Belajar Membuka Hati

Di tengah teriknya matahari, Ali menghampiri Prilly saat jam istirahat. Jarak antara pelabuhan Tanjung Wangi ke pelabuhan Ketapang sekitar 2,4 km, ditempuh dengan kendaraan sekitar lima menit.

Tadi karena sulit mendapat ojek online, Ali rela naik angkotan umum sampai depan pelabuhan Ketapang. Ternyata Prilly sudah menunggu di depan pintu keluar, seperti yang mereka janjikan.

Setelah bertemu, mereka berjalan kaki mencari tempat makan. Prilly mengajak Ali ke warung langganannya, depan pelabuhan. Tempatnya kecil, tetapi nyaman dan masakannya lumayan lengkap. Selesai makan, mereka mengobrol.

"Belum ada pesawat yang beroperasi. Pilihannya naik bus atau kereta. Kalau kereta, kita ke Surabaya dulu baru bisa naik yang langsung ke Jakarta," jelas Prilly saat mereka merencanakan pulang bareng.

PSBB adalah singkatan dari Pembatasan Sosial Berskala Besar, peraturan yang diterbitkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19 agar bisa segera dilaksanakan di berbagai daerah. Kelonggaran transportasi juga membuat orang mudah bepergian setelah beberapa bulan lock down. Namun, harus membawa syarat yang sudah ditetapkan pemerintah.

Sabtu ini Prilly ingin pulang ke Jakarta sekaligus ambil cuti karena selama pandemi, dia belum cuti. Kebetulan Ali juga mengambil cutinya dan sengaja mau menemani Prilly pulang ke Jakarta.

"Pakai bus aja, biar enggak cape naik turun dan nunggu."

"Ya sudah. Kita cari tiket dulu di agen."

"Agen mana?"

"Ada kok di depan pelabuhan. Banyak, tinggal pilih mau PO apa." Prilly berdiri diikuti Ali.

Saat Prilly ingin mengambil uang di dompet, Ali lebih dulu menjulurkan uang seratus ribuan ke penjual.

"Kok Kak Ali yang bayar? Kan saya yang ngajak makan sini."

"Simpan aja uang kamu, buat beli lipstik," ujar Ali lalu terkekeh.

"Apaa sih, enggak jelas deh." Prilly tersenyum simpul.

Mereka pun berjalan kaki di trotoar. Cuaca di Ketapang memang selalu panas, jarang sekali hujan. Matahari sangat terik di siang bolong.

"Kamu enggak takut hitam, jalan di panasan gini?" tanya Ali menyamai langkah Prilly.

"Halah, cemen kalau gini aja takut. Mantan taruni kok takut hitam." Gaya Prilly dibuat sok sombong.

"Hahaha, bener-bener beda kamu itu. Cuekmu itu loh, yang enggak hilang-hilang."

"Tapi sekarang perawatan penting, Kak. Kalau dulu enggak kenal bedak, sekarang dituntut untuk berpenampilan menarik, minimal bersih dan rapi. Soalnya kerjaan saya kan, selalu ketemu orang-orang penting."

"Bagus dong."

Sampai di depan agen penjual tiket bus, mereka pun berhenti. Setelah bertanya dan memesan tiket, Ali mengantar Prilly sampai pintu masuk pelabuhan.

"Pril, nanti malam kita bisa makan barengl, enggak?" tanya Ali sebelum mereka berpisah karena Prilly harus kembali bekerja.

"Insyaallah, Kak. Soalnya saya belum tahu pulang jam berapa. Nanti deh saya WA kalau bisa."

"Ya sudah kalau gitu. Semangat bekerja."

Prilly hanya tersenyum lalu berjalan masuk ke pelabuhan. Setelah Prilly tak terlihat, Ali memesan ojek online. Dia kembali ke kapalnya.

***

Waktunya tiba, mereka janjian ketemu di agen PO tempat kemarin membeli tiket.

"Hai, sudah lama sampainya?" tanya Ali langsung duduk di sebelah Prilly.

"Enggak kok, barusan sampai. Kak Ali diantar siapa?"

"Ojol. Siapa lagi?" ujar Ali lalu terkekeh. "Kamu enggak bawa jaket?" Ali memerhatikan Prilly hanya pakai kaus lengan panjang.

"Hehehe, lupa. Tadi buru-buru, Kak. Takut ketinggalan bus. Di bus nanti juga ada selimut kok."

