° Two °
"Nee-chan! Daisu mau minta makan, ya!"
Teriakan disertai suara pintu yang terbuka membuat (Name) yang kala itu tengah menulis surat di ruang depan terkejut seketika.
Netra ungu tua (Name) segera diarahkan ke pintu depan. Dirinya mendapati sosok Daisu yang tertawa tanpa dosa. Cengiran khas milik Daisu membuat (Name) semakin kesal kala melihatnya.
"Daisu! Kau ini membuatku SANGAT terkejut!" (Name) segera mengambil bantal di sofanya dan melemparkan bantal tersebut tepat ke wajah Daisu.
"Aw!" Daisu memegang wajahnya yang baru saja ditimpuk dengan bantal oleh kakaknya. "Ittai yo ... nee-chan."
(Name) mendengus kesal. "Huh, itu salahmu sendiri karena membuatku terkejut. Lagipula, tidak sopan masuk ke rumah gadis tanpa izin."
"Tapi--" Daisu melangkah ke dekat kakaknya itu sembari tersenyum tanpa dosa dan menepuk-nepuk bahu (Name). "--kau kan kakakku!"
"Tetap saja itu tak sopan, Daisu." (Name) menatap Daisu tajam. "Lain kali, jangan sembarangan masuk ke rumahku. Jika tidak kau turuti, jangan harap aku akan memberimu makan."
"Ehehee. Maafkan aku, nee-chan." Daisu mengalihkan atensinya pada kertas yang ada di atas meja. "Hee? Apa itu?"
(Name) mengerutkan alisnya dengan bingung. "Hah? Apanya?"
"Itu! Kertas yang ada di mejamu, nee-chan." Daisu menunjuk kertas tersebut dan berniat mengambilnya.
Tepat sebelum Daisu menyentuh kertas itu, (Name) lebih dulu mengambil kertas tersebut dan menyembunyikan kertas itu di balik badannya. "... Bukan apa-apa."
"Hayo hayo, itu apa, nee-chan?" tanya Daisu dengan nada yang dibuat-buat menggoda. "Apa itu surat cinta? Untuk pacar, hm?"
"Daisu, bisa kurangi sedikit kebodohanmu?" (Name) melempar bantal sofa yang ada di dekatnya sekarang. "Ini bukan urusanmu."
"Aku terharu karena nee-chan sudah punya pacar." Daisu menghindari lemparan bantal sofa tersebut. "Usiamu sudah cukup tua, lho."
"Astaga Daisu, bisa kurangi kadar kebodohanmu itu? Usiaku baru saja menginjak 23 tahun, oke?" kata (Name) kesal. Dia agak tersinggung karena adiknya membicarakan tentang usia.
"Yah, maafkan aku, nee-chan." Lagi-lagi Daisu tersenyum tanpa dosa dan tertawa pelan. "Tolong beritahu aku, ya? Sebenarnya, itu kertas apa?"
"... Hanya surat biasa, kok." (Name) menjawab dengan suara kecil.
"Untuk?"
"...."
"Heiiii, jangan abaikan aku!"
"...."
"Nee-chan?"
"Ini untuk Yumeno." (Name) menjawab dengan pelan. Sejujurnya dia malu untuk mengakuinya.
"Apa?! Untuk Gentaro?!" Daisu menatap (Name) dengan tidak percaya. Tak dia sangka surat itu ditujukan untuk Gentaro. "... Surat cinta?"
"Bukan, Daisu bodoh." Bantal pun kembali dilemparkan oleh (Name). Dirinya kesal karena adiknya selalu menuduh yang tidak-tidak. "Ini hanya surat penggemar biasa, oke?"
"Surat penggemar?" Daisu memiringkan kepalanya dan menaikkan sebelah alisnya bingung. "Bukankah kau editor Gentaro? Untuk apa menulis surat untuknya?"
"Hmh, dengan menyamar jadi penggemarnya dan lebih peduli padanya, aku harap dia mau lebih memperhatikan kesehatannya itu," jelas (Name) sembari menghela napas. "Sebagai editornya, aku khawatir, kau tahu."
"Kenapa tidak memberitahunya langsung?"
"Hm? Sudah kucoba dan dia tak mendengarkan. Lagipula, rasanya aneh jika bicara langsung."
Daisu kemudian tersenyum jahil dan menggoda kakaknya itu. "Jangan-jangan, kau menyukai Gentaro, ya?"
"Dasar adik kurang ajar. Jangan harap aku akan memberimu makanan."
"Nee-chan kejam!"
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top