SACI - Prolog
Sebelum baca, ada baiknya nonton dulu Trailer SACI. Supaya sedikit dapat gambaran dari alur kisah ini. Sebagai bentuk apresiasi penulis membuat video itu, jangan lupa tekan like, comment, dan share setelah menonton.
Jangan lupa vote & comment juga untuk part perdana SACI. Jangan jadi silent readers, hargailah penulis 🙏❤.
°°°
Pada malam hari di dekat jembatan tua, aku bertemu seorang pria misterius. Pakaiannya serba hitam dengan memakai topi senada yang hampir menutupi separuh wajahnya. Dari awal kedatangannya, pria itu terus bicara hal yang tak kumengerti sama sekali.
"Agar lebih jelas dan kau pun tahu siapa aku, bagaimana kalau kita berjalan-jalan ke masa lalu sebentar? Biar jam itu yang menuntunmu. Setelahnya kau tinggal memilih. Berusaha mempersatukan kedua orangtuamu atau justru memecah-belah mereka."
Itulah kalimat terakhir yang ia ucapkan kepadaku sebelum akhirnya ia melemparku ke sungai. Tubuhku tenggelam begitu saja mengikuti arus sungai yang deras. Tanganku tidak bisa menggapai permukaan. Rasanya sekujur tubuhku kaku.
"Mama, tolong..."
Aku hanya bisa membatin. Berharap ada yang mendengar suaraku. Berharap Mama datang menolongku. Namun, tak ada siapapun yang datang sementara tubuhku semakin melemas.
"Gak ada yang nolongin gue kah? Jadi, gue bakal mati kayak gini? Tanpa satupun orang yang tahu?"
Sekarang aku benar-benar pasrah. Tak lagi memberontak. Aku membiarkan air mendekapku ke dalam kegelapan. Aku hanya diam menatap kilau cahaya rembulan yang kian lama meredup. Entah sinar rembulan itu yang meredup ataukah kesadaranku yang justru mulai menghilang?
Sebelum aku benar-benar menutup mata, aku seperti melihat beragam peristiwa. Hilir mudik masuk ke dalam pikiranku. Aku melihat sepasang mata perempuan. Indah.
"Apa yang gue lihat itu Bidadari?"
Tak lama, aku mendengar suara perempuan memanggil namaku. Aku juga melihat langkah kaki perempuan berlari. Sebenarnya siapa dia? Perempuan itu ternyata mendatangiku dan aku memeluknya. Aku tak tahu siapa dia, wajahnya tak dapat ku lihat.
"Apa ini Mama?"
Pelukan ini terasa hangat seperti pelukan Mama, jadi mungkinkah? Mungkinkah ini Mama? Mama akan menyelamatkanku?
Tapi, perasaan hangat ini berganti rasa sakit ketika aku mendengar suara tembakan. Bunyi pistol itu kemudian disusul dengan suara dengung yang seolah mengitari kedua gendang telingaku. Sangat memekakkan sampai-sampai aku tidak bisa menahannya.
°°°
Cuit! Cuit! Cuit!
Kicau burung sayup-sayup masuk ke pendengaranku setelah sebelumnya terasa pengap. Aku berusaha membuka mata. Mencoba sadar untuk melihat keadaan apakah aku sudah mati atau belum?
Sewaktu aku membuka mata itulah, aku melihat sesosok perempuan di hadapanku. Cantik. Perempuan itu tampak sibuk memeras kain basah. Meski masih setengah sadar, aku dapat melihat tatapan matanya sangat teduh.
"Bidadari lagi kah? Fiks, kayaknya gue udah di surga. Eh, tapi, gue bejat gini kok bisa masuk surga? Ketemu bidadari lagi."
Di saat aku tengah sibuk bergulat dalam batinku sendiri, perempuan itu menoleh. Ia sadar mataku tengah fokus menatapnya.
"Meneer! Meneer sudah sadar?!"
"Ha, Meneer? Meneer apaan dah? Meneer siapa?"
Aku berusaha bersuara, menjawab ucapan aneh perempuan cantik di depanku, tapi suaraku tak mau keluar. Tenggorokanku terasa serak dan pedih. Aku malah terbatuk-batuk ketika mencoba bersuara.
"Saya akan ambilkan minum untuk, Meneer."
"Gak! Jangan pergi dulu, Mbak cantik!"
Aku langsung mencekal tangannya dan perempuan itu spontan menoleh. Kemudian pelan-pelan ia melepas genggaman tanganku. Ia menorehkan senyuman tipis sebelum pergi.
"Sebentar saja. Meneer tunggu di sini."
"Meneer lagi, cookk! Sebenarnya siapa Meneer?! Ngapa dia manggil gue Meneer?! Nama udah bagus-bagus Alaska, tapi di panggil Meneer!"
