1. Melamar
Seorang pria dengan jas putih tampak sedang melakukan sebuah eksperimen di sebuah lab yang minim penerangan.
Ketika dia mencampurkan semua cairan ke dalam sebuah tabung, tak berselang lama dari sebuah mesin otomatis keluar sebuah permen lollipop berbentuk bulan.
Wanginya begitu semerbak hingga orang-orang yang berlalu-lalang di depan lab itu tampak menikmati wangi yang disebabkan oleh aroma permen.
Si pria merasa puas dengan hasilnya. Dia melihat keluar melalui jendela sehingga cahaya bulan masuk melalui sana. Bulan tampak bersinar dengan sempurna, bulat utuh. Jadilah pria itu memberi nama permen buatanya dengan nama "Full Moon Candy".
Iklan itu untuk pertama kalinya muncul ke permukaan. Bermunculan di yutub, televisi, bahkan hingga billboard di jalanan.
Ketika iklan itu muncul, hampir sebagian orang yang tengah berjalan berhenti sejenak untuk menikmati wajah tampan nan rupawan seorang aktor yang tengah naik daun, Eizan.
Namanya terus melejit ketika dirinya memainkan film bergenre action-romance, hingga mampu memikat perhatian banyak orang. Terutama di kalangan wanita.
"Lihat. Orang setampan dan semapan dirinya pun sebentar lagi akan dimiliki seorang wanita. Beruntung sekali wanita yang akan dilamar oleh Eizan," kata seorang gadis berambut blonde yang memakan Full Moon Candy.
Di sebelahnya juga seorang wanita menengadah ke atas juga sama-sama mengemut permen yang diiklankan.
"Kau benar. Malam ini apa kalian akan melihat Eizan melamar Azel? Kudengar itu digelar di mal terbesar pusat kota, Cookie Mal."
"Tentu saja aku harus menontonnya. Aku ingin tahu, jika dilihat dari dekat antara aku dan Azel siapa yang lebih cantik," kata seorang wanita yang sedang menyenderkan tubuhnya ke pinggir jembatan.
"Jangan bermimpi kau Anshel. Jika dibandingkan, kau itu hanya sebuah kentang dan Azel itu sebuah berlian."
"Kau terlalu berlebihan, Agya. Kuyakin Azel tak secantik itu."
"Sudahlah Anshel. Agya ada benarnya juga. Seharusnya kau tidak terlalu banyak berharap pada aktor besar seperti Eizan. Simpan saja mimpimu dan ayo kita kembali bekerja."
"Oke, oke. Tetap saja nanti malam aku akan buktikan bahwa Anshel lebih cantik daripada Azel."
"Terserah padamu saja," kata Agya berjalan lebih dulu disusul Anshel dan Lila.
°°°°
"Hari ini juga kerja bagus, Eizan. Kuharap kau menghabiskan makananmu dengan cepat." Seorang wanita tampak membawa jas hitam menuju tempat lain, kemudian tak nampak lagi setelah menutup pintu.
Eizan dengan santainya memakan makanan cepat saji, menyenderkan tubuhnya pada sofa empuk sembari meletakan kedua kakinya di atas meja.
Ketika ponselnya bergetar, Eizan langsung membuka pesan yang sudah dia ketahui darimana datangnya.
Hari ini kerja bagus. Banyak sekali wanita yang mengagumimu.
Eizan tersenyum membaca pesan dari pacarnya. Dengan cepat dia membalas pesannya.
Tentu saja akan banyak wanita mengagumiku, tetapi hanya satu wanita yang aku kagumi.
Sepertinya aku tidak akan bisa bermain ponsel terlalu lama. Sebentar lagi aku harus syuting. Sebaiknya jaga kesehatanmu dan Lin akan menjemputmu nanti sore.
Eizan menutup ponselnya, meminum minumannya, dan dari balik pintu muncul wanita tadi.
"Cepat sekali kau datang, Elsa."
"Sebaiknya cepat. Aku sudah menyiapkan kendaraanmu sebelum fans-mu bertebaran lebih banyak di luar sana."
"Mau bagaimanapun mereka juga fansku."
Elsa hanya mampu memutar kedua bola matanya sembari mengembuskan napas pelan.
°°°°
Malam yang dinantikan sekaligus tidak dinantikan oleh semua fans Eizan akhirnya tiba. Semua hal sudah diatur oleh tim yang ditugaskan untuk acara Eizan.
Meskipun tak lain adanya acara ini menghasilkan pundi-pundi rupiah bagi para sponsor, pemilik mal, stasiun televisi, dan sutradara, tapi Eizan juga mendapatkan keuntungan. Dimana, dia tidak perlu terlalu mengeluarkan biaya besar untuk momen istimewanya.
Ketiga wanita; Anshel, Agya, dan Lila sudah kebagian tempat duduk di bangku jajaran ke-3 bagian tengah. Cukup strategis karena mereka bisa melihat panggung dengan jelas.
"Aku jadi membayangkan jika saja Erik nantinya akan melamarku seperti ini." Lila terdengar mengeluh sebelum acara dimulai.
"Meski Erik mengelar hal semewah ini, aku yakin hanya keluargamu, keluarganya, dan kita saja yang hadir menontonmu. Iya, 'kan, Anshel?"
