menolongnya.

Seharusnya yang ada di posisinya itu adalah Uta. Bukan Thalassa. Uta tidak kebayang bagaimana jika dirinya yang tertusuk. Selain dia yang tidak memiliki kemampuan regenerasi yang cepat, golongan darahnya juga berbeda dengan orang-orang di kapal.

“Itu pasti hanya kebetulan, Lime!”

“Cobalah kau pikirkan ini sejenak! Nerina pergi 5 tahun yang lalu. Semua orang tahu apa hubungannya dengan Boss yang sudah dekat seperti suami istri. Bahkan Boss pernah bilang jika di tahun berikutnya akan menikahi wanita itu. Lalu 5 tahun berlalu, seorang anak muncul dengan wajah dan perawakan yang sangat mirip dengan Nerina. Usianya juga tepat 5 tahun!”

“Sudah kubilang itu hanya kebetulan! Benn bilang mendiang ayahnya adalah seorang pedagang!”

“Siapa tahu Nerina menikahi pedagang itu saat Thalassa sudah berada di perutnya. Kau tahu Nerina sangat menyukai dan tidak tega dengan yang namanya anak kecil!” Lime tetap ngotot dengan gagasannya. “Satu lagi! Thalassa dan Boss memiliki alergi yang sama, alergi udang! Ditambah golongan darahnya juga sama-sama XF! Kebetulan ini terlalu dibuat-buat!”

Yasoop mengusap wajahnya kasar. Merasa lelah mendengar perkataan Lime yang semakin terdengar tidak jelas. “Berhentilah membuat konspirasi, idiot!”

“Ayolah! Aku hanya mengungkapkan pendapatku yang dari awal sudah mencurigai jika Thalassa anak kandung Boss!” Lime merasa kesal, mungkin akibat kail pancingannya yang belum kunjung ditarik ikan. “Hongou, katakan sesuatu! Kau kan dokter, kenapa kau tidak coba tes DNA mereka?!”

Hongou menghela napas kasar. “Jika aku memiliki alatnya, dari awal sudah pasti akan aku lakukan!” jawabnya. Sedikit setuju dengan teori gila yang dikemukakan oleh Lime barusan. “Jika dilihat tanggal lahirnya, maka waktu awal kehamilan Nerina ... Sebenarnya saat dia masih bersama dengan kita. Tapi aku tidak bisa menarik kesimpulan begitu saja. Bisa saja Thalassa lahir secara prematur,” lanjut Hongou.

Uta yang tidak sengaja mendengar percakapan mereka terdiam di tempat. Dia tidak menyangka ada orang yang beranggapan bahwa Thalassa adalah putri ayahnya. Itu tidak mungkin!

“I—itu tidak benar!” Uta tiba-tiba berseru. Membuat ketiga pria yang sedang memancing itu menoleh dengan ekspresi terkejut.

“Uta?”

Uta mengepalkan tangannya kuat-kuat. “Itu tidak benar! Shanks itu ayahku! Bukan ayah Thala!!” teriaknya. Lalu pergi berlari meninggalkan mereka. Gadis itu pergi menuju kabin Shanks. Dia membuka pintu dan disambut oleh wajah pria itu yang panik melihatnya menangis.

“Uta? Kau kena—” Shanks batal melanjutkan kalimatnya saat putrinya tersebut berlari ke arahnya dan memeluknya. Shanks makin bingung, alhasil dia mencoba untuk mengusap punggungnya dengan lembut. “Uta, ada apa? Katakan padaku.”

Dengan suara tersendat dia mengatakan, “Kau ayahku ... Hiks! Bukan ayah Thalassa!”

Shanks terdiam. Apakah Uta tidak sengaja mendengar rumor yang beredar di kapal? Sebab pria itu juga tahu bahwa krunya banyak yang membicarakan tentang hal ini selepas kejadian Thalassa tertusuk dan Shanks mendonorkan darahnya yang kebetulan memiliki golongan yang sama.

“Uta, yang mereka katakan itu hanya rumor. Aku ayahmu. Kau tetap putriku!” Shanks mengangkat tubuh Uta dan menggendongnya. Pria itu mengusap kepalanya dan memberikan kecupan singkat di keningnya.

“Hiks ... Tapi ...”

“Tidak usah mendengarkan mereka. Itu hanya omong kosong belaka.”

* * *

Semakin dipikirkan, hal ini semakin membuat kepalanya terasa mau pecah.

Shanks tidak bisa tak acuh begitu saja dengan berbagai fakta yang dia ketahui tentang Thalassa. Tentangnya yang ternyata pengguna tangan kiri, alergi terhadap udang, memiliki golongan darah XF, dan yang terakhir fakta tentang tanggal kelahirannya yang jika ditarik 9 bulan ke belakang akan semakin memperkuat semua kemungkinan yang tidak bisa dia katakan hanya sekedar kebetulan.