"Dasar kamu!" Ali mengacak rambut Prilly kecil. "Pakai nih." Dia melepas jaketnya dan dipasangkan ke bahu Prilly.

"Enggak usah, Kak. Kalau saya pakai, Kak Ali terus bagaimana?" Prilly melepas jaket jeans biru yang tersampir di bahunya.

"Satai, saya masih ada cadangan di tas." Ali mengambil hem panjang di tasnya. "Pakai jaketnya, pasti AC-nya dingin banget di bus," perintah Ali setelah memakai hem.

"Ya sudah." Akhirnya Prilly mengalah, dia memakai jaket jens Ali.

Beberapa menit menunggu, akhirnya bus datang. Mereka naik, kemarin sengaja Ali meminta bersebelahan dengan Prilly, supaya bisa menjaganya. Ali meminta Prilly duduk di sebelah jendel.

Sepanjang jalan mereka mengobrol, berbicara soal musik, masalah pekerjaan, sampai akhirnya Prilly terdiam saat Ali membahas hubungan mereka.

"Kenapa diam?" tanya Ali.

Ini waktu yang tepat untuk membicarakan hal itu. Prilly tak mungkin kabur dan menghindar.

"Kak, sulit untuk saya melupakan Kak Al. Pertama, bagi saya Kak Al adalah cinta sejati. Kedua, tidak ada pria mana pun yang bisa menggantikan sosoknya di hidup saya. Ketiga, sampai detik ini saya masih mencintai dia."

"Sampai kapan kamu begitu? Hidup terus berjalan, Pril."

"Entahlah, saya juga tidak tahu sampai kapan ini berakhir. Tapi, untuk saat ini saya belum bisa."

"Saya akan tetap menunggu kamu sampai kapan pun," ujar Ali mantap.

Prilly yang tadinya menatap ke depan langsung menolehnya, dia menatap kedua mata Ali. Terbaca ketulusan dari sorot itu. Segera Prilly memalingkan wajah, menatap ke luar jendela.

"Saya enggak peduli berapa lama akan menunggu kamu. Tapi, kamu harus ingat, ada saya yang setia menunggumu." Ali menggapai tangan Prilly dan menggenggamnya.

"Saya lelah jika harus belajar mencintai lagi," ujar Prilly tanpa menoleh Ali. Dia sadar kalau tangannya digenggam Ali, tetapi Prilly biarkan itu.

"Kamu pernah mencintai saya. Tidak perlu belajar dari awal, cukup pupuk cinta yang masih tersisa di hati kamu. Saya akan membantumu."

Bibir Prilly tersungging, dia menoleh Ali yang ternyata juga sedang tersenyum manis ke arahnya.

"PD banget sih! Kata siapa saya pernah mencintai Kak Ali?"

"Feeling. Firasat saya, kan, kuat."

"Bisa aja," ucap Prilly lalu menyandarkan kepalanya ke belakang.

Tak ada obrolan, suasana di bus sepi, gelap, karena keadaan mendukung, Prilly tertidur. Ali menoleh, dia tersenyum dan mengarahkan kepala Prilly agar bersandar di bahunya. Dia menyelimuti Prilly dan menjaganya.

***

Satu malam perjalanan mereka, akhirnya sampai juga di terminal. Teguh dan Juwita yang menjemput mereka.

"Mamaaaa," pekik Prilly lalu memeluk Juwita. Saking kangennya karena hampir empat bulan dia tidak pulang.

"Pasti pegel semua naik bus, ya?
" Juwita menebak dari raut wajah Prilly dan Ali yang lesu dan kelihatan lelah.

"Lumayan, Ma. Demi bisa pulang nemui Mama sama Papa, aku rela kok," ujar Prilly melendot di bahu Juwita.

"Oh, iya. Ali, ikut kami saja. Nanti Om antar ke rumah," ujar Teguh merangkul Ali.

"Makasih, Om. Saya sudah pesan taksi online. Besok saja saya main ke rumah, Om."

"Ya sudah kalau gitu." Teguh tersenyum dan menepuk pundak Ali.

Mereka menemani Ali menunggu taksi online pesanannya. Setelah Ali naik dan meninggalkan terminal lebih dulu, barulah mereka pulang.

Sampai di rumah, Prilly langsung ke kamarnya. Belum sempat ngobrol banyak dengan orang tuanya.

Setelah membersihkan diri, Prilly bersantai, rebahan di tempat tidur sambil membuka halaman chat.