Agya tampak tertawa lebar mengejek Lila dan Lila juga tertawa dibuatnya. Sementara itu, Anshel memakan cemilannya dengan wajah cemberut.
"Andai saja aku yang berada di sana. Seharusnya Eizan tidak melamar seorang wanita secepat ini. Aku tidak sanggup menahan patah hati sebesar ini."
Melihat hal itu membuat Agya dan Lila turut simpati, tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa selain memegang bahu Anshel kiri dan kanan.
Anshel lalu melihat ponselnya. "Gawat! Malam ini seharusnya aku ada janji dengan Bagas. Bagaimana jika dia memecatku besok, sialan."
"Mau bagaimana lagi. Kau harus berbohong lagi pada Bagas. Cepat hubungi dia sebelum dia memecatmu." Agya memberi saran dan diberi anggukan oleh Lila.
"Gawat sekali. Kenapa jaringan tidak ada ketika aku sedang membutuhkannya. Kalian tolong tempati dulu. Aku akan kembali lagi setelah menelpon Bagas."
Cukup susah untuk pergi ke luar mal karena banyaknya orang yang datang. Akhirnya, setelah beberapa kali menabrak orang Anshel sekarang sudah berdiri di depan mal terbesar di kota.
Sembari menelpon atasannya, Bagas, Anshel melihat sekeliling dan kagum akan hal yang dia lihat. Penjagaan yang ketat dan dekorasi yang mewah nan elegan mampu mebius matanya.
Tapi, tak berlangsung lama Anshel berdecak kesal karena lagi-lagi jaringan di ponselnya menghilang.
"Kapan aku bisa mengganti ponsel kentangku ini, Tuhan?"
Ketika sedang sibuk mencari-cari sinyal, tiba-tiba wanita dengan stelan pakaian rapi menghampiri Anshel.
"Akhirnya ketemu juga. Darimana saja kau, Nona Azel? Kami semua sudah panik mencarimu dari tadi."
Anshel tampak shock dibuatnya. Saking kagetnya, tubuhnya serasa ringan dan tak mampu melawan. Anshel hanya pasrah tangannya dituntun oleh manajer Eizan, Elsa.
Ketika Anshel tiba, dia langsung didandani dan pakaiannya diganti dengan gaun berwarna coklat susu semata kaki. Gaun yang nampak elegan dengan taburan sedikit permata, tetapi tak menghilangkan kesan mewah bagi orang yang melihatnya. Melihat dirinya dari pantulan cermin membuat Anshel berdecak kagum akan kecantikannya malam ini.
Kini Anshel sudah seratus persen siap secara fisik. Tiba-tiba Lin datang dengan napas terengah-engah.
"Bagaimana Elsa? Apakah kau sudah menemukan Azel?"
"Ya. Aku sudah menemukannya." Elsa memperlihatkan Anshel yang sudah didandani.
Melihat orang asing berdiri di depannya membuat Lin membelalakkan matanya. Dia segera memerintahkan semua orang keluar ruangan kecuali dirinya, Elsa, dan Anshel.
Setelah semua keluar barulah Lin berbicara.
"Elsa! Bagaimana mungkin kau menemukan orang yang salah?"
Mendapat perkataan tiba-tiba dari Lin membuat Elsa tak mampu berekspresi. "Ba-bagaimana mungkin? Dia mirip sekali dengan orang di foto yang kau berikan."
"Mirip bukan berarti orang yang sama. Aku tidak bisa menemukan Azel dan sekarang yang berdiri di depan kita itu siapa?"
"Ehem!" Anshel akhirnya memecah perdebatan antara Elsa dan Lin.
"Sebelumnya aku meminta maaf karena menyela perdebatan antara kalian. Perkenalkan aku adalah Anshel. Seorang karyawati dari perusahaan pinjaman uang yang tidak terlalu terkenal."
"Nona Anshel, ini keadaan yang sangat gawat. Kami harus memberitahumu. Nona Azel tiba-tiba menghilang ketika aku menjemputnya di kediamannya. Aku mohon padamu untuk berakting menjadi Nona Azel hanya untuk semalam."
"Apa kau sudah gila, Lin? Tandanya kita membohongi Eizan?" sanggah Elsa.
"Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang, Elsa? Waktu kita tidak banyak. Jika Nona Azel tidak datang, maka citra Eizan akan langsung turun. Kita akan menghadapi hal itu nanti, tapi untuk sekarang kita tidak bisa membiarkan citra Eizan jatuh."
"Tapi, aku tidak bisa."
Lin memegang bahu Elsa, menatap matanya dalam. "Dengarkan aku. Jangan sampai satu kejadian menghancurkan karir Eizan. Jika Azel tidak muncul di hadapan publik, apa yang akan orang di luar sana bicarakan? Media akan menceritakan bahwa ada seorang wanita yang menolak orang setampan, semapan, dan sesukses Eizan."
"Apakah dia setuju? Di sini Anshel bisa jadi korban."
"Wajah Azel belum terekspos ke publik, Elsa. Bagaimana bisa Nona Anshel jadi korban?"
"Aku bersedia!" Pernyataan dari Anshel membuat Lin tersenyum penuh harap, sementara Elsa hanya bisa pasrah.
°°°°
To be continued
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top