🏥 | Bagian Sembilan Belas
p.s: hanya 1000 kata, ahaha.
Bagian Sembilan Belas
~~~🏥🏩🏥~~~
Langit kembali memuntahkan isinya, membasahi tanah yang belum juga mengering akibat hujan beberapa menit yang lalu. Di dalam kamar, Azkiya yang tidak pergi kerja, dan meminta izin sakit kepada tim leader di hotel Suittelova pun hanya bisa mendekam seperti tahanan di rumah sebesar ini.
Ketika Azkiya hendak turun, membantu bunda untuk Femmy bekerja atau melakukan sesuatu yang membuat rasa bosan yang menderanya hilang, wanita itu malah mendapatkan penolakan dari ibu mertuanya, yang menyuruh Azkiya istirahat saja dan tidak boleh banyak bekerja agar flu-nya segera pergi.
Jadilah, Azkiya duduk di atas tempat tidur seraya menatap keluar kamar melalui kaca rumah yang berhubungan dengan balkon kamar. Merasa bosan dengan pemandangan yang itu, itu saja, Azkiya membaringkan tubuhnya sambil berharap Gibran cepat pulang.
Ting!
Azkiya dengan malas menarik ponselnya yang berada di atas nakas, lalu melihat nama pengirim pesan singkat tersebut sebelum membuka dan membaca pesannya. Wajah wanita itu yang tadinya murung berubah menjadi bercahaya bersama seutas senyum lebar memandang ponsel.
Pack DogTear:
Kamu mau
saya belikan
makanan apa?
Azkiya Sarah:
Bakso, boleh?
Makasih, yaaa.
Pack DogTear:
Ada lagi?
Iya sama-sama, Dear.
Azkiya Sarah:
Itu aja.
Ehehe.
Azkiya meletakkan asal ponselnya di atas tempat tidur, lalu kembali merebahkan diri sambil menunggu kedatangan Gibran bersama Bakso panas yang dipenuhi dengan sambal. Memikirkannya membuat Azkiya menelan saliva kuat-kuat. Gibran memang paling tahu apa yang Azkiya inginkan.
Tidak menunggu waktu yang lama, Gibran sudah sampai di kamar mereka bersama semangkok bakso yang masih mengepul, uap panas. Sepertinya pria itu langsung ke dapur untuk meletakkan bakso ke dalam mangkok dan membawanya ke kamar.
“Makasih, ya!” seru Azkiya, senang sekali menghidu aroma bakso, apalagi Gibran membelinya di tempat langganan wanita itu, semakin bersemangat Azkiya untuk menikmati makanan di hadapannya.
Kini posisinya sudah berpindah dari tempat duduk ke atas makan yang ada di kamar mereka, lalu duduk di atas karpet berbulu halus yang ada di bawahnya.
Satu bakso masuk ke dalam mulut Azkiya, dengan penuh perasaan, wanita itu menikmati setiap detik kunyahan yang meresap pada lidahnya, rasa gurih, pedas, asam, dan manis yang bercampur menjadi satu, sangat nikmat. Saking seriusnya, Azkiya bahkan mengabaikan tatapan Gibran yang sejak tadi memperhatikan gerak-geriknya.
“Kamu lapar, dear?” tanya Gibran. Pria itu melaksanakan satu per satu kacingan kameja hingga menyusahkan kaos oblong dan celana berbahan yang masih melekat pada tubuhnya.
Kepala wanita itu menggeleng, namun berganti menjadi anggukan sembari mengunyah pentolan dagingnya, setelah menelan, la berseru, “Nggak lapar tadinya, tapi pas datang bakso, langsung lapar, aku.”
Gibran berjalan mendekati Azkiya, lalu duduk di samping Azkiya. Melihat istrinya makan dengan lahap, membuat pria itu ingin merasakan bakso tersebut. “Saya boleh minta satu?”
Mata Azkiya melirik Gibran, wanita itu tertawa pelan mendengar pertanyaan sang suami. “Makan aja, kali. Sini, buka mulut, aku suapin ... Aaaa.”
Bibir Gibran terbuka, menerima suapan Azkiya dengan senang hati. “Enak, cuma agak pedas, ya?” Tanpa sadar ia mendesis kepedesan, lalu meraih teko air yang ada di dalam kamar, kemudian menuangkannya ke dalam gelas. Dalam satu kali tegukan, galas berisikan air tersebut langsung tandas.
“Ahaha, sini-sini aku tipuin biar nggak pedes lagi.” Azkiya berseru, mendekatkan wajahnya pada sang suami dengan niatan menggoda Gibran, namun yang ada jarak di antara mereka sangat dekat, ditambah Azkiya yang refleks meniupkan udara dari bibirnya tepat di depan wajah pria itu.
Hendak menjauhkan wajah, Azkiya malah mendapatkan tarikan pelan oleh Gibran hingga bibir mereka benar-benar menyatu. Beberapa detik penyatuan itu perlahan berubah menjadi decakan mesra. Tangan besar Gibran bergerak cepat mengangkup rahang hingga leher sang istri sedang Azkiya sudah terpejam menikmati setiap sentuhan.
