15. Tidak Terduga

Di dalam mobil, Elsa langsung membuka ponselnya dan iPad milik Lin. Elsa membaca segala informasi tentang Big Black Box terutama bagian Evangelion.

Big Black Box adalah perusahaan tempat mengabulkan sebuah impian. Ketika kita bermimpi untuk menjadi nomer satu di dunia, tapi ada orang yang menghalangi maka Big Black Box bisa membantu mengatasinya.

Tak hanya itu, Big Black Box juga siap mengabulkan keinginan pelanggan dalam hal positif maupun negatif. Jika pelanggan ingin menguak tentang perselingkuhan pasangannya, membuat perusahaan orang lain bangkrut, bernegosiasi dalam kerja sama perusahaan, membunuh orang, Big Black Box bisa mengatasinya.

Semua tergantung uang yang kalian miliki, maka Big Black Box akan menyelesaikan semuanya dengan mudah.

Setelah puas membaca tentang Big Black Box, barulah Elsa membaca bagian Evangelion.

Evangelion, 27 tahun dengan julukan "Black Woman" adalah seorang pemburu wanita yang handal dalam menyelesaikan segala tugasnya. Dia sudah menyelesaikan 170 kasus selama tujuh tahun bekerja dan pernah gagal dalam 1 kasus.

"Lin lihat! Evangelion pernah gagal dalam satu kasus. Kira-kira kasus apa ya?" tanya Elsa pada Lin yang sedang fokus menyetir, lalu kembali melanjutkan bacaannya cukup keras.

Jangan meremehkan Evangelion hanya karena dia seorang wanita. Dia gagal satu kali dalam kasus karena pelanggan memutuskan untuk menutup kasusnya dan menyudahi ekspedisi. Jika tertarik menyewa Evangelion untuk menyelesaikan masalah Anda, silakan datang ke perusahaan kami saat jam operasional kerja di pagi hari sampai pukul empat sore. Tentu saja dengan uang muka dan kartu member.

"Cih ... jika kasus gagalnya karena pelanggan menutup kasusnya, itu tandanya Evangelion sama sekali belum pernah gagal," kata Lin jengkel.

"Sebenarnya apa motif Evangelion mendekati Eizan? Apakah Evangelion memang benar-benar menyukai Eizan?" tanya Elsa lagi.

Lin hanya tertawa kecil saat mendengar pertanyaan dari Elsa. "Bagaimana mungkin orang yang kabur saat—" Belum sempat Lin menyelesaikan perkataannya, Lin melihat sesuatu di wajah Elsa.

"Elsa hidungmu berdarah!" pekik Lin khawatir.

Lin melihat kiri kanan jalan untuk memarkirkan mobilnya, sementara Elsa hanya menunjukkan wajah polos sembari memegang hidungnya dengan jari.

"Elsa gunakan tisu!"

Seolah tak mendengarkan perkataan Lin, Elsa tetap diam. Lin segera mencari tisu dan membersihkan darah yang mengalir di hidung Elsa.

"Katakan padaku, sebenarnya apa yang terjadi?"

"A-aku tidak melakukan apapun." Elsa mengelak. Dia bahkan tak berani menatap Lin yang sedang membersihkan hidungnya.

"Kurang istirahat?"

"Selama ini aku tidak terlalu kelelahan Lin."

"Lalu kenapa?"

"Mu-mungkin karena itu."

Lin langsung menghentikan gerakannya. Lin tak bisa berkata apa-apa saat Elsa mengatakan itu. Dia hanya menghela napasnya lalu kembali mengusap hidung Elsa dengan lembut.

"Bukankah sudah lama berhenti?

"A-aku tidak memainkannya, a-aku hanya mendengarnya."

"Siapa? Anshel?"

Elsa mengangguk.

Saat darah di hidung Elsa sudah berhenti, entah kenapa kini matanya berkunang-kunang. Pandangan di sekitarnya seolah menggelap. Kepalanya terasa berat dan—

"Elsa!" pekik Lin panik.

°°°
Anshel berjalan dengan girang di pinggiran trotoar sambil bersenandung ringan. Menggunakan jeans pendek, kaos putih lengan pendek, rambut terurai, topi hitam, kacamata, dan masker yang melindungi wajahnya.

Setelah sekian lama Anshel sangat senang karena hari ini dirinya akan makan di all you can eat bersama Agya dan Lila di depan kantor tempatnya bekerja.

