Impian yang Terwujud
Setelah dua tahun menikah, akhirnya mereka dikaruniai putra. Prilly dan Ali sepakat membeli rumah di Banyuwangi karena Prilly belum bisa melepas pekerjaannya. Dia masih nyaman bekerja, walaupun kesibukannya ganda. Selain menjadi SDM yang mengurusi ABK dan karyawan, dia juga sekarang sibuk mengurus jagoannya.
Untung Juwita sementara mau membantu Prilly, sebelum Juan Yoga Samudra lahir, dia sudah tinggal bersama Prilly dan Ali. Walhasil, Prilly tak khawatir jika meninggalkan Joan bekerja, selain Juwita, juga ada baby sitter.
Minggu pagi mereka mengajak Joan jalan-jalan ke taman kota. Ali sedang cuti. Jadi, mereka bisa menghabiskan waktu bersama.
"Hubby, rencana Allah itu luar biasa, ya?" kata Prilly saat mereka berjalan sambil gandengan tangan di taman.
"Enggak ada yang bisa menghindar jika Allah sudah menetapkan, Sayang. Jodoh, maut, rezeki, Allah sudah siapkan sebelum kita lahir di dunia ini. Sekeras apa pun perjuangan, kalau belum haknya, akan hilang. Tapi kita enggak boleh putus asa. Mungkin itu ujian Allah atau mungkin juga kita diminta usaha yang lain. Intinya, tetap harus berusaha."
"Bener banget, Hubby." Prilly menyandarkan kepalanya di bahu Ali.
Di depan mereka ada Juwita yang mendorong stroller Joan sambil telepin. Di sampingnya ada baby sitter.
"Pril," Juwita menoleh ke belakang, "katanya nanti Papa mau ke sini," ujar Juwita setelah menutup telepon.
"Ya, nanti kalau sudah sampai kita ajak ke Kampung Apung, Ma," ujar Prilly yang sudah merindukan Teguh.
Sekitar dua bulan Teguh tak datang ke Banyuwangi karena kesibukannya. Sampai di pinggir taman, mereka duduk di bangku bawah pohon. Sejuk dan nyaman meski banyak kendaraan berlalu lalang, tetapi tak sepadat kota besar; Jakarta, Surabaya.
"Aku boleh tanya sesuatu?" ujar Ali saat mereka sedang santai menikmati udara sejuk pagi itu.
"Tanya apa?"
"Seandainya, Kak Al masih ada, apa kamu ...."
"Jangan bahas itu," sahut Prilly cepat. "Biarkan Kak Al tenang di sana. Lagian kamu kenapa sih, bahas itu? Kamu cemburu?" Nada bicara Prilly sedikit tinggi.
Dia sebal kalau Ali membahas tentang Al. Seperti tidak menghargai perasaannya saja.
"Maaf, Sayang. Bukan mak---"
"Udahlah!" Prilly marah, dia mendekati Juwita lalu menggendong Joan.
Dia jalan lebih dulu ke mobil, suasana hatinya tiba-tiba buruk. Ali merasa bersalah, harusnya dia tidak membahas masa lalu. Prilly saja tidak pernah menyinggung Vanya, padahal jelas lebih menyakitkan hatinya jika mengingat Vanya.
"Prilly kenapa, Li?" tanya Juwita memegang pundah Ali.
"Enggak tahu, Ma. Mungkin lagi PMS, bawaannya ngambek," ujar Ali menutupi masalah rumah tangganya.
Ali dan Prilly sepakat jika urusan rumah tangga mereka adalah masalah interen yang orang lain tak perlu tahu termasuk orang tua. Itu lebih baik, mereka tak mau orang lain ikut campur rumah tangganya.
"Ya sudah, Ma. Kita pulang aja, Prilly sudah masuk mobil."
"Ya dah, ayo."
Akhirnya mereka pun pulang ke rumah. Prilly masih saja mendiamkan Ali. Setiap Ali mencoba basa-basi mengajaknya bicara, jawaban Prilly singkat tanpa menatapnya.
"Sayang, aku enggak bisa kamu diemin," bujuk Ali ketika Prilly selesai memandikan Joan.
Prilly bersikap cuek, dia menyusui Joan, tidur miring di kasur, sambil mengajak ngobrol jagoannya itu. Sedangkan Ali gelisah, mondar-mandir tak tenang karena ini kali pertama Prilly ngambek sampai tak mau diajak bicara selama mereka menikah.
