Bab 13. Lihat Lebih Dekat (NARSIH)
*selamat membaca*
*jangan lupa tinggalkan jejak*
*semua ada hikmahnya.*
***
Suasana yang sejuk di teras masjid, membuat diri merasa mengantuk. Akan tetapi, ada yang harus segera dikerjakan yakni mengarang tentang diri sendiri. Terkadang diri berpikir apa tidak malu, saat curhatan hati dibacakan oleh penyiar radio, didengarkan oleh orang banyak.
Itulah diriku yang terkadang hanya berani di belakang, ujung-ujungnya tidak jadi. Akan tetapi, diri sudah bertekad kuat, kali ini harus ikut. Tidak boleh pesimis lagi.
Konon katanya suatu pepatah berkata tak kenal maka tak sayang. Namaku Narsih, gadis yang beranjak dewasa. Sekarang sedang menempuh studi pendidikan di salah satu universitas di kota kelahiran.
Diri adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Aku punya dua kakak laki-laki, satu kakak perempuan. Sedikit kisahku akan kutuang dalam secarik lembar usang.
Aku dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang sangat berdedikasi dalam bidang pendidikan. Si bungsu yang lahir 22 tahun silam. Kegemaranku selain corat-coret kertas dengan curahan hati, seuntai kata mutiara, juga gemar mendengarkan musik.
Kilas balik sedikit tentang diriku, akan aku tuang. Dahulu, sewaktu kecil diri terlahir sempurna. Akan tetapi, saat diri menginjak usia balita tepatnya usia tiga tahun. Dokter memvonis aku kecil terkena penyakit liver dan paru-paru, kata Ibu tanda-tanda diri terkena penyakit liver terdeteksi sejak baru lahir. Setelah perawatan intensif selama beberapa bulan, alhamdulilah penyakit itu pun hilang dari tubuhku.
Saat diri menginjak usia kanak-kanak, pernah mengalami kecelakaan jatuh dari sepeda, yang mengakibatkan kaki sebelah kiri menjadi sedikit berbeda dengan yang kanan. Itulah yang membuat diri berbeda dengan orang lain. Aku masih ingat, banyak orang yang memandangku aneh, karena kata mereka saat diri berjalan seperti orang yang mau jatuh alias tidak berimbang antara sisi kanan dan kiri.
Kata teman-temanku diri itu adalah pribadi yang enak diajak berbicara walaupun sebenarnya diri pendiam, ceria, murah senyum dan tidak tegaan jika melihat yang kesusahan. Akan tetapi, ada hal yang membuat teman-temanku terkadang pusing. Yap, mereka mengeluh saat diri ini marah, tapi tidak tepat sasaran. Hal jelek pada diri adalah emosional yang tinggi terkhusus terhadap seorang laki-laki, mungkin karena seringnya putus cinta, satu lagi yakni mudah menangis alias cengeng itulah aku.
Bagaimana soal percintaan diriku. Inilah yang akan aku ceritakan kepada kalian semua, salah satu kisah cintaku, entah kisah cinta ke berapa. Sang penyiar radio dan para pendengar setia. Curahan hati seorang gadis yang berencana menikah muda, akan tetapi tidak terwujud.
Dear diary…
Malam semakin larut. Langit gelap tanpa bintang bagai hatiku yang kosong. Mataku masih terpaku menatap layar gawaiku. Enggan untuk segera beranjak tidur. Menikmati senyum dari foto seseorang yang tersimpan di memori gawaiku. Seseorang yang sudah terpisah jauh dariku. Seseorang yang hanya dapat aku cintai dalam diam.
Tepat tiga bulan yang lalu kita bertemu. Senyuman yang kamu berikan memikat hatiku. Aku menikmati satu dua hariku bersamamu. Mencoba menilik lebih jauh apakah kamu juga punya rasa yang sama.
Ketika ku tahu kamu hanya menganggapku sebagai teman biasa. Sebagai teman yang kamu perlakukan aku sama seperti teman yang lain. Maka ku simpan rapat-rapat rasa cinta yang ada dalam dada ini sampai akhirnya kamu pergi jauh dariku.
Aku tidak bisa melakukan apapun lagi. Aku hanya bisa mengutarakan perasaanku melalui tulisan di selembar kertas berwarna pink ini untukmu. Mengenalmu aku mengerti akan indahnya jatuh cinta, meski hanya dalam hati saja.
Pertemuan pertama kita. Senyummu, suara merdumu, ditambah lagi kau suka mendendangkan lagu salawat favoritku. Hal itulah yang membuat diri jatuh cinta. Aku pikir kamu juga merasakan hal yang sama. Akan tetapi kenyataan tidak selalu sama dengan apa yang ada dalam angan-angan. Hanya aku yang jatuh cinta. Dan akhirnya aku memilih menyimpan dalam hati saja. Tapi terima kasih sudah membuatku mengerti indahnya jatuh cinta!
Sejujurnya aku tidak senang melihatmu bersama orang lain, akan tetapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Melihatmu bersenda gurau, berbicara maupun tersenyum pada orang lain menitipkan rasa perih di hatiku.