Semasa Anshel bekerja di sana, tiap awal bulan Anshel beserta dua sahabatnya akan sering mampir untuk makan di sana. Bagi mereka restoran all you can eat terlezat hanya di Nanami Bbq.

Saat membuka pintu restoran, wangi daging yang dibakar langsung menusuk indera penciuman Anshel. Padahal Anshel sedang flu, tapi indera penciumannya tetap tajam.

Anshel tak bisa menemukan Agya dan Lila sampai akhirnya Agya keluar dari ruang VIP. Dari kejauhan Agya melambai-lambaikan tangannya dan Anshel langsung berlari menghampiri Agya.

Di dalam ruangan VIP Anshel langsung bertanya-tanya kenapa mereka harus menyewa ruangan mahal demi makan.

"Kau ini sekarang bukan orang biasa lagi. Bagaimana reaksi orang lain saat tahu kalau pacar Eizan makan di sini? Bisa geger tuh sejagat maya," jelas Agya.

"Iya betul. Perkara permen saja kau bisa trending. Ya, meski namanya jadi Azel sih hahaha ...," timpal Lila.

Hidung Anshel yang sudah merah ditambah pura-pura terharu membuat Agya dan Lila bergidik ngeri.

"Jangan mentang-mentang pacarmu artis. Gak usah so drama di depan kami!"

"Huaaa!!! Aku kangen kalian." Anshel langsung memeluk kedua sahabatnya itu sampai pesanan mereka akhirnya datang.

Langsung saja Anshel membakar dagingnya sementara Lila dan Agya membuat shabu-shabu. Banyak sekali yang mereka ceritakan salah satunya foto wanita yang baru diunggah Eizan.

"Ini kau, kah?" Agya menunjukkan foto pada Anshel.

"Cie yang semalem udah main. Pantesan aja sekarang langsung flu."

Anshel yang lahap memakan daging seketika langsung menyimpan semua alat makannya di atas meja.

"Itu pacar aslinya."

Air muka Anshel yang bahagia saat menyantap daging kini berubah menjadi suram. Bibirnya mencebik, matanya menatap kosong seperti sedang memikirkan banyak hal.

Melihatnya membuat Agya dan Lila iba. Mereka berdua langsung mendekati Anshel dan memeluknya dengan erat.

"Oh ... gadis kecilku yang malang. Kenapa takdirmu harus seperti ini," kata Agya sembari mengelus-elus rambut Anshel.

"Meski bebanmu sangat berat, kami akan selalu ada untukmu Anshel." Lila juga ikut menenangkan Anshel dengan mengelus-elus punggungnya.

Tak kuasa menahan bulir bening di pelupuk mata, Anshel akhirnya menumpahkan segala kesedihan dan kekesalannya pada Agya dan Lila.

Anshel bahkan menceritakan segala kekesalannya sembari sesenggukan, mulai dari saat pertama bertemu Eizan, hingga dirinya yang ditelantarkan sendirian di jalanan kota.

Agya yang geram lalu duduk tegak. Dia memegang bahu Anshel cukup kencang sehingga Anshel sedikit meringis kesakitan.

"Anshel tatap mataku!" ucapnya tegas.

Tak bisa menolak, Anshel menatap mata Agya yang akan memberikan segala petuahnya.

"Setelah ini kau kabur saja, ya. Kembali bersama kami ke kontrakan."

"Tapi, Lin—"

"Shtt!" Belum selesai Anshel menyelesaikannya, Agya langsung meletakan telunjuknya di bibir Anshel. "Dengarkan aku dulu!"

"Kau bisa kembali ke rumah orang tuamu atau kau bisa tinggal bersama ibu dan adikku. Bagaimana?"

Anshel diam sejenak sebelum akhirnya melepaskan tangan Agya dari bahunya.

"Aku tidak ingin merepotkan bibi."

"Anshel dengarkan dulu, aku akan—"

"Sudahlah, sudahlah! Aku sedang bernafsu makan. Ayo kita lanjut makan lagi." Anshel mengabaikan perkataan Agya dan kembali mengambil alat makannya diikuti Lila.

Mereka memasak daging bersama, saling bergosip, dan sesekali mengadakan tantangan sampai makanan yang tersaji hampir habis.

Anshel meletakkan alat makannya di atas meja dan bersendawa kecil. Setelahnya, tiba-tiba kepalanya mendadak pening dan sakit. Pandangannya mendadak buram bahkan sekelilingnya—

"Anshel!" pekik Agya dan Lila bersamaan.