Aku menggerutu di batin. Kesal karena perempuan itu terus memanggilku dengan sebutan Meneer. Dan sekarang, dia meninggalkanku seorang di kamar kayu jati. Ngomong-ngomong, aku baru sadar kalau terbangun di tempat asing.
"Ini kamar perempuan tadi kah? Jadi, dia yang nolongin gue?"
Malas menebak-nebak dan menunggu, aku putuskan beranjak mencari perempuan tadi. Sekalian aku ingin melihat keadaan luar untuk memperkirakan di mana aku sekarang.
Aku berjalan susah payah menuju pintu. Area dadaku terasa perih. Tapi baru saja aku hampir ingin meraih gagang pintu, kakiku dibuat spontan berhenti melangkah. Aku melirik ke sebelah kiri di mana terdapat cermin di sana. Betapa terkejutnya aku melihat rupaku melalui pantulan cermin itu.
"Itu siapaaaa?!"
Aku berteriak menunjuk cermin dan sosok di cermin itu tampak juga berteriak panik mengikuti pergerakanku. Respons yang sama tersebut tambah membuatku panik. Aku mendekat pelan-pelan ke cermin. Meraba-raba seluruh tubuhku dari rambut, wajah, hingga seluruhnya, dan lagi-lagi respons yang ditunjukkan oleh pantulan cermin sama. Sosok di cermin itu tetap mengikuti gerakkanku. Seolah diriku sedang becermin sekarang.
"Tapi ini bukan gue! Ini bukan tubuh gue!"
Aku kembali berteriak panik sambil meremas kencang rambut sosok yang bukan diriku ini. Aku melihat lagi sosok ini di cermin. Jelas sekali ini bukan tubuhku. Rambut pria ini ikal sementara aku lurus. Bola matanya bewarna hijau sedangkan aku cokelat gelap. Suaraku lebih berat sementara suara yang pria ini keluarkan terdengar serak dan halus. Dari ujung rambut hingga kepala, raga ini beda dengan raga asliku.
Namun dari banyaknya perbedaan, ada satu kesamaan yang kami miliki. Raga ini, tubuh yang sedang aku masuki ini sama-sama tubuh pria Eropa. Keturunan orang berkulit putih.
"Gimana bisa gue nyasar ke tubuh nih Bule jeleeekk?! Aaaakkk, gue gak mau! Kembaliin tubuh ganteng guuueee--- uhuk, uhuk, uhuk!"
Sial! Tenggorokan bertambah pedih karena terus berteriak membuat aku spontan terbatuk-batuk. Area dadaku juga semakin nyeri. Aku masih tidak percaya jiwaku bisa ada di raga orang lain. Aku yakin ini hanyalah mimpi. Ya, mimpi.
"Atau jangan-jangan ini simulasi Neraka? Atau... Ini dunia gaib? Dan cewek tadi cewek jadi-jadian? Iiihhh!"
Aku bergidik ngeri karena pradugaku sendiri. Dugaanku tadi membuatku bertambah takut. Jika memang benar ini dunia gaib, maka aku harus segera pergi.
Tanpa pikir panjang lagi aku benar-benar meninggalkan kamar itu untuk mencari jalan keluar. Dan beruntungnya aku berhasil kabur meski sempat tertangkap basah oleh dua orang pria mengenakan blangkon. Aku terus berlari sementara dua pria tadi masih mengejar kepergianku.
Beberapa saat aku sempat berhenti. Aku terkejut melihat keadaan sekitarku yang benar-benar asing. Rasa-rasanya aku bukan lagi berada di Ibu Kota Jakarta melainkan sebuah pedesaan. Orang-orang di sekelilingku menepi sambil menunduk tatkala menyadari kehadiranku. Apa yang terjadi di sini? Ku perhatikan pakaian mereka. Semuanya berpakaian tempo dulu. Perempuan-perempuan di sini mengenakan kebaya janggan bewarna buram dan laki-lakinya berpakaian kain Lurik lengkap dengan blangkon.
"Oh my goooddd, ini beneran dunia gaib! Aaaaakkkk!"
"Meneer, berhenti, Meneer! Meneer mau ke mana?! Jangan kabur!"
Sial! Dua pria tadi menemukanku. Aku kembali berlari. Aku harus menemukan jembatan tua tempat aku terjatuh. Di sebuah setapak jalan, aku mendengar arus air yang kencang.
"Kayaknya itu sungainya! Alhamdulillaaahhh, gue bisa pulang!"
Aku bergegas mengikuti suara arus itu mengarah. Sampailah aku pada sebuah jembatan beton yang di bawahnya terdapat arus kali.
"Wait, tapi ini bukan sungai deh. Ini mah kali!"
Aku terdiam menatap hampa arus air itu. Jelas arus di bawah bukan berasal dari sungai. Dan jembatan ini bukan jembatan tempat terakhir kali aku jatuh.
"Ah, bodo lah! Di coba aja dulu, daripada gak sama sekali. Kalo bangun-bangun cacat, gue punya asuransi. Kalo mati, ya, wassalam."
