14. Menjaring Ikan dan Negosiasi
Hanya membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit dari pesisir pantai untuk menemukan gerombolan ikan-ikan kecil seperti teri.
Tak seperti memancing di pesisir, ikan kecil seperti teri lebih menyukai cahaya, sehingga cara tradisional menangkap ikan kecil seperti teri yaitu dengan bantuan lampu petromak yang cukup banyak.
Carlos sudah menyiapkan waring (sesuatu yang digunakan untuk menangkap ikan) yang dibentuk lingkaran, tak lupa waring lingkaran ditambah dengan tongkat kayu sehingga lebih mudah untuk menjaring ikan.
Eizan hanya duduk memerhatikan di dekat ekor perahu, sementara Azel terlalu hiperaktif dan bersemangat menangkap ikan. Seperti tak kenal malu, Azel selalu menempel pada Carlos memaksa ingin menjaring ikan sendiri.
Siapa yang tega membiarkan wanita manis seperti Azel terus merengek. Akhirnya, Carlos memberikan waring itu pada Azel. Carlos juga memberikan panduan pada Azel, bahkan mempraktikkannya sehingga Azel memiliki gambaran untuk melakukannya.
Pertama Azel menginjak-injak bagian perahu. Di bagian tengah perahu terdapat kayu-kayu yang ditumpuk guna menarik perhatian ikan, karena ikan-ikan kecil akan tertarik terhadap getaran yang disebabkan perahu apalagi dengan cahaya dari lampu petromak yang menyala terang, membuat gerombolan ikan dengan mudah datang.
Tidak cukup lama Azel meloncat-loncat ringan di atas kapal sampai gerombolan ikan kecil menghampiri cahaya dekat perahu Carlos. Satu gerakan tangan menjaring gerombolan ikan dengan cepat, sehingga gerombolan itu masuk dalam waring Azel.
"Yey!" teriak Azel girang. Bahkan tubuhnya menari-nari riang di atas perahu.
Tangkapan yang didapat Azel memang tak sebanyak yang dihasilkan Carlos, tapi itu cukup bagus untuk pemula.
Eizan yang sedang duduk pun terpana dengan kecekatan Azel. Tangannya bergerak mengambil ponsel di sakunya, memotret Azel diam-diam hingga tercipta foto siluet di galeri ponsel Eizan. Langsung saja Eizan membuka akun media sosialnya, mengunggah foto siluet Azel tanpa caption.
Tak hanya itu, Eizan juga membuka fitur chat pada media sosialnya, mencari nama Elsa dengan fitur search.
Elsa Malema
Last seen 15 minutes ago
Sending picture
Andaikan yang di depan itu kamu
✓✓
Setelah mengirim pesan pada Elsa, Eizan memasukan ponselnya kembali ke dalam saku, lalu menghampiri Azel yang tengah bersorak gembira merayakan kemenangannya.
°°°
Tepatnya berada di lantai 90 salah satu apartemen termewah di kota. Anshel meregangkan otot-otot tubuhnya setelah mengerjakan semua tugas yang menggunung.
Dilihat dari kondisi tubuhnya yang tak segar, kantong mata yang besar dan menghitam, sepertinya Anshel tak mendapatkan istirahat yang cukup.
Padahal selama mengerjakan tugas, kantuk terus-menerus datang sementara usai mengerjakan tugas-tugasnya rasa kantuk seolah hilang begitu saja ditelan bumi.
Anshel memutuskan untuk minum air putih dan melihat-lihat sekeliling karena bosan. Dia pun memutuskan untuk melihat-lihat ruang kerja Eizan, kali saja ada yang menarik untuk Anshel.
Benar saja Anshel mendapatkan sesuatu yang menarik. Sudah sejak lama Anshel memerhatikan piano di sebelah meja kerja Eizan, tapi baru kali ini Anshel menyentuhnya.
Sepertinya piano ini sudah lama tidak dimainkan, dilihat dari tuts piano yang berdebu. Asisten rumah tangga pun sepertinya hanya membersihkan luarnya saja.
Di atas piano terdapat sebuah foto dalam bingkai kecil. Itu adalah Lin, Elsa, dan Eizan. Tampaknya Elsa memenangkan sebuah penghargaan, terlihat dari Elsa yang tersenyum girang dengan medali di tangannya. Di dalam foto Eizan juga tersenyum sumringah, hanya Lin yang cemberut.
Tak menghiraukan itu, Anshel duduk di kursi dan bermain piano. Rasanya sudah sangat lama tidak menekan jari-jari di atas tuts piano. Terakhir kali Anshel bermain piano ketika SMA. Itupun Anshel hanya bisa memainkan lagu-lagu ringan.
Sunyinya ruangan membuat suara piano menggema mengisi ruangan. Bahkan Anshel sangat menikmati memainkan lagu klasik, hingga tak berlangsung lama permainannya berubah menjadi buruk.