Belum lagi rumor yang terang-terangan mengatakan jika gadis berambut perak itu hasil hubungannya dengan Nerina. Shanks ingin sekali mengelak, namun entah kenapa respon tubuhnya justru sebaliknya. Dia seakan-akan membenarkan tuduhan tersebut. Sejak kejadian di mana Thalassa nyaris merenggang nyawa di hadapannya, rasa marah atas kehadirannya hilang begitu saja dalam sekejap. Shanks merasa ... Gadis itu cukup berharga baginya.

Dia tidak ingin melihat wajah polos itu kembali merasa kesakitan untuk yang ketiga kalinya.

“Sial!”

Pria itu mendengkus. Mengacak-acak rambutnya seraya menatap beberapa helai rambut yang tergeletak di atas kain putih pada meja kerjanya. Sudah lebih dari 3 menit dia hanya diam duduk seraya menatap helai rambut bewarna perak tersebut hingga kemudian mengambil sebuah tele-snail dan menekan beberapa tombol untuk menghubungi seseorang.

Semoga saja orang itu mau mengangkatnya, sebab sudah lama sekali Shanks tidak menghubunginya.

Gotcha!

“Halo?”

Shanks terkejut sejenak. Buru-buru berdeham dan membalas sapaan dari orang di ujung sana. “Ini aku.”

“Brengsek! Setelah sekian lama, akhirnya kau menghubungiku! Apa karirmu sebagai bajak laut berakhir?!”

Shanks terkekeh sarkas. Sedetik setelahnya merasa menyesal telah mengambil keputusan untuk menghubungi pria itu. “Itu tidak akan pernah terjadi, pria tua!” balasnya

Terdengar suara tawa sumbang milik pria itu yang seakan-akan tengah mengejeknya. “Lalu apa alasanmu menghubungiku? Kau tahu aku tidak punya banyak waktu untuk meladeni rakyat jelata sepertimu.”

Shanks berdecak. Lagi-lagi merasa jengkel dengan sikap orang itu. “Sepertinya ... aku memiliki seorang anak.”

“... Apa maksudmu?” tanyanya. “Bukankah kau memang mengadopsi seorang anak perempuan? Walau sebenarnya aku tidak peduli, sebab dia bukan bagian dari darahku.”

Butuh beberapa detik bagi Shanks untuk menghela napas sejenak. Dia harus mengisi kesabaran lebih untuk menghadapi pria itu. “Bukan Uta. Tapi seorang anak kandung.”

“...”

“Aku pernah memiliki hubungan dengan seorang wanita. Anak itu mirip sekali dengannya.”

“Dan kau beranggapan bahwa anak itu adalah milikmu? Bisa saja wanita itu berhubungan dengan pria lain selain kau.”

“Awalnya aku berpikir seperti itu. Tapi tidak setelah aku mengetahui beberapa fakta. Tentang dia yang memiliki alergi udang, pengguna tangan kiri, memiliki golongan darah XF dan ... Jika dilihat dari tanggal dia lahir, awal kehamilan ibunya tepat saat masih bersama denganku.”

Pria di ujung telepon itu terdiam selama beberapa detik. “Jadi kau ingin memberitahu jika aku memiliki seorang cucu?”

Shanks meneguk ludahnya. “Mungkin ya. Mungkin tidak. Kami tidak memiliki alat untuk mendeteksi DNA di sini. Itu sejenis barang yang sangat sulit didapatkan meskipun melalui pasar gelap. Aku ingin kau melakukan tes tersebut dengan sampel yang akan aku kirim dengan elangku.”

“Kenapa kau mempercayakan ini padaku?”

“Selain kau memiliki banyak koneksi dengan orang-orang penting seperti dokter ternama di luar sana, aku juga tahu betul kau tidak akan menyerangku. Dan lagi, informasi ini akan aman jika aku memberitahunya padamu.”

“...”

“Jika Thalassa adalah putri kandungku, kau tidak akan membiarkan mereka mengetahui keberadaannya.”

“Bagaimana jika dia bukan cucuku? Itu hanya membuang-buang waktuku saja.” tanyanya.

Shanks memijat keningnya pelan. “Bagaimana jika dia memang cucumu? Darah dagingku?” tanyanya membalikkan perkataannya barusan. Sebab kini keyakinan Shanks terhadap Thalassa adalah putrinya sudah mencapai 80%.

Terdengar di seberang sana pria itu yang tengah menghela napas panjang. “Kirimkan sampelnya padaku. Kirim ke barak. Jangan ke Marijoise. Aku takut tetua Gorosei mencurigainya.”

“Terima kasih ... Ayah.”

* * *

Note:

Hiraya Manawari (n.) The feeling hopefulness that something will come true.

Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.

Sincerely, Nanda.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top