Dulu sebelum mereka menikah, Prilly pernah melakukan hal ini. Ali yang saat itu ambisius ingin bersanding dengan Prilly, dia gencar mendekati dan berusaha keras mengambil hatinya. Namun, kali ini Ali bingung cara membujuk istrinya supaya mau bicara lagi padanya.
"Sayang, aku minta maaf," ujar Ali frustrasi karena kehabisan ide membujuk istrinya.
Prilly bersikap tak acuh, dia justru memejamkan mata sambil menepuk pantat Joan pelan agar putranya tidur. Biasanya pukul 10.00 WIB, selesai Joan mandi, Prilly menidurkannya agar dia bisa mengerjakan pekerjaan yang lain.
Karena kesal, Ali ke luar kamar. Dia duduk di ruang tengah, menyalakan televisi. Padahal dia risau karena didiamkan Prilly.
"Ly, kamu enggak makan?" tanya Juwita melewati ruang tengah saat ingin ke kamarnya.
"Nanti aja, Ma. Belum laper."
"Mama masak soto tuh sama bergedel. Nanti kalau kamu mau makan, panasi dulu kuahnya, ya?"
"Iya, Ma." Saat Juwita ingin membuka kamarnya, Ali bertanya, "Ma, Papa siapa yang jemput?"
"Nanti mau naik taksi katanya."
"Enggak Ali aja yang jemput, Ma?"
"Enggak usah. Papa mau mampir ke Osing Deles kok, Li. Ketemu klien di sana, katanya mau beli kapal lagi, kalau Mama enggak salah denger begitu."
"Oooh, gitu, Ma. Ya sudah."
Setelah itu Juwita masuk ke kamarnya. Di rumah itu ada lima kamar. Dua di lantai atas, kamar Ali dan Prilly, satunya kamar Joan, tetapi karena Ali dan Prilly belum tega membiarkan Joan tidur sendiri, walhasil kamar itu ditempati baby sitter. Kamar bawah ada tiga, satu dipakai Juwita, satunya kamar tamu, biasanya dipakai Lesti dan Herman kalau berkunjung ke Banyuwangi, satunya lagi dekat dapur, dipakai ART.
***
Ali heran, sudah malam seperti ini, katanya Teguh datang, tetapi tak kelihatan batang hidungnya.
Malam ini dia tidur sendiri, Prilly dan Joan tidur di kamar Juwita. Sunyi, hampa, rasanya tak nyaman sama sekali hati Ali. Harusnya dia tak mengungkit masa lalu, Ali menyesal.
Matanya sulit terpeja, padahal sudah pukul 23.50 WIB. Dia berulang kali mengganti posisi tidur, tetap saja tak nyaman dan kantuk pun tak kunjung datang.
"Aaaarrrg!" Ali sampai mengacak rambutnya frustrasi. "Kenapa sih aku harus ngungkit itu lagi! Masa aku cemburu sama orang yang sudah meninggal?" rancau Ali sebal pada dirinya sendiri.
Dia sejenak menatap langit-langit kamar, merencanakan sesuatu, mungkin dengan memberikan Prilly kejutan, dia akan memaafkannya.
Tuk, tuk, tuk.
Saat Ali sibuk dengan pikirannya, pintu kamar terketuk. Bergegas Ali bangkit, dia berharap itu Prilly. Dia membukakan pintu.
"Surprise!" pekik semuanya mengejutkan Ali.
Mata Ali terbelalak, dia memegangi dadanya. Wajah Prilly bersinar karena pancaran lilin di kue yang dia bawa. Juwita menggendong Joan yang terjaga, ada Teguh berdiri di sebelah Juwita. Mereka bernyanyi selamat ulang tahu, setelahnya Ali meniup lilin.
"Maafin aku, ya, seharian udah cuekin kamu," ucap Prilly lalu memeluk Ali dan mencium kedua pipinya.
Teguh mengambil kue yang Prilly bawa. Ali membalas pelukan Prilly.
"Jadi, kamu enggak marah sama aku?" tanya Ali menegakkan Prilly.
Senyum tersungging di bibir tipis Prilly, dia menggeleng lalu berucap, "Sebenarnya aku enggak marah, cuma aku enggak suka kamu membahas masa lalu. Kalau sudah berlalu biarkan saja berlalu, yang perlu kita bahas, keadaan saat ini dan rencana masa depan."
"Maafin aku, ya?" ucap Ali lantas mencium kening Prilly.
"Oh, iya. Aku punya kejutan buat kamu," ujar Prilly.
Ali mengerutkan dahi. "Kejutan?"