Ternyata, bukan karena kemampuan Anshel yang buruk melainkan seseorang sedang berdiri di sampingnya menekan sembarang tuts.
"Elsa?"
Menyadari Anshel sudah sadar atas kehadirannya, Elsa bertepuk tangan untuk mencairkan suasana.
"Hebat. Permainanmu sangat bagus."
Anshel merasa tidak enak karena ketahuan menggunakan barang Eizan tanpa izin membuat Anshel menunduk malu.
"Mozart? 'eine kleine nachtmusik'? Aku suka lagu itu."
"Benarkah? A-aku juga menyukainya," jawab Anshel pelan.
"Hei. Kenapa? Jangan merasa bersalah seperti itu. Aku tidak akan melaporkannya pada Eizan."
Perkataan dari Elsa membuat Anshel merasa lega. Kini Anshel tak lagi menundukkan kepalanya.
"Maaf aku tidak menyadari kedatanganmu," kata Anshel menangkupkan kedua tangannya meminta ampunan.
"Sudahlah, itu bukan salahmu." Elsa menurunkan tangan Anshel, dia menariknya membuat Anshel berdiri di depan Elsa.
"Sudah makan malam?"
Anshel menggelengkan kepalanya. Ketika memerhatikan wajah Elsa, Anshel merasa ada sesuatu yang janggal di wajah Elsa. Cairan berwarna merah terlihat jelas keluar dari hidung Elsa.
"Elsa! hidungmu berdarah!"
Panik melanda Anshel, dia buru-buru kembali ke kamarnya untuk mengambil tisu, sementara Elsa hanya diam dan mengelap darah itu dengan tangannya.
Saat Anshel kembali, dia buru-buru mengelap hidung Elsa dan memberikan banyak tisu pada Elsa.
"Apa orang sepertimu sangat sibuk hingga tak memperhatikan kesehatan sendiri?" tanya Anshel kesal.
"Aku tidak apa-apa."
"Apanya yang tidak apa-apa, hah?"
"Ini hanya darah dari jerawat."
Perkataan dari Elsa membuat Anshel diam sejenak. Anshel memerhatikan ekspresi Elsa, tetapi tak menemukan adanya keanehan.
"Kuulangi pertanyaanku, apa kau sudah makan malam?"
Anshel menggelengkan kepala.
"Kalau begitu mari makan bersama. Sudah lama aku ingin makan nasi goreng di warung makan dekat apartemen."
Tak bisa menolak karena perutnya benar-benar lapar, Anshel menyetujui ajakan Elsa.
°
Keluar dari rumah makan, udara dingin begitu terasa menusuk pori-pori. Bahkan meski menggunakan mantel, Anshel dan Elsa masih menggigil dibuatnya.
Sesekali mereka berdua bersin dan mengeluarkan ingus yang langsung dilap menggunakan tisu.
"Sepertinya kita sama-sama terkenal flu," kata Elsa.
Hanya dibalas anggukan oleh Anshel karena tak kuasa menahan bersin.
°
Meski tidur di atas kasur yang nyaman, Anshel sama sekali tidak bisa tidur dengan nyenyak. Di sekelilingnya terdapat banyak tisu bekas ingusnya. Entah apa yang terjadi, mungkin saja dirinya kelelahan akibat kurang istirahat.
Di ruangan yang berbeda, Elsa juga sama. Di bawah sinar lampu, dirinya tak bisa terlelap karena hidungnya tersumbat.
"Kenapa ini? Apa karena aku— hacum."
"Arghh! Aku kesal."
Kali ini Elsa benar-benar terbangun. Dia membuka ponselnya dan menemukan pesan dari Eizan.
"Ah ... rupanya Eizan sedang berlibur di pantai."
Eizan
Last seen 1 hour ago
Jangan bermimpi! Nikmati saja
liburanmu
✓✓
Elsa tertawa geli saat mengirim pesan itu pada Eizan. Ternyata, saat Elsa membalas Eizan langsung online.
Eizan
Online
Bagaimana hari-hari
tanpaku?
Biasa saja
Sungguh?
Tentu saja
Kalau begitu aku tidak
akan pulang.
Coba saja jika mampu
.
.
.
Tidak bisa tidur?
Ya, sepertinya
Bagaimana jika aku
menelponmu?
Tidak perlu!
Aku akan tidur
Jaga kesehatanmu
Good night
Elsa mematikan ponselnya, lalu memaksakan diri untuk tidur.
Sementara di tempat jauh sana Eizan tersenyum di atas perahu, kembali menjaring ikan.
