6. Perjanjian Dalam Sedotan
Akhirnya Eizan bisa beristirahat dalam beberapa jam kedepan. Elsa, Eizan, dan Anshel sama-sama beristirahat di ruangan yang disediakan oleh tim iklan.
Mereka bertiga diam dalam keheningan. Sebenarnya Elsa sibuk melihat pesan yang masuk ke ponselnya. Anshel dan Eizan benar-benar berada dalam keheningan hingga akhirnya pertanyaan muncul dari mulut Eizan.
"Apa kau belum pernah terkena cacar sebelumnya?"
"Ibuku bilang demikian. Sebelumnya aku juga merasakan gejala-gejalanya seperti kulit terasa panas terbakar, kepala pening, sakit badan. Sepertinya ditambah dengan hujan-hujanan kemarin aku akhirnya merasakan penyakit sekali seumur hidup ini."
"Baguslah. Sepertinya kau cukup senang terkena cacar."
"Tidak. Itu bukan sesuatu yang harus dibanggakan. Eizan lihat ini." Raut wajah Elsa menunjukkan kepanikan. Elsa menunjukkan sesuatu dari ponselnya.
"Oh, sial. Lusa? Apakah cacarnya bisa sembuh?" Eizan melirik Anshel sejenak kemudian fokus lagi membaca e-mail di ponsel Elsa.
"Anshel. Dengarkan aku—"
"Makanan datang."
Belum sempat Elsa menjelaskan situasi yang sepertinya tidak baik, Lin datang dengan beberapa kantung kresek di tangannya.
"Aaa ... kenapa daging sapi asam manisku harus datang ketika sesuatu yang genting terjadi." Elsa memelas lesu, tapi wajah kelaparannya masih terlihat. "Sekarang lupakan pekerjaan. Makan number satu!"
Semua yang ada di sana sepertinya setuju dengan pernyataan Elsa. Mereka semua membuka wadahnya masing-masing. Sesuai pesanan, mereka semua memesan makanan yang berbeda.
Mereka semua menikmati makanan dengan lahap. Tidak ada ketegangan antara Eizan dan Anshel ketika makanan berserakan di atas meja. Nyatanya kejadian itu tiak berlangsung lama. Setelah seluruh makanan habis, kekhawatiran kembali terlukis di raut wajah Elsa.
"Sebenernya apa yang kau khawatirkan?" Lin yang tidak tahu menahu akhirnya bertanya.
"Kau tahu, 'kan Mr. Bernrad? Dia meminta Eizan dan Anshel untuk datang dalam acara talkshow Sunday Happy di stasiun televisi OneOne."
"Gawat. Tandanya lusa, ya? Kenapa kita tidak tolak saja. Anshel sedang terkena cacar. Sembuh lusa rasanya tidak mungkin."
"Seperti kau tidak tahu bagaimana sifat Mr. Bernard, Lin. Jika kau menolak acaranya, berita hoaks akan langsung beredar dalam hitungan detik. Kau ingat kasus Gracia?"
Lin tampak menggali ingatan di dalam otaknya. Berpikir cukup lama tak membuahkan hasil. Bisa di lihat ingatan seorang wanita lebih bahaya ketika Anshel mengatakan dia mengetahui kasus itu.
"Aku tahu. Dulu berita burung tentangnya beredar di dunia maya dan dunia pertelevisian. Cyber bullying menyerang psikisnya. Sebelum mengakhiri hidupnya sendiri, Gracia dikabarkan gila. Benar, 'kan?"
"Kau benar. Hal ini sudah tidak lagi asing di kalangan orang-orang atas. Banyak artis dan manajer yang terpaksa menerima tawarannya."
"Tapi, kenapa para artis menolak? Bukankah ini hanya acara talk show?"
"Eizan sedang beruntung karena dirinya hanya ditawari menjadi bintang tamu dalam talk show. Artis sebelumnya tak demikian. Mr. Bernard sering melakukan pelecehan pada artis-artis cantik."
Anshel tercengang mendengar begitu banyak informasi dari Elsa. Anshel merasa bodoh. Anshel terlalu naif. Dia tidak pernah berfikir akan ada kejadian seperti ini dalam dunia perfilman. Anshel memang sering membaca berita seperti ini, tapi dia terkadang acuh dan menganggap bahwa hal itu hanya pengalihan isu politik.
"Kau tahu tidak istri Mr. Bernard—"
"Elsa cukup. Ini bukan saatnya bergosip. Lebih baik kita memikirkan rencana kedepannya."
Elsa menutup mulutnya. Elsa hampir saja ceroboh. Dia lupa bahwa di luar bukanlah tempat aman bagi mereka. Jika ingin membicarakan hal seperti ini harus mereka bicarakan di apartemen.
"Aku sungguh meminta maaf."
Rasa penasaran masih menghantui Anshel. Dirinya ingin lebih tahu lebih dalam. Anshel ingin tahu banyak informasi yang belum dia ketahui. Anshel merasa bahwa dunia perfilman ini semakin menarik, bahkan dia melupakan pekerjaannya sebagai karyawati di sebuah perusahaan pinjaman uang.
