0 4

Kamu tidak bisa tidak memikirkan Karamatsu.

Bukan, kali ini bukan tentang angan-angan Karamatsu menjadi pacarmu.

Kali ini kamu khawatir setelah melihat kondisinya kemarin.

Bukan hanya sekali itu saja Karamatsu muncul di jembatan dengan luka-luka seperti itu. Ia pernah beberapa kali muncul dengan kepala diperban—kamu bertanya-tanya kenapa ia belum gegar otak sampai sekarang. Pernah juga ia muncul dengan beberapa memar. Jaket hitamnya itu membuat kamu sulit melihat luka-luka di tubuhnya.

"(L/N)-san."

Kamu segera menoleh ke sumber suara. Lega melihat Karamatsu tetap datang, khawatir lagi setelah melihat luka di wajah Karamatsu—setidaknya sudah memudar dan perban di pipinya sudah dilepas.

"Ah, Matsuno-san."

"Karamatsu saja." Senyuman tipis terpampang di wajahnya.

"Kalau begitu, panggil aku (F/N) saja! Aku kan sudah bilang di suratku!"

Karamatsu tertawa kecil mendengar balasanmu. "Iya, iya, maaf. Nih." Ia menyodorkan sebuah amplop.

"Aku bercerita sedikit di dalamnya," lanjut Karamatsu tiba-tiba. "Jadi jangan sampai ada orang lain yang baca ya."

Kamu mengangguk seraya berusaha menawarkan senyum terbaikmu meskipun khawatir—khawatir karena kalimat menyakitkannya belum kembali.

"Aku janji."

"Baiklah. Aku harus pergi lagi. Dah."

Kamu dan Karamatsu saling melambaikan tangan sebelum akhirnya dia benar-benar menghilang dari pandanganmu.

Satu alasan lagi yang membuat kamu semakin khawatir hari ini.

Karamatsu jarang sekali langsung pulang tanpa nongkrong di jembatan sejenak.

Kamu membaca surat dari Karamatsu itu dengan tatapan tidak percaya. Sudah berulang kali kamu membacanya, memastikan kalau kamu memang tidak salah baca.

Hubunganku dengan saudara-saudara kembarku sebenarnya tidak terlalu baik. Bukannya kami membenci satu sama lain. Lebih tepatnya mereka yang tampaknya membenciku.

Aku selalu dianggap menyakitkan oleh mereka. Ahaha, bahkan mungkin kamu juga. Tak jarang juga mereka mengabaikanku.」

Kamu membacanya dengan ekspresi tidak percaya. Siapa sangka Karamatsu punya masalah dengan saudara kembarnya di rumah dengan senyuman bodoh yang hampir selalu terpampang di wajahnya itu?

Kekerasan bukan hal yang jarang terjadi di rumahku, manis. Aku harap kamu bisa mengerti itu sebelum membaca bagian selanjutnya.

Sudah entah beberapa kali aku jatuh dari atap karena didorong atau berantem hanya karena mereka sedang bad mood dan memutuskan untuk melampiaskannya kepadaku.

Aku terima. Mau bagaimanapun juga, mereka saudaraku.」

Kamu terus membaca. Sampai habis. Surat itu bahkan lebih panjang daripada surat sebelumnya.

Astaga, saudara kembar macam apa itu?

Kamu sama sekali tidak tahu kenapa Karamatsu memutuskan untuk bercerita tentang masalah sepersonal ini kepada seseorang sepertimu. Seseorang yang baru ia kenal beberapa hari lewat surat.

Semoga saja alasannya bukan karena ia tidak punya siapa-siapa untuk bercerita.

Siapa sangka musim semi Karamatsu akan sesedih ini?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top