Sudah sampai mana?

Baru selesai mandi, Kak. Mau istirahat dulu. Kak Ali sudah sampai rumah belum?

Alhamdulillah. Sudah sekitar 30 menit lalu. Ini juga sudah mandi. Mau tidur dulu sebentar. Kamu juga tidur dulu, pasti pegel-pegel, kan?

Hehehehe, iya, Kak. Lumayan. Ya sudah, Kak. Saya mau istirahat dulu.

Oke, Pril.

Setelah itu Prilly meletakkan ponselnya di meja kecil samping tempat tidur lalu mencari posisi nyaman dan tidur.

***

Sore ketika Prilly bangun, terdengar tawa Juwita dengan seseorang di ruang tamu. Prilly sangat mengenal tawa itu. Bibirnya tersenyum lebar. Segera dia memcuci muka lalu ke luar kamar.

Sampai di ruang tamu, Prilly langsung menghampiri Margaret dan memeluknya dari belakang.

"Bundaaaaa," ucap Prilly mencium pipinya.

"Eh, sudah bangun. Sini, Bunda punya bayak cerita." Margaret menuntun Prilly agar duduk di sampingnya.

"Bunda sendiri?" tanya Prilly karena tidak melihat Dodit dan Loli.

"Loli main sama temennya. Ayah lagi sama Papa di belakang, lihatin kolam ikan yang baru dibangun," jelas Margaret diangguki Juwita.

"Ooooh. Padahal aku kangen banget loh sama Loli."

"Besok main ke rumah, atau enggak biar Loli yang main ke sini," ujar Margaret mengelus rambut Prilly.

"Oh, iya. Tolong temani Bunda dulu, ya, Pril. Mama mau siapin makan malam."

"Iya, Ma."

Juwita beranjak ke dapur. Sengaja dia meninggalkan Prilly bersama Margaret karena ada suatu hal penting yang harus Margaret sampaikan kepada Prilly.


Setelah Juwita pergi, Margaret duduk menyerong menghadap Prilly. Dia menggenggam kedua tangan Prilly sambil melempar senyum manis.

"Sayang, Bunda mau bicara sesuatu. Boleh?"

"Boleh, Bun." Prilly menatap saksama kedua mata Margaret. Sorotan itu sulit diartikan. Ada kesedihan, tetapi juga harapan.

"Bunda tahu, pasti kamu sampai sekarang belum bisa melupakan Al. Tapi, kamu juga berhak bahagia dan melanjutkan hidup yang lebih baik. Ada seorang pria yang meminta izin kepada Bunda dan Ayah untuk menikahimu. Apa kamu sudah siap membuka hati untuknya?"

Air mata Prilly menetes, entahlah, hatinya tak keruan. Margaret berusaha tidak menangis di depan Prilly. Dia harus bisa meyakinkan gadis di depannya itu, kalau hidup terus berjalan meski tak ada lagi putranya.

"Enggak tahu, Bun. Aku bingung," ucap Prilly parau menunduk sambil meremas-remas tangan Margaret.

Prilly berusaha menahan air matanya, tetapi nihil, air matanya tak terbendung. Tak kuasa melihat tangis Prilly, Margaret pun justru ikut menangis. Dia menarik Prilly ke dalam dekapannya.

Sambil mengelus rambut Prilly, Margaret berkata, "Bunda tidak mau melihatmu begini. Al pasti juga sedih kalau tahu kamu begini, Sayang."

"Apa Bunda ikhlas?" tanya Prilly dengan suara bergetar.

"Insyaallah, Bunda ikhlas. Lahir batin, jika kamu bahagia, Bunda jauh lebih bahagia. Sudah cukup waktumu menyembuhkan luka. Belajarlah membuka hati untuk orang lain." Margaret menegakkan tubuh Prilly lalu menyeka air matanya.

"Bunda, aku lelah jika harus belajar mencintai lagi."

"Biarlah cinta datang dengan sendirinya. Seiring berjalannya waktu, pasti kamu bisa."

Tangis Prilly kembali pecah, dia memeluk Margaret. Baginya, sangat sulit menggantikan posisi Al dengan orang lain. Hatinya seperti sudah mati.

########

Mencari kesempatan dalam kesempitan terus si Ali. Bisa aja!☺

Udah sampai bab 25, ya? Enggak terasa. Perasaan lama banget, ya, cerita ini🤣.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top