"Bisakah kalian menungguku di luar? Aku ingin berbicara berdua dengan Anshel," pinta Eizan yang langsung disetujui oleh Lin dan Elsa.
Anshel kebingungan dengan apa yang terjadi. Kenapa Eizan ingin berbicara berdua dengannya? Apakah Anshel melakukan kesalahan? Tapi, sepertinya bukan itu.
Setelah Elsa dan Lin pergi ke luar, barulah Eizan memberikan selembar kertas pada Anshel.
Mengerenyitkan dahi, Anshel membaca selembar kertas itu.
Aku tahu kau kebingungan. Tapi, cobalah berakting untukku. Kau tidak boleh menunjukkan ekspresi khawatir atau kebingungan lagi. Sekarang tersenyumlah.
Baru satu paragraf yang Anshel baca dia lalu tersenyum sumringah seperti perintah Eizan.
Jika sudah tersenyum, bacalah ini dengan hati-hati. Sebelumnya aku peringatkan ini adalah sebuah perintah! Tidak ada penolakan.
Rasanya ingin sekali Anshel berekspresi geram. Tapi, dia tidak bisa. Anhsel yakin ada sesuatu yang membuat Eizan berlaku seperti ini.
Ini adalah kertas kerjasama. Aku akan langsung menyebutkan point-pointnya.
1. Jika sedang di luar apartemen kita akan menjadi pasangan sungguhan.
2. Di depan publik atau orang yang tidak mengetahui hubungan rumit kita, kita harus bersikap layaknya seorang kekasih.
3. Jika di dalam apartemen, kita bisa kembali menjadi normal seperti tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.
4. Namamu akan menjadi Azel di depan awak media.
5. Tidak boleh mengekspos kebersamaan kita di media sosialmu. Jika sanggup, kau harus menutup akun media sosial. Jika tidak, gantilah namamu menjadi Azel atau arsipkan semua posting yang mengeskpos wajahmu.
6. Kau berjanji akan menepati semua point ini tanpa persyaratan.
Sekarang kau sudah berjanji. Ingat! Janji = hutang.
Tanda tangan di bawah sini!
Jika saja ini di dalam apartemen Eizan, Anshel pasti sudah meremas kertas ini dan melemparkannya pada wajah Eizan. Ah, tidak mungkin. Itu hanya imajinasinya saja. Nyatanya, meski tanpa kertas perjanjian pun Anshel akan sangat senang hati menerimanya.
Setelah menandatangani perjanjian, Anhsel memberikan kertas itu pada Eizan. Eizan tersenyum lalu menggulung kertas itu.
Padahal hanya tersenyum, tapi semburat merah tampak jelas di pipi Anshel. Jiwanya seolah sedang berkelana, berhalusinasi, memikirkan kedepannya dia akan dianggap menjadi pasangan Eizan meski harus menggunakan nama Azel.
"Tolong cuci sedotan ini," pinta Eizan lembut. Tentu saja jika Eizan memintanya dengan lembut, senang hati Anshel malkukannya.
Eizan mengambil hairdryer untuk mengeringkannya sesaat, lalu memasukan gulungan kertas ke dalam sedotan itu.
"Sekarang aku memiliki dua sedotan berisi gulungan. Aku akan memilikinya satu dan kau satu. Ini tidak boleh hilang sampai waktu yang sudah ditetapkan."
Melihat kelembutan Eizan pada Anshel membuat Anshel seolah seperti anjing peliharaannya Eizan. Dia mengangguk dengan semburat merah di pipi, apalagi ketika Eizan mendekatkan wajahnya ke dekat telinga Anshel. Yang Anshel khawatirkan tubuhnya kembali panas, lantaran pipinya sudah panas kali ini.
"Di dekat ventilasi ada sebuah kamera. Itu adalah kamera paparazi. Kita sudah harus memulai perjanjian itu mulai dari sekarang." Setelah mengatakan kata-kata itu, Eizan langsung mengecup kening Anshel secara mendadak.
"Sial! Aku hampir saja jantungan," batin Anshel berteriak.
Setelah mengecup kening Anshel, Eizan lalu mengajak Anshel segera pergi keluar.
°°°°
Di dalam mobil, tidak ada seorang pun yang bertanya. Sepertinya Lin dan Elsa sudah mengetahui alasan Eizan meminta Elsa dan Lin keluar. Tetapi, Anshel yang mengajukan pertanyaan terlebih dahulu. Dia menoleh ke belakang melihat apakah Eizan sedang sibuk atau tidak.
"Sejak kapan kau menyadari adanya paparazi?"
"Sejak Elsa membicarakan Mr. Bernard."
Anshel tersedak padahal dia tidak sedang memakan atau meminum apapun. Matanya juga melotot seolah ingin keluar. Anshel merasa bahwa Eizan sangatlah hebat. Padahal tidak ada sedikit pun Anshel memperhatikan adanya paparazi.
"Dia berbohong, Anshel. Jangan percaya." Elsa yang sedang memeriksa berkas-berkas di samping Eizan berkata datar.
"Benarkah?" Anshel memicingkan matanya menatap Eizan tajam dengan mulut cemberut.