"Iya." Prilly mengangguk sambil tersenyum manis. "Kita turun yuk!"
Mereka pun turun ke ruang tengah. Baru sampai di tengah tangga, Ali dikejutkan dengan keberadaan orang tuanya. Mereka sudah merentangkan tangan.
"Ma, Pa," ucap Ali lalu berlari memeluk mereka.
Beberapa bulan mereka tidak bertemu. Setiap cuti kerja, belum tentu Ali dan Prilly bisa berkunjung ke Jakarta. Sebaliknya, jika Ali cuti, Lesti dan Herman belum tentu ada waktu berkunjung ke Banyuwangi.
"Mama sama Papa kapan sampai?" tanya Ali setelah melepas pelukan mereka.
Dia tak bisa menggambarkan rasa bahagianya saat ini. Keluarganya berkumpul di tanggal kelahirannya. Ini sangat istimewa.
"Udah sejak siang di Banyuwangi. Orang kami datang bareng Mas Teguh," ujar Lesti menyeka air mata haru yang menetes saat tadi memeluk Ali.
"Terus kalian mampir ke mana kok enggak langsung ke sini?"
"Ke hotel Ketapang Indah dulu," ujar Herman. "Kami mah ngikutin rencana istrimu," tambahnya.
Ali mengerling Prilly, yang ditatap hanya tersenyum manis.
"Oooh, jadi dia biangnya?" ujar Ali sambil berjalan ke arah Prilly.
Sampai di depan Prilly, dia langsung mengalungkan tangannya di tengkuk Ali.
"Sejak dulu aku enggak pernah ngasih kamu kejutan. Ini hari spesialmu, mumpung ada kesempatan juga, sekalian ngerjain kamu," ujar Prilly lalu terkikih.
"Dasar, nakal." Ali mencubit hidung Prilly singkat.
"Tapi, kamu suka, kan?"
"Aku hampir stres tahu, enggak? Lebih baik kamu omeli dan pukuli aku daripada didiemin kayak tadi."
"Maafin aku, ya?" ucap Prilly, dijawab anggukan Ali.
"Yuk, kita potong kue sekalian dimakan," ajak Teguh yang sedari tadi membawa kuenya.
Lalu mereka berkumpul di meja ruang tengah, Ali memotong kuenya dan menyuapi mereka satu per satu.
Sungguh pemandangan membahagiakan semua orang yang melihatnya. Bersama keluarga adalah waktu yang tepat di saat hari istimewa, apalagi didampingi orang tercinta.
Ali beruntung memiliki istri yang pengertian, sabar, dan berpikir dewasa. Keluarga yang kompak, saling menjaga, dan penyayang.
Saat kita memutuskan menikah, komitmen kita bukan hanya menyatukan dua insan, tetapi kita juga menyatukan dua keluarga.
"Malam ini Joan tidur sama biar Mama aja, ya?" ujar Lesti karena sudah sangat merindukan cucunya itu.
"Iya, Ma," jawab Prilly memahami mertuanya.
"Kalau gitu, kita sekarang istirahat dulu. Besok kita masak-masak, rayakan ulang tahun Ali," kata Teguh disetujui semuanya.
Mereka lantas masuk ke kamarnya masing-masing. Joan ikut bersama Lesti dan Herman. Prilly dan Ali naik ke kamar mereka. Baru juga Prilly mengunci kamar, Ali langsung memeluknya dari belakang.
"Mumpung Joan sama neneknya, kita bisa ...," bisik Ali di belakang telinga Prilly.
Dia paham yang dimaksud suaminya. Prilly hanya tersenyum dan membiarkan Ali menciumi tengkuknya. Mereka pindah ke tempat tidur dan melancarkan aksinya.
Tuhan selalu menguji kesabaran kita. Dia seolah mempermainkan jalan hidup kita, tarik ulur masalah yang menjadi arang melintang dalam perjalanan kita, Dia satu-satunya yang berhak atas segalanya dalam diri kita. Tugas kita hanyalah menjalankan dan berusaha yang telah Dia tetapkan.
Tuhan tak akan membiarkan kita menderita, Dia yang memisahkan, Dia pula yang menyatukan.
The End
##########
Akhirnya selesai jugaaaaa. Aaaah, bisa napas lega. Cerita ini lama banget, ya? Hehehehe.
Terima kasih buat teman-teman yang selalu sabar dan setia menunggu. Semoga kalian enggak bosen menunggu, ya? Hehehehe
Selanjutnya saya akan menyelesaikan dulu cerita My Baby Sitter Cute.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top