°°°
Keesokan harinya saat cuaca sedang panas-panasnya, tapi anehnya hari itu terasa dingin bagi Elsa. Dia menggunakan mantel tebal dan topi rajut untuk menghangatkan badan seperti musim dingin saja. Di balik maskernya, hidungnya merah karena sering bersin.
Lin yang sedang menyetir di sebelah Elsa pun merasa keheranan dengan outfit Elsa.
"Kenapa cuaca panas seperti ini bisa terkena flu?"
"Mungkin konyol untukmu, tapi memang begini keadaannya."
Lin tak bisa berkata-kata, hanya merasa iba dengan kondisi yang dialami Elsa.
"Masih niat bertemu Mr. Robert?"
"Tentu saja. Hanya ini satu-satunya kesempatan bagus."
Lin melirik spion untuk memarkirkan mobilnya di parkiran King and Queen Resto. Setelah turun dari mobil, Elsa dan Lin langsung menghampiri bertanya kepada kasir ketika masuk ke dalam restoran.
"Permisi, apa bos kalian ada?"
Wanita yang menjadi kasir menatap Lin dan Elsa secara bergiliran sebelum akhirnya menjawab. "Sebelumnya, bisa saya tahu identitas Tuan dan Nyonya?"
"Kami adalah manajer Eizan. Kami datang untuk urusan pekerjaan." Lin menunjukkan kartu namanya untuk membuat wanita di depannya percaya.
Setelah mendengar nama Eizan wajah tak bersahabat si kasir menjadi berubah. Kini, kasir itu menunjukkan senyuman terbaiknya. "Saya akan mengantar kalian kepada sekretaris bos kami."
Di depan pintu ruangan yang tertutup terdapat seorang pria berkulit sawo matang, rambutnya hitam kecoklatan, dengan tinggi kira-kira 170cm, berdiri tegap. Jika diperhatikan, sepertinya umur pria itu sudah menginjak 30-an.
"Permisi Tuan. Ada yang ingin menemui bos," kata wanita kasir. Setelah mengantar Lin dan Elsa dia lalu kembali ke tempatnya bekerja.
"Kami berdua adalah manajer Eizan. Aku Lin, dan ini Elsa." Lin dan Elsa bergantian menjabat tangan sekretaris Mr. Robert. Tak lupa Lin menunjukkan kartu namanya.
"Aku Juan."
"Apa Mr. Robert ada di dalam?" tanya Lin sopan.
"Apa keperluan kalian?"
"Masalah pekerjaan," jawab Lin.
"Tunggu sebentar."
Juan mengetuk pintu sampai ada jawaban dari seseorang di baliknya, barulah Juan berani masuk. Tak memerlukan waktu yang lama untuk Juan kembali dan membiarkan Lin dan Elsa masuk.
Ruangan yang sangat nyaman untuk bersantai. Dinding dan atapnya terbuat dari kayu, di sebelahnya ada ventilasi yang cukup sehingga cahaya cukup masuk ke dalam ruangan. Di tengah-tengah ruangan, terdapat seorang pria botak berkumis tebal, Mr. Robert.
"Selamat siang Mr. Robet. Aku Lin dan ini Elsa. Kami adalah manajer Eizan," sapa Lin begitu memasuki ruangan.
Mr. Robert seolah tak menyambut kedatangan Lin dan Elsa cukup ramah. Dia justru sibuk menyeruput kopi di cangkirnya.
"Kenapa aku harus percaya kalian manajer Eizan?"
"Oh iya, ini kartu namaku." Elsa memberikan kartu nama dari sakunya.
"Bagaimana jika ini palsu?"
"Kami bisa mem—"
Belum sempat Elsa berbicara, Lin sudah memotong perkataan Elsa.
"Jamuan makan bulan lalu di kediaman keluarga Houster. Bukankah kita pernah bertemu," sahut Lin sembari melepas maskernya.
Tawa keras langsung terdengar ketika jawaban dari Lin meluncur. Kali ini sikap Mr. Robert cukup ramah dengan mempersilakan Elsa dan Lin duduk di sofa untuk mengobrol.
"Juan, tolong bawakan minuman untuk mereka!" teriak Mr. Robert dan langsung dijawab di balik pintu oleh Juan.
Tak berselang lama, Juan membawa sebotol wine di tangannya. Juan langsung menuangkan wine pada masing-masing gelas. Setelah itu dia pergi meninggalkan ruangan.
"Mari bersulang." Mr. Robert mengangkat gelasnya begitu pula dengan Elsa dan Lin.
"Jadi, apa yang membawa kalian kemari?" tanya Mr. Robert.
"Kami tidak akan basa-basi terhadapmu, kami hanya meminta jawaban jujur darimu. Apa Tuan tahu Big Black Box?" tanya Lin.
Sekejap gestur tubuh Mr. Robert berubah, tapi dia langsung menyesuaikan diri seolah tak tahu apa-apa.
