- enam
"Niichan, Saburo, aku pergi dulu!" teriak Jiro sambil memakai sepatu. "Kau mau pergi ke mana?" tanya Ichiro, melihat Jiro yang tergesa-gesa.
"Aku mau menemui [name]! Ia hari ini akan menjalani operasi," jawab Jiro yang sudah selesai memakai sepatunya. Pemuda itu langsung pergi setelahnya. Berlari menuju tempat [name] secepat mungkin.
×
Jiro melihat rumah sakit di hadapannya, tampak sesuai dengan foto yang dikirim oleh ibu [name]. Jiro melangkah masuk, langsung bertanya kepada resepsionis mengenai ruang operasi [name]. Setelahnya Jiro langsung bergegas, tidak ingin melewatkan hal itu. Walau dalam hati, ia takut. Ia takut, [name] tidak kuat. Ia takut, [name] tidak bisa bertahan.
"Bibi! Bagaimana [name]?" Jiro bertanya khawatir setelah menemui ibu [name] di ruang tunggu. Ibu [name] menggeleng kecil. "Aku belum diberitahu apapun sampai sekarang. Bahkan sudah ada satu jam mereka di dalam," lirihnya hampir menangis.
Jiro juga sedih. Lelaki itu juga tahu, ayah [name] juga sedih walau pria itu tidak menunjukkannya. Rasa khawatir akan [name] sangat terasa di sini.
Lampu penanda berganti menjadi hijau. Pintu ruang operasi terbuka, menampilkan dokter dan perawatnya keluar dari ruang operasi. Ayah dan ibu [name] langsung mendekat dan menanyakan keadaan anak kesayangan mereka.
Dokter tersenyum, "Anak ibu kuat, dia mampu bertahan. Tapi sangat disayangkan, ia masih belum sadar sampai sekarang. Ia akan dinyatakan koma jika masih belum sadar sampai beberapa jam lagi," jelas dokter dengan raut sedih. Walau begitu baik orang tua [name] maupun Jiro sama-sama senang. Setidaknya [name] mampu bertahan.
Dokter itu melihat Jiro, dan tersenyum. "Ah, kau yang namanya Jiro, kan? [name] menitipkan surat untukmu." Dokter itu memberikan surat dari [name] kepada Jiro. Jiro langsung menerimanya, dan berterima kasih. Penasaran, Jiro memilih untuk langsung membacanya.
[ Hai, Jiro. Saat kau menerima ini, aku tidak tahu aku masih hidup atau tidak, hehe.
Tapi aku senang jika kau datang ke sini demi melihatku. Aku sangat senang.
Ah ya, kau jangan bersedih. Aku pasti bertahan. Katakan hal ini pada orang tuaku juga. Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja.
Um ... jika aku tidak kunjung bangun, aku berjanji, aku akan menemuimu di mimpi. Simpanlah surat ini sebagai bukti janjiku, sebagai kenangan dariku.
Anggaplah surat ini sakura, janji yang akan selalu kutepati.
Jadi, jangan bersedih! ]
Jiro menangis. Ia tidak tahan lagi. Mengapa Jiro baru mengetahui gadis itu memiliki penyakit sekarang? Apa gadis itu tidak mempercayainya? Entahlah, ia tidak tahu jawabannya.
Yang terpenting sekarang ialah, ia akan memastikan surat itu terjaga dengan baik. Ia tidak akan merusaknya. Karena ia akan memegang teguh janji sang gadis. Bahwa [name] akan bertahan dan tetap kuat.
Walau hanya Tuhan yang tahu kapan waktunya akan datang.
note;
dahlah bolong bolong di mana mana ;-;
bakal kucoba untuk menebus ini dengan cerita fluff lain aaaa-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top