Aku mulai menaiki tembok beton jembatan itu. Namun sebentar lagi aku bersiap hendak melompat, seseorang menarik lenganku sambil mengoceh dengan bahasa Belanda.
"Stom, wat ben je aan het doen?! Als je dood wilt, kom dan niet hier! Sterf gewoon door toedoen van de inboorlingen! (Bodoh, apa yang kau lakukan? Kalau mau mati jangan di sini! Mati saja di tangan pribumi!)"
Aku menoleh ke perempuan yang baru saja memakiku. Betapa terkejutnya aku setelah bertatapan dengannya. Rupa perempuan Belanda ini sangat tidak asing.
"Mama!"
Dia Mamaku waktu muda. Aku sangat mengenalinya. Wajahnya mirip dengan foto pernikahan yang di pajang di ruang tamu dan ruang kerja Papa. Spontan aku menangkup wajahnya untuk memastikan lebih jelas.
"Ini beneran Mama! Mama kok bisa di sini?!"
"Wat ben je aan het doen?! Gekke man, laat los! (Apa-apaan kau ini?! Orang gila, lepas!)"
Aku sempat terkejut beberapa detik waktu Mama mendorongku, tapi aku mengabaikan perasaan itu. Fokusku sekarang hanya untuk Mama.
"Ma, ayo kita pulang, Ma. Di sini aneh, Ma. Alaska takut."
Grep!
Tiba-tiba seorang pria menarik paksa tanganku. Pria itu mencengkeram kuat pergelangan tanganku. Orang yang menghampiri kali ini berbahasa Indonesia fasih.
"Dia sudah minta kepadamu untuk melepaskannya, bukan? Lalu kenapa kau masih menyentuhnya?"
Bugh!
Pria itu mendorongku, menyebabkanku tersungkur ke tanah. Aku menoleh dengan mata melotot lebar karena pria yang baru saja mendorongku ini adalah Papa.
"Kok mereka berdua bisa ada di sini sih? Sebenarnya kejadian macam apa yang sedang menimpa gue sekarang? Tolong, kalo beneran gue lagi mimpi, cepat buat gue segera bangun!"
"Berani sentuh dia lagi, kau mati!"
Bugh!
Peringatan Papa itu menjadi suara terakhir yang aku dengar, setelah pada akhirnya aku pingsan akibat tendangan Papa.
Bapak durhaka!
°°°
Bersambung...
Hallo, all! So, gimana kesan pertama kalian waktu baca prolog SACI? Keep calm ya guys, ini baru prolog. Jadi, mohon dimaklumi kalo penggambaran cerita tidak penuh. Nanti pas di part 1, baru ceritanya bakal diterangkan dengan jelas dan pakai sudut pandang orang ketiga.
Di prolog, saya pakai pov Alaska supaya pembaca bisa merasakan perasaan Alaska saat mengalami tragedi ini. Dan dengan itu juga, saya berharap alur prolog SACI ini bisa kebayang di kalian. Backsound-nya pun semoga juga menambah penghayatan kalian sewaktu membaca.
Saya sangat berharap penuh SACI banyak peminatnya seperti MTAL bahkan lebih. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk membangun kesan-kesan positif dalam cerita ini yang dapat diambil oleh pembaca.
So, tolong ramaikan lapaknya juseo☝😁. Jangan pelit-pelit tekan vote dan berikan komentar yang positif untuk SACI.
InsyaAllah SACI akan saya tamatkan, tapi lagi-lagi saya gak bisa janji bakal update cepet karena keterbatasan waktu yang saya miliki. Saya gak dapat jatah libur untuk semester ini btw, karena ada 8 laporan akhir yang mesti saya kerjakan hehe😁.
Intinya tetap kawal Alaska sampe dia bisa kembali ke masanya sebagaimana kalian mengawal Ana❤🤍.
Alaska: "Tul fans! Pokoknya kalian kudu ngawal gue sampe balik!
Author: "Kami dapet apa emang kalo ngawal lo? Sampe bilang dapet pahala, gue pukul!"
Alaska: "Nggak lah! Dapet kartu member dong."
Author: "Kartu member buat apaan?"
Alaska: "Kartu member onlyfans. So, secara resmi yang beruntung bakal jadi favorit person gue. Cihuy gak tuh? Cihuy lah, secara gue ganteng, karismatik, kaya raya, smart people, good boy, calon suami idaman. Siapa coba yang gak mau?"
Author: "Gak, gue gak mau!"
Alaska: "Lo mah seleranya rendah."
Author: "O gt y? Yauda potong gaji y?"
Alaska: Eh, iya, jangan dong! Sok-sokan ngambek lo! Muka lo noh, ngambek jelek kayak boneka sawah!"
❤Follow IG:
Nafla_Cahya08
Nafla.Stories
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top