"Apa itu? Kenapa kalian bertanya padaku? Tentu saja aku tak tahu." Untuk menyembunyikan kebohongannya, Mr. Robert tertawa.
Tak demikian untuk Elsa dan Lin, mata meraka sama-sama menatap Mr. Robert serius.
"Sepertinya kalian tidak bisa diajak bercanda. Jika aku tahu lantas apa yang akan kalian lakukan, hah?" Mr. Robert sengaja mengangkat dagunya bersikap menantang.
Tersenyum, Lin memberikan map coklat yang sedari tadi dipegang Elsa.
"Kami sangat menyukai kejujuranmu. Silakan buka terlebih dahulu hadiah dari kami."
Merasa curiga, Mr. Robert membuka map perlahan. Dia membaca beberapa lembar kertas yang ada di dalamnya. Tak disangka, dia melemparkan map itu di atas meja.
"Apa -apaan ini? Apa maksud kalian?" Mr. Robert menunjuk-nunjuk kertas di hadapannya.
"Pedofilia, penjualan budak, prostitusi, dan percobaan pembunuhan pada pemilik restoran sebelah. Sepertinya itu cukup untuk menghancurkan hidupmu!" tegas Lin mengancam.
"Apa yang kalian inginkan? Mengorek informasi dariku?"
"Permintaan dari kami cukup mudah, Mr. Robert. Kami ada urusan dengan salah satu pegawai Big Black Box, tapi kami tak bisa menjangkau situsnya. Kami sangat yakin dengan bantuanmu akan sangat mudah." Elsa meminta dengan sangat ramah, namun nadanya tak menunjukkan keramahan sama sekali.
"Aku memiliki syarat. Jika kalian tidak mau menerimanya, kesepakatan kita batal."
"Seharusnya di sini Anda yang paling dirugikan. Kenapa kami harus menerima syarat dari Anda?" Lin tak terima dengan permintaan Mr. Robert
"Tapi, di sini kalian yang paling membutuhkan bantuanku, kan? Yakin ingin menolak?" Seolah tak mau kalah, Mr. Robert tersenyum puas.
Lin dan Elsa tak bisa berbuat apa-apa selain mendengar persyaratan dari Mr. Robert.
"Pertama, kalian harus menjamin bahwa kebusukanku tak akan sampai ke publik, kedua kalian hanya bisa membuka situsnya di ruang ini dengan pengawasanku, ketiga aku hanya memberikan waktu sepuluh menit pada kalian untuk berselancar di dalam situs Big Black Box, dan terakhir aku tidak akan menjawab pertanyaan apapun yang berkaitan dengan Big Black Box."
Sebenarnya permintaan dari Mr. Robert cukup memberatkan bagi Lin dan Elsa, padahal rencananya mereka akan melaporkan kejahatan Mr. Robert pada pihak berwajib. Tapi, demi sahabat mereka Eizan, mereka harus menerima persyaratan dari Mr. Robert.
"Baiklah."
Tersenyum lebar, Mr. Robert meminjamkan laptop dan kartu keanggotaan Big Black Box pada Elsa dan Lin. Waktu sepuluh menit harus digunakan sebaik-baiknya oleh Elsa dan Lin.
Pertama yang mereka lakukan adalah mencari keberadaan tentang Evangelion. Hanya itu sebenarnya yang mereka butuhkan.
"Divisi pemburu," ucap Elsa pelan. "Coba lihat itu Lin, mungkin saja informasi Evangelion ada di sana."
Menerima saran dari Elsa, Lin langsung mengarahkannya pada bagian divisi pemburu. Benar saja, di sana adalah daftar-daftar pada pekerja dan salah satunya ada Evangelion.
"Mr. Robert, apakah kami boleh memotretnya menggunakan ponsel kami?" tanya Elsa.
"Selama kalian tidak menyebarkannya, semua aman."
Dengan cepat Elsa memotret segala informasi tentang Evangelion beserta seluruh informasi yang dirasa penting untuk kedepannya.
Tidak terasa, waktu sepuluh menit berjalan begitu saja. Meski awalnya tak yakin, ternyata sepuluh menit dirasa cukup untuk Lin dan Elsa.
"Baiklah waktu sepuluh menit sudah berakhir. Maka, sekarang kesepakatan kita sudah berlaku."
Elsa dan Lin sama-sama beranjak dari sofa. "Terimakasih atas kerjasamanya, Mr. Robert," kata Lin menjabat tangan Mr. Robert.
"Kuharap kalian menepati janji. Karena jika tidak, maka hidup kalian termasuk Eizan tak akan aman."
Mendapat ancaman dari Mr. Robert, Elsa dan Lin hanya bisa tersenyum. Mereka kemudian pamit dan segera kembali menuju apartemen untuk meneliti informasi yang mereka dapat.
°°°
To be continued
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top