Langsung saja Agya meminta salah satu pelayan toko datang. Ketika Lila hendak menepuk-nepuk pipi Anshel, sekujur tubuhnya sangat panas seperti terbakar.

Pelayan laki-laki langsung datang dan membopongnya keluar ruangan. Hampir saja pelayan itu akan membawa lewat pintu depan, tapi Agya segera menahannya.

"Bisa heboh jadinya kalau pacar artis ketauan pingsan di restoran tempatmu kerja," bisik Agya pada pelayan.

Mereka berempat pergi melalui pintu belakang. Memakai mobil biasa, si pelayan mengemudi dengan kecepatan tinggi saat Lila mengatakan bahwa detak jantung Anshel sedikit melemah.

Tidak jauh dari restoran Nanami Bbq, terdapat rumah sakit khusus untuk para artis biasanya dirawat. Rumah sakit Cempaka. Setelah memarkirkan mobil di basemen, pelayan tadi langsung membawa Anshel ke dalam, sementara Agya dan Lila mengekor di belakang.

Saat itu juga Lin kebetulan sedang berjalan di koridor rumah sakit, melihat Agya di resepsionis langsung saja Lin menghampirinya.

"Siapa yang sakit?" tanya Lin di samping Agya. Lalu Lin melirik pada pelayan restoran yang membawa wanita di pangkuannya.

Sontak saja bola mata Lin membulat sempurna saat melihat Anshel terkulai lemah di pangkuan si pelayan.

Awalnya Agya acuh, tapi saat pihak rumah sakit menanyakan mengenai biaya, Lin langsung merebut kertas dan  pena dari tangan Agya dan mengisi kertas itu dengan cepat.

"Atas nama Pak Eizan ya, Pak. Kalau begitu silakan menempati ruangan—"

"Aku ingin pasien ini berada di ruangan 117 bersama teman saya."

"Baik kalau begitu akan saya atur."

Agya dan Lila hanya menganga lebar merasa shock atas perlakuan Lin. Cepat-cepat Lin memangku Anshel dan membawanya ke ruangan tempat Elsa dirawat, meninggalkan ketiga orang itu di depan resepsionis.

°°°

Mata anak-anak Desa Cendana begitu berbinar terang saat berdiri di depan sebuah pusat perbelanjaan. Pintu langsung terbuka otomatis saat anak-anak berlarian ke dalamnya didampingi Azel dan Eizan.

Sesampainya di dalam, Azel memberikan interupsi pada anak-anak supaya tidak berkeliaran sendiri dan tetap ada dalam jangkauannya. Anak-anak juga boleh membeli barang yang mereka inginkan.

Setelah interupsi selesai, anak-anak langsung berhamburan ke tempat toko mainan, sementara Azel dan Eizan pergi ke toko perhiasan.

"Selamat datang Tuan dan Nyonya, kebetulan sekali desainer perhiasan kami sedang berada di sini. Kalian bisa berkonsultasi langsung pada desainer kami." Salah satu pegawai toko perhiasan langsung menyambut Azel dan Eizan.

"Silakan, Pak," kata pegawai mempersilakan Azel dan Eizan berkeliling toko.

Perhiasan yang pertama kali Azel dan Eizan kunjungi adalah cincin. Pegawai toko langsung menjelaskan tentang cincin wanita best seller mereka, yaitu cincin dengan batu ruby di atasnya. Warna merah ruby yang berkilauan diambil dari tambang galian sedalam puluhan meter sehingga tercipta cincin yang cantik dan menawan.

Saat melihatnya, mata Azel langsung berbinar seolah ingin segera memilikinya. Sadar akan hal itu, Eizan mempersilakan Azel untuk mencoba perhiasan itu. Dengan kulitnya yang putih bersih, cincin itu sangat pas di jari Azel.

"Jika Nyonya menyukainya, kami juga memiliki berbagai bentuk cincin dengan permata ruby."

"Bisakah aku melihatnya?" tanya Azel.

"Tentu saja. Silakan ke mari."

Saat Azel menuntun pergelangan tangan Eizan, tangan Eizan memegangnya lembut dan melepaskan pegangan Azel.

"Kamu saja. Aku akan menunggu di sini." Eizan tersenyum di balik maskernya, tapi masih terlihat dari sudut matanya.

Senyuman Eizan dibalas oleh Azel. "Baiklah. Kalau begitu aku ke sana dulu."

Setelah Azel pergi bersama pegawai toko, Eizan bertanya pada pegawai toko lainnya.

"Apakah di toko ini ada perhiasan perak juga?"

"Tentu saja Tuan, silakan ikut saya."