"Iya, benar. Paparazi itu tiba ketika Eizan menghentikan Elsa," jawab Lin.
Mendengar semua itu membuat Anshel frustrasi. Anshel merasa bahwa dirinya hanya orang dungu di antara tiga jenius. Banyak sekali yang perlu Anshel ketahui.
"Apa cacar Anshel akan terlihat di kamera?" tanya Elsa.
"Tergantung kualitas kameranya. Aku juga sudah membuat rencana. Ketika aku menghadiri jamuan makan, Lin antarlah Anshel ke Dr. Mahendra. Jika masih tidak sembuh, maka kita akan mengatakan itu pada Mr. Bernard."
"Orang profesional memang beda," batin Anshel lagi-lagi kagum.
°°°°
Seperti rencana awal Lin bersama Anshel dan Elsa bersama Eizan. Didampingi bodyguard di belakangnya, Elsa dan Eizan dipersilakan masuk ke sebuah rumah megah bergaya victoria.
Di dalam sana sudah banyak orang datang. Mereka tampak menikmati alunan musik dari celo dan biola. Seorang pelayan lalu menghampiri Elsa dan Eizan, menawarkan wine.
Elsa menolak, tapi Eizan menggambil satu gelas. Daripada itu, Elsa lebih tertarik pada cupcake dan jus yang dihidangkan.
Menikmati lumernya coklat dari cupcake membuat Eizan tertawa atas kelakuan sahabatnya itu. "Padahal sudah jadi manajer orang terkenal sepertiku. Tapi, kau tidak pernah berubah." Eizan mengelus pucuk kepala Elsa. Elsa tak acuh hingga menghabiskan cupcake sampai habis.
"Elsa coba lihat di pojok sana." Eizan yang sedang tertawa oleh tingkah Elsa lalu menunjuk tempat di pojok sana dengan matanya.
"Gawat. Itu Mr. Bernard."
Sedang dalam kondisi khawatir, tiba-tiba seorang pria dan seorang wanita menghampiri Eizan.
"Eizan. Aku kira orang sibuk sepertimu tidak akan datang."
Eizan berekspresi kaget lalu memeluk pria dan wanita di depannya. "Alexa dan Andreas, partnerku. Bagaimana mungkin aku tidak hadir dalam jamuan makan ini." Axel dan Andreas membalas pelukan Eizan. Tak lupa mereka juga memeluk Elsa.
"Bagaimana kabar Azel. Dia tidak diajak?" tanya Alexa.
"Azel sedang sibuk dengan urusan lainnya, jadi—"
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, pria berumur dengan perut buncit dan rambut beruban yang paling ingin dihindari Elsa dan Eizan tiba-tiba menyela pembicaraan.
"Benarkah seperti itu, Tuan Eizan? Kurasa ada yang salah dari informasimu."
"Mr. Bernard. Sudah lama sekali kita tidak bertemu." Layaknya aktor profesional, Eizan bisa langsung mencairkan suasana tegang menjadi lebih hangat dengan mengalihkan pembicaraan.
Eizan dan Mr. Bernard sepertinya akan berbincang-bincang. Alexa dan Anderas pun izin pamit pada Elsa dan Eizan.
"Bagaimana tentang informasiku? Apakah itu benar?"
"Tentu saja aku tidak bisa menyangkal segalanya darimu, Mr. Bernard. Kau benar. Azel sedang tidak dalam kondisi yang baik."
"Tapi, aku tidak akan menerima penolakan dari siapapun kau tahu, 'kan? Jadi untuk permintaanku apa kau menerimanya?"
Elsa yang tidak suka dengan kedatangan Mr. Bernard terus memasang senyum palsu dengan muka masam. Berbeda dengan Eizan yang tidak sedikitpun menunjukkan rasa takut pada Mr. Bernard.
"Tentu saja aku akan menerimanya. Lihat? Aku sudah mengkonfirmasinya denganmu secara langsung bukan? Kau tidak perlu khawatir."
Senyum sinis dan tatapan merendahkan terukir jelas di wajahnya yang hampir sepenuhnya keriput itu. "Baiklah. Aku menunggumu, Eizan." Setalah mengatakn hal itu Mr. Bernard meninggalkan Elsa dan Eizan.
Akhirnya Elsa tak harus menggunakan senyum palsunya lagi. "Kenapa kau seyakin itu tadi? Pertanyaan langsung dilontarkan begitu saja pada Eizan.
"Ketika orang berniat memojokkanmu, maka kau harus menerima tantangannya. Tunjukkanlah seolah-olah kita tidak sedang terpojok atau terintimidasi oleh perkataannya. Lagipula aku percaya dengan kemampuan Dr. Mahendra.
"Aku juga selalu percaya dengan kemampuanmu," puji Elsa.
Kali ini tatapan kaget tidak dibuat-buat keluar dari wajah Eizan. "Kau memujiku?"
Elsa mendelik lalu menyikut perut Eizan. "Seperti tidak pernah dipuji olehku saja."
Elsa lalu pergi meninggalkan Eizan untuk berinteraksi dengan orang yang dia kenali. Eizan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengikuti Elsa.
°°°°
To be continued
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top