Namun, aku tau aku tidak bisa berbuat apa-apa. Kamu berhak melakukan yang kamu inginkan. Seperti berteman dengan siapa saja. Mencintai dia yang pernah kau ceritakan sebagai wanita yang mengikat hatimu.
Ketika kamu pergi, hari-hariku semakin buruk. Tapi aku tetap mencoba bertahan.
Kepergianmu membawa duka hari-hariku. Langit seolah berwarna abu setiap harinya. Aku bertahan melalui semuanya dengan berusaha menorehkan kembali senyum di bibirku.
Ketika lelah melanda, aku menatap kamu yang seolah tersenyum balik menatapku meski melalui foto saja. Lelah pun hilang. Aku tetap bertahan karena aku yakin cinta memang butuh perjuangan.
Sahabat dan kerabat menanyakan status kesendirianku dan mengenalkanku dengan banyak orang. Iya mereka sahabatku dan bahkan keluargaku menanyakan statusku.
Mereka tahu, bahwa diri ini dulu ingin menikah muda. Akan tetapi, apalah daya Tuhan tak merestui hamba-Nya ini untuk segera berumah tangga.
Diary…
Mereka bertanya-tanya siapakah yang aku sukai? Aku hanya menggeleng dan tersenyum. Sejujurnya aku hanya ingin berkata, aku menginginkan seseorang yang hanya dapat kulihat dalam diam. Tanpa ada balasan akan rasa ini.
Namun, aku tidak ingin membuat mereka ikut sedih akan perasaan yang kusimpan begitu lama dihatiku. Aku memilih bercanda dan membuat mereka tertawa. Seolah aku menikmati kesendirianku.
Setiap melihat dua orang kekasih berjalan berdua, aku membayangkan kita.
Bodoh! Kata itu yang aku katakan untuk menyadarkanku. Ketika melamun melihat dua pasang kekasih yang berjalan sambil tertawa.
Aku sering membayangkan kita yang berjalan berdua dan tertawa bersama. Aku membayangkan kamu menggenggam erat tanganku. Setelah tersadar dari lamunanku aku menyentuh hatiku. Kamu tidak perlu bersamaku, karena kamu selalu ada dihatiku.
Seandainya kamu dapat membaca tulisan ini, mungkin hanya ini yang kutulis tentang kau dan aku. Maafkan aku baru bisa mengutarakan nya sekarang melalui sebuah tulisan. Aku memang perempuan yang tidak bisa mengungkapkan perasaannya secara frontal. Apalagi saat aku tahu kamu hanya menganggapku sebagai teman.
Dan setelah kamu pergi, rasa ini semakin dalam dan tidak bisa hilang dari hatiku. Aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi, aku merindukanmu sungguh, bisakah kamu kembali dan membalas cintaku?
Sekali lagi aku ingin meminta maaf kepadamu, karena sewaktu dirimu pergi belum sempat diriku meminta maaf karena kesalahanku. Semoga suatu hari kita dapat berjumpa lagi.
Wahai penyiar radio, kutitipkan salam rinduku untuk dia yang jauh di sana. Biarkanlah namanya tersemat dalam dada sebagai seseorang yang pernah mengisi hari-hariku.
Itulah curahan hati seorang gadis yang gagal dalam bercinta. Tuhan pasti tahu sekarang saatnya diri harus fokus untuk kuliah, menimba ilmu dan mungkin suatu hari akan datang laki-laki yang tulus ikhlas mencintai diriku apa adanya.
"Sudah selesai nulisnya belum, Narsih?"
"Sudah, Mbak Ningsih. Coba dibaca, mungkin ada yang salah."
"Wah, kok seperti diriku yang ditinggalkan seseorang yang sangat dicintai."
"Iya kah?"
"Iya, dulu waktu sekolah menengah atas."
"Wah, cinta pertama dong?"
"Ya bisa jadi, kapan mau ke radio?"
"Nanti sekalian, aku jalan pulang. Punya Mbak Ningsih sudah selesai?"
"Sudah."
Setelah membereskan semua yang berantakan, diri pamit undur diri untuk pulang. Aku dan Mbak Ningsih sepakat minggu depan akan ke warnet.
Malam menjelang, saatnya diri menyimak acara radio. Apakah kali ini dibacakan oleh sang penyiar radio. Selembar curhatan diri, tentang dia yang pernah menghiasi hatiku. Setengah jam menunggu, akhirnya penyiar radio membawakan ceritaku dengan penuh penghayatan. Dia berpesan, jangan masukkan ke hati setiap perkataan orang lain baik menyinggung fisik, maupun hal pribadi. Jadikan, semuanya itu sebagai cambuk penyemangat belajar untuk lebih dewasa.
Seusai dua kisah dari pengirim yang lain. Kisah dari Mbak Ningsih juga dibacakan oleh sang penyiar. Dia pun berpesan agar kita semua menghormati orang lain, jangan berkata tidak baik, apalagi sampai menyinggung fisik seseorang.
"Jika kamu mempunyai kesempurnaan fisik, bersyukurlah. Karena itulah anugerah dari Tuhan untukmu. Jika kamu mempunyai kekurangan, bersabarlah dan bersyukur karena itulah keberkahan dari Tuhan untukmu."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top