- dua

Jiro galau. Auranya suram. Otaknya yang hanya 1G itu dipaksa bekerja; memikirkan surat yang ia dapatkan kemarin. Sayangnya para sobat tidak peka dan masih bertanya-tanya apa yang merasuki sobat mereka.

Ingin apatis tapi sayang, jika bertanya bisa-bisa jadi perkedel.

Bahkan Jiro sudah dijauhi teman sekelas karena auranya. Oh, tentunya selain [name]. Walau dia pintar, dia tidak peka.

"Hei, Jiro. Pagi-pagi sudah murung. Ada apa?" tanya [name] yang sudah duduk di depan Jiro. "Kucingmu mati? Atau Saburo mengganggumu lagi?"

Jiro menatap [name] tajam. Namun beberapa saat kemudian tatapannya melunak, bahkan mulai mengeluarkan cairan bening. "[n-[name]," lirihnya hampir menangis.

"Y-Ya?"

"BAGAIMANA INI? AKU MENERIMA SURAT TANPA NAMA PENGIRIM!" Jiro berteriak dengan suara cetar membahana, mengagetkan teman sekelas.

[name] diam, tidak tahu mau merespon seperti apa. Karena nyatanya dialah yang memberi surat itu. [name] menggebrak meja, lalu berdiri dan melangkah meninggalkan kelas. Tepat sebelum keluar, [name] berbalik.

"Jiro! Apapun yang terjadi, jangan buka surat yang ada di mejamu!" Gadis itu berteriak kencang lalu berlari pergi.

Teman sekelas menatap kepergian gadis itu dalam diam, tak habis pikir dengan kedua makhluk aneh itu. Netra mereka bergulir menatap Jiro yang kini menatap bingung surat di mejanya. Sejak kapan? Tadi ia tidak melihat surat ini.

"Kenapa tidak dibaca?" Sobat cokelat Jiro, Osamu bertanya. Jiro menggeleng pelan. "[name] bilang jangan dibuka," seru Jiro dengan polosnya. Membuat Osamu ingin menimpuknya sekarang juga.

"Itu artinya [name] ingin kau membacanya." Osamu tersenyum, tersenyum dengan tidak ikhlasnya. Jiro menatap Osamu bingung, dan mengangguk setelahnya. "Baiklah, akan kubaca."

Osamu mengangguk bersemangat. Begitu juga dengan penghuni kelas yang lain-yang sudah memasang telinga mode menguping mereka.

[ Umpatan-umpatan sering kudengar darimu. Kau itu bodoh dan kasar, tapi disaat bersamaan kau itu bisa menggemaskan.

"Pfff-d-dia juga mengakui kalau Jiro itu bodoh."

"Urusai, Osamu!"

Bertindak gegabah dan mudah terpancing. Kadang aku berpikir, apakah kau kurang asupan gizi atau semuanya teralih ke adikmu?

Tidak, aku hanya bercanda. Nyatanya, kau lebih peduli kepada orang lain daripada dirimu sendiri. Kau juga menyayangi keluargamu dan selalu berusaha melindungi mereka.

Melihatmu yang seperti itu, aku merasa seolah-olah kau adalah seorang pahlawan.

Jadi, bisakah kau lindungi aku? ]

Sama seperti kemarin, reaksi Jiro kali ini juga sama. Bedanya, hari ini dia digoda oleh teman sekelas, bahkan sobat-sobatnya sekalipun.

Tidak menyadari ada [name] mengintip di balik tembok, tersenyum geli melihat reaksi Jiro. Ketika pemuda tengah Yamada itu kebingungan, dia akan tampak lebih imut.

"Saa, saa, apa kau sudah bisa menebak siapa pengirimnya?" Teman seperhomoan Osamu, Mikio bertanya dengan wajah anehnya. Jiro menatapnya jijik, namun beralih ekspresi ke sedih kemudian.

"Belum. Petunjuknya masih kurang," keluh Jiro dengan aura muramnya. "Ini terlalu susah!" Jiro memekik setelahnya, membuat teman sekelasnya heran sekaligus terkejut.

Teman mereka yang satu ini, polos atau pure bodoh dari lahir? Atau pemuda itu lupa datang saat pengambilan otak? Atau kecerdasannya tersalur seluruhnya ke adiknya?

Yah, apapun katanya, biarlah waktu dan Jiro yang akan menemukan jawabannya.

"Kau tahu, Jiro? Waktumu menemukan si pengirim hanya tersisa satu bulan lagi. Bunga sakura sudah bermekaran, dan artinya tidak lama lagi kita akan lulus," jelas pemuda anti-homo, Masashi dengan pose pemikirnya. Dasar, penghancur suasana.


- note;
hm, sudah kelihatankan betapa ooc-nya jiro ;-;

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top