Sakura no Isshūkan #7
Satu Minggu Bunga Sakura
__________________________
Nina Bobo Sakura
__________________________________________
Tokyo, 11 Juni
23.45
Sakura masih menunggu di sana. Hujan yang turun sejak sore mulai mereda. Di kusen jendela, Sakura menatap langit yang masih penuh kembang api walau sudah larut.
Meski pun langit ramai dengan warna dan suara riuh kembang api, malam kali ini terasa begitu sepi. Tak ada bintang maupun bulan. Dan tak ada Sasuke di samping Sakura.
"Sakura," Panggil seseorang dari balik pintu. Dari daun pintu yang sedikit terbuka, Sakura dapat melihat ibunya di sana.
"Ini sudah malam. Lebih baik kau istirahat sekarang." Pinta ibu Sakura dengan nada cemas.
"Tidak apa, Ibu. Aku baik-baik saja. Lagi pula, aku masih ingin menikmati langit yang hanya meriah oleh kembang api." Jawab Sakura dengan lembut. Meski begitu, suaranya lebih terdengar lemas.
"Hujan belum juga reda. Khawatirkan kesehatanmu. Mungkin Sasuke akan datang besok pagi." Sakura melebarkan senyum. Memang, Sakura menunggu Sasuke sejak matahari tenggelam. Kalau sampai dia menunggu sampai matahari terbit, rasanya agak tidak menyenangkan.
"Ibu, Sasuke orang sibuk. Tapi, dia itu orang yang selalu menepati janjinya. Aku yakin dia akan tetap datang meski terlambat. Lagi pula, kami sudah buat janji kelingking." Sakura mengangkat kelingking tangan kanannya.
Ibu Sakura menatap kelingking itu dengan rasa yang tak bisa dimengerti. Ia cemas, takut, kesal, ingin menangis, dan masih banyak lagi. Entah tindakan apa yang seharusnya ia ambil. Melihat gadis semata wayangnya bertingkah seperti anak kecil demi menghibur diri sendiri.
"Baiklah, kalau begitu. Tapi kau harus istirahat saat mulai merasa lelah atau pusing."
"Iya, Ibu. Aku akan langsung menutup jendela dan berbaring di balik selimut ketika merasa lelah, atau pusing."
"Oyasumi, watashi no hime." Ibu Sakura mendekat dan mengecup kening Sakura singkat.
"Oyasumi, kaa-san." Ibu Sakura keluar dan menutup pintu. Sakura kembali menghadap langit yang tengah menangis, di saat yang ditangisi merayakan kekelamannya.
Kembang api-kembang api itu meluncur, mekar di langit malam. Warna-warna itu pecah dan bersatu dengan air hujan. Rintik-rintiknya jatuh membasahi wajah cantik Sakura dan yukata merah muda yang membalut tubuh mungilnya.
Sakura berharap hujan reda. Atau setidaknya ada satu bintang yang muncul untuknya. Bintang.
Apa Altair akan datang untukku malam ini?. Begitu pikir Sakura.
Angin malam yang tak enggan bercampur dengan hujan membawa nyanyian nina bobo untuk Sakura. Dingin, basah, tanpa ada satu pun kehangatan. Sakura terlelap di jendela.
~~
"Tuan Sasuke... Tuan Sasuke!"
"A-ah, iya. Ada apa?" Sasuke sadar dari lamunannya.
"Rapat kali ini akan dilanjut dua hari lagi." Ucap seorang pria dewasa yang duduk di depan Sasuke.
"Aku mengerti."
Sasuke dan pria itu berdiri dan bersalaman. Begitu juga dengan sekretaris mereka. Sasuke keluar ruangan dengan tergesa-gesa.
"Tuan Muda, Anda terlihat sangat terburu-buru malam ini." Ucap sekretaris Sasuke.
"Ya, kau pulanglah duluan. Aku akan pergi ke suatu tempat terlabih dahulu."
Keluar gedung, Sasuke langsung menghentikan taksi dan segera menaikinya. Bahkan dalam perjalanan, Sasuke terus memaksa sang supir untuk lebih cepat lagi. Di depan kompleks perumahan klan Haruno, Sasuke segera turun dan berlari memasuki kompleks. Dia terlihat sangat terburu-buru dengan wajah cemas. Dia tak peduli dengan hujan yang masih mengguyur bumi Tokyo.
Dengan napas terengah-engah Sasuke menatap atap rumah milik seorang Haruno yang selalu ada di pikirannya. Sayang, atap itu kosong sekarang. Sasuke melihat jam di tangannya. Ini sudah pukul 1.05. Sasuke telat lebih dari satu jam.
"Siaal!!"
Sasuke mengacak-acak rambutnya kesal. Dilihatnya jendela kamar Sakura yang sudah gelap. Dan air matapun jatuh tanpa ia sadari.
~~~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top