- tiga

Sudah seminggu sejak surat kedua yang ia terima, selama itu pula Jiro belum mendapatkan surat berikutnya. Bukan berharap atau semacamnya, Jiro masih penasaran dengan pengirim surat itu.

Ya, walau sebenarnya sudah jelas siapa pengirimnya, hanya saja mungkin Jiro yang terlalu bodoh untuk menyadarinya.

"Bro! Kantin yuk, laper nih." Osamu menghampiri Jiro, mengajaknya ke kantin. Masashi dan Ken mengangguk setuju, pasalnya mereka juga lapar.

Jiro mengangguk dan langsung beranjak tanpa berucap apapun. Membuat ketiga sobat sintingnya terheran-heran.

Ken merangkul Jiro dan bertanya, "Ada apa? Masih penasaran dengan si pengirim?"

Yang ditanya mengangguk, membuat Ken menghela napas berat. "Sudahlah, abaikan saja. Mungkin kau terlalu bodoh untuk menyadarinya," sambung Ken, membuat Jiro melotot.

"Apa yang kau bilang?!"

"A-ah, aku tidak bilang apa-apa," kilah Ken dengan netra yang gencar menatap segala arah. Sampai netranya menangkap kehadiran surat melekat di belakang baju Jiro. Ah, pantas saja beberapa siswa tertawa saat mereka melintas. "BTW, apa yang menempel di punggungmu?"

Alis Jiro bertaut. Dengan segera ia meraba punggungnya, dan menarik surat yang melekat. "HEEE, SIAPA YANG-"

"Bagaimana kalau kau baca, mungkin itu lanjutan surat kemarin." Masashi memberi saran, mencegah terjadinya kehebohan. Jiro mengangguk kuat. "Kau pintar juga ternyata!" pujinya, yang membuat pemuda anti-homo itu menatap Jiro tak suka. Pasalnya, dialah yang terpintar dari kawanan sinting itu.

Jiro mengeluarkan surat itu dari bungkusnya. Dengan cepat ia membaca surat itu diikuti oleh ketiga sahabatnya.

[ Kau dan aku. Layaknya tanah dan langit. Sangat sulit bahkan tidak mungkin pernah bersatu. Hanya bisa saling menatap tanpa bisa bersama.

Apa kau tahu maksudku?

Jika ya, temui aku segera. Dan jika tidak, carilah aku.

ps : Sebagai petunjuk, aku adalah orang yang sering bermain game bersamamu di kelas. ]

Keempat pemuda itu terdiam. Yah, walau tak sepenuhnya, karena Osamu, Masashi, dan Ken tengah menahan tawa mereka. Entah apa yang lucu, mereka sendiri tidak tahu.

Jiro berhenti berjalan. Raut mukanya tampak kebingungan. Osamu jalan mendekati Jiro, menepuk punggungnya. "Jadi, sudah dapat petunjuk?"

Jiro menimang-nimang, memgingat kembali teman-temannya dan aktivitas rutinnya bersama setiap teman. Tapi anak tengah Yamada itu langsung menggeleng kuat.

Terkejut sobat terheran-heran, karena tingkah si tengah Yamada.

"TIDAK MUNGKIN!" teriak Jiro yang tidak bisa dibilang kecil, karena membuat para murid di lorong melihat ke arahnya.

"Ada apa?" tanya Masashi heran. Oh Tuhan, tolonglah dirinya. Tidak bisakah sehari saja temannya tidak bertindak bodoh?

Jiro melihat Masashi dengan wajah pucat. "I-Itu ... tidak mungkin Ken, kan?!"

Pernyataan Jiro membuat Masashi tepuk jidat. Tidak habis pikir, sungguh. "A-aku?! Tidak mungkin! Aku bukan homo, keles. Aku masih lurus!" teriak Ken dengan wajah jijiknya. Dan dengan tidak normalnya ia memeluk dadanya sendiri dan bersembunyi di belakang Osamu.

"Ka-kalau begitu, siapa dong?"

Masashi mengembuskan napas berat. Mengapa ia harus tinggal dengan makhluk sinting seperti mereka? Dengan langkah lebar pemuda itu langsung meninggalkan ketiganya, sebelum mendapati [name] yang tengah berjalan ke arah berlawanan.

Dengan mata ganasnya, Masashi menatap [name] tajam. Seolah-olah ia berbicara kepada gadis itu melalui tatapan.

'Awas saja kau nanti!'

note;
maafken aku jiro.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top