[☀️] 21 - Bara Semangat
Semangat harus dijaga
agar tetap membara
—meski kecil,
nyalanya tetap cukup
untuk menerangi hari.
☀️
Surya mengganti saluran televisi dengan frustrasi. Sedari tadi, dia tidak menemukan saluran yang bagus.
"Sudahlah, Sur, besok di rumah saja kita nonton yang lebih bagus."
Surya menoleh pada Ibu, yang sedang menyuap makanannya dengan senyum tertoreh. "Iya sih, Bu, cuma kesel aja. Sinetron mulu dari tadi."
"Ibu juga kesel, makanya kan di rumah langganan TV kabel."
"Iya, mendingan kita nonton di rumah aja." Surya mematikan televisi. "Ibu nggak usah nginep di rumah sakit lagi, biar nggak bosen."
Ibu mengerling jahil. "Coba kamu ceritain kucing aja. Ada kucing lucu yang kamu temuin, nggak?"
Surya menggeleng, tapi dia mengeluarkan ponselnya. Mereka berakhir menggulir layar ponsel Surya, mencari video kucing lucu di Instagram. Surya menyimpan banyak video kucing. Suatu hari nanti, dia ingin memelihara kucing yang lucu. Mungkin setelah dia bisa tinggal sendiri, tanpa harus khawatir Ayah bakal bersin-bersin kalau pulang.
Mengingat kucing tiba-tiba membuat Surya teringat akan Ghea---cewek itu punya mata yang tajam seperti mata kucing yang sangat menarik.
"Kamu lagi mikirin apa?" tanya Ibu tiba-tiba.
"Aku mau pelihara kucing nanti. Yang Scottish Fold, kayak gini," Surya menunjuk kucing yang sedang mereka lihat. "Kakinya pendek banget astaga."
"Bukan, kayaknya kamu sedang melamun tadi. Lagi mikirin apa? Atau... mikirin siapa?" Ibu menyeringai.
"Ibu, ah," gerutu Surya. "Iya, deh, lagi mikirin Ghea."
"Wah, emang Ghea kenapa?"
"Dia udah deket sama cowok lain." Surya terdiam sejenak sebelum menambahkan, "Aneh nggak sih, kalau aku cemburu soal beginian?"
"Tentu enggak. Itu wajar. Kamu sudah remaja, udah pantes mikirin soal cewek."
Surya terdiam. Pada siapa lagi dia bisa curhat soal Ghea---atau cewek, siapa pun itu---selain pada Ibu? Ayah terlalu sibuk, sehingga mereka tidak dekat.
"Seandainya pun Ghea nantinya bukan milikmu," ujar Ibu kemudian, "kamu masih bisa mencari yang lain. Cewek kan, bukan cuma Ghea."
"Iya sih, Bu, cuma, menurutku, dia mirip sama Ibu."
"Mirip gimana?"
Surya membayangkan Ghea, berusaha menyimpulkannya dalam satu kalimat. "Ibu dan Ghea sama-sama bisa bikin aku berfungsi jadi Matahari. Ibu, sebagai hidrogen, dan Ghea, sebagai Bumi."
"Hidrogenmu ada dalam dirimu sendiri," Ibu menunjuk ke dada Surya. "Sementara Bumi---yah, bukannya Ibu jahat sama Ghea, tapi sebuah bintang bisa tetap bersinar tanpa planet."
"Matahari bukan bintang itu," balas Surya. "Dan aku nggak tahu cara tetap bersinar seperti Matahari jika Ibu terus-terusan sakit seperti ini."
"Kamu hanya takut. Wajar, kok." Ibu mengesampingkan wadah makannya. "Ibu juga takut. Tapi hidup nggak sebaik itu, Surya. Kamu harus tahu cara untuk menjaga semangatmu agar tetap menyala, dengan atau tanpa hidrogen dan Bumi."
Surya berpaling, tidak mau terlihat meneteskan air mata.
"Doain aja, Ibu bisa tetap di sini lebih lama lagi, ya." Ibu menepuk puncak kepala Surya.
Surya mengangguk, meski dia tahu, dipersiapkan sebaik apa pun, dia tidak akan pernah siap.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top