Di depannya terdapat banyak cincin perak. Eizan sempat dibuat kebingungan akan membeli yang mana.

"Saya bisa merekomendasikan barang best seller kami, Tuan. Apakah tertarik?"

"Ini dia. Cincin perak dengan satu mutiara di atasnya, sangat cocok dengan Nyonya tadi."

"Ah tidak. Itu bukan untuknya. Itu untuk kakak perempuanku, dia tidak akan menyukai model seperti ini."

Eizan mencari lagi berbagai perhiasan sampai titik matanya menemukan sebuah cincin perak dengan permata-permata kecil bertaburan di atasnya. Cincin itu terletak di ujung kanan jajaran ke-3.

"Itu saja."

Pegawai toko langsung mengambilkannya dan memperlihatkan pada Eizan. Eizan melihat sekeliling cincinya. Meski berada di ujung, tapi cincin ini tampak bersinar di mata Eizan seolah inilah cincin yang paling cocok untuk Elsa.

"Tapi, aku tidak tahu ukuran kakak perempuanku," gumam Eizan sembari menggaruk kepalanya padahal tidak gatal.

Eizan melihat sekeliling toko dan menemukan penjaga perhiasan kalung. Sepertinya ukuran jarinya sama persis dengan Elsa.

"Boleh Anda mencoba cincin ini. Saya pikir kakak perempuan saya memiliki ukuran jari yang sama."

Dengan senang hati pelayan itu mencobanya. Ternyata itu pas di jari tangan pegawai, sehingga Eizan membeli cincin itu.

Di paling ujung toko ada jajaran perhiasan cukup murah yang terbuat dari titanium. Sepintas Eizan melihat ada cincin dengan motif kupu-kupu di atasnya. Seketika dirinya teringat dengan Anshel. Lantas, anehnya Eizan membeli cincin itu.

°

Azel dan Eizan bersama anak-anak tengah mengantre di kasir untuk membayar pakaian-pakaian yang dibeli Azel dan anak-anak. Antrean masih panjang, tapi ponsel Eizan berdering menampakkan nama Lin pada layar ponselnya.

Enny menghampiri Eizan dan menarik-narik bajunya membuat Eizan harus mensejajarkan tubuhnya dengan gadis kecil itu.

"Kak Eizan ini adalah ulang tahun terbaik dalam hidupku," kata Enny.

"Benarkah?"

Gadis itu mengangguk sementara mata Eizan berbinar memancarkan kesenangan yang mendalam karena melihat gadis kecil dan anak-anak di sekitarnya senang.

"Selamat ulang tahun gadis kecil."

Seketika Enny menangis terharu langsung menghamburkan pelukannya pada Eizan.

Anak-anak lainnya pun mengerumuni Eizan, berterimakasih dan juga memeluk Eizan penuh kasih sayang. Eizan melihat Irgi berjalan dengan pincang, kerumunan seketika membelah menjadi dua mempersilakan Irgi bertemu langsung dengan Eizan.

"Aku sudah mengatur biaya pengobatan untukmu. Lain kali berhati-hati." Eizan mengelus-elus rambut Irgi dan dibalas anggukan oleh Irgi.

Sampai akhirnya kasir telah selesai menghitung dan menyebutkan nominalnya. Saat Eizan berdiri, dari kejauhan tampak seseorang berlari menghampiri Eizan.

Dilihat dari jauh pun Eizan tahu bahwa itu adalah bawahannya. Segera Eizan bertanya perihal apa yang terjadi ketika bawahannya tiba.

Bawahannya membisikkan sesuatu di telinga Eizan yang membuatnya langsung menganga lebar shock akan informasi yang mendadak.

Eizan langsung menepuk pundak bawahannya. "Tolong urus pembayarannya aku harus segera pergi."

Hanya menatap Azel sekilas dengan tatapan bersalah, Eizan langsung berlari begitu saja sementara Azel kebingungan.

"Eizan, tunggu!" teriakkannya ibarat angin kecil yang tak Eizan pedulikan. Saat Azel akan mengejar, bawahan Eizan menahannya.

"Saya akan urus pembayarannya."

Tak memakan waktu lama untuk mengurus pembayaran, bawahan Eizan pergi begitu saja menyusul Eizan.

Di sanalah Azel membanting barang belanjaannya dan mengacak-acak rambutnya frustrasi. Di balik manekin, seorang pria muncul dengan tawa terbahak-bahak.

"Sial kau Mike!" pekik Azel.

°°°

To be continued

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top