Brak! Pintu kamar tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok wanita berpakaian rapi yang melotot melihat pemandangan di depannya. Setelah itu pintu kembali tertutup dengan kasar hingga berbunyi dentuman kencang.
“Mama balik kapan-kapan aja, Azkiya. Titip salam buat calon cucu, Mama!” teriak wanita yang Azkiya panggil dengan sebutan mama, alias Mama Mina.
Azkiya langsung melepaskan diri dari Gibran dan merapikan pakaiannya. Pipi wanita itu bersemu merah hingga ke daerah telinga dan leher. Jantungnya juga berdegup kencang. Kini tatapannya tidak berani memandang Gibran. Maka jalan satu-satunya yang bisa Azkiya lakukan adalah melarikan diri dari hadapan pria itu dengan cara mengejar mama Mina keluar kamar.
Sedangkan Gibran juga sama malunya dengan Azkiya akibat tertangkap basah sedang bermesraan. Menarik napas dalam-dalam, ia merutuki dirinya karena lupa mengunci kamar mereka. Gibran berdiri dari posisi duduk, lalu berjalan ke arah kamar mandi. Tubuh pria itu gerah dan membutuhkan sesuatu untuk menyegarkan jiwa raganya kembali.
Di luar kamar, Azkiya berjalan mendekati mama Mina, sembari memanggil sang mama agar tidak pulang secepat itu. Jujur saja, Azkiya merindukan suara Mina yang dulu selalu membuatnya pusing.
“Mama, kok, langsung pulang? Tunggu, dulu!” Azkiya menarik tangan Mina saat menuruni tangga.
Mama Mina mendelik tajam pada Azkiya. “Kenapa nggak lanjutin aja? Mama juga butuh cucu, lihat ini uban udah segaban, kau mau lihat seputih gimana lagi, nak?” hiperbola Mama Mina, menyahut ketus. Walaupun dari sudut bibirnya terangkat, tersenyum kecil.
“Kita baru Ketemu lagi, loh, ma? Masa langsung pulang. Jahat kali, ma?” Azkiya merengek bagaikan anak kecil. “Mama nggak tau Azkiya sakit, ya?”
Terdengar suara decakan kesal mama Mina, tangannya bergerak memukul pelan lengan Azkiya. “Kau ini! Kalo nggak tau kau sakit, buat apa mama di sini?”
Mereka akhirnya sampai pada anak tangga terkahir yang langsung menghubungkan mereka pada ruang tamu, di mana bunda Femmy sedang menatap mereka kebingungan.
“Kenapa Mina?” tanya bunda Femmy seraya berdiri dari sofa. Azkiya melirik mama Mina, memberi kode agar sang mama tidak berkata sangat jujur kepada sang mertua. Namum apalah arti delikan mata Azkiya di hadapan mama Mina yang hobi ceplas-ceplos.
.
“Mereka tadi mau buat cucu, tapi keganggu sama aku, makanya ini aku mau pulang saja, biar mereka lanjut kerjanya,” jawab mama Mina, wajahnya cemberut dengan tatapan sedih.
Pandangan bunda Femmy berpindah pada Azkiya. Dalam hati wanita itu, ia menyesal telah mengejar mama Mina. Azkiya membasahi bibirnya yang sedikit kering akibat gugup dan malu.
“Kelen berdua jangan dulu berhubungan,
Kau harus istirahat banyak-banyak!” tegur bunda Femmy, cemas dan geram di waktu yang bersamaan. “Mana Gibran? Dia nggak tau apa kau ini lagi sakit?
Azkiya menggaruk lengannya, tidak tahu harus merespon seperti apa perkataan bunda Femmy. Wanita itu kehabisan kata-kata. Rasa-rasanya Azkiya mau menyelam saja bikini bottom, bersembunyi di rumah Patrick Star.
“Nggak papa, Femmy. Biarin aja mereka, biar lebih cepat punya cucu kita!” celetuk mama Mina.
“Mama!!” seru Azkiya kesal.
🏩🏥🏩
Alis bertautan menjadi bukti bahwa Gibran yang baru saja selesai mandi sedang berpikir keras ketika usai membaca pesan singkat dari orang itu. Isi pesan itu mengatakan bahwa, Minggu depan ia sudah sampai di Medan.
Seharusnya, masih ada dua bulan lagi, namun kenapa cepat sekali pria itu kembali? Meletakkan ponsel di atas meja rias, atensi Ginda berganti pada layar ponsel Azkiya yang menyalah, ternyata asal pesan itu datang dari nomor yang sama.
Gibran sebenernya bukan pria yang suka meng-cek ponsel pasangan, hanya saja kini ia sangat penasaran bagaimana percakapan lria itu dengan Azkiya. Apakah Azkiya sudah memberitahukan hubungan mereka pada pria itu atau belum? Lalu apa saja yang pria itu ketik kepada istrinya?
Matanya terpaku pada pesan pria itu yang mengatakan bahwa ia kembali ke Medan untuk menikahi Azkiya. Seketika feeling dan insting Gibran bekerja, ada perasaan tidak enak dan takut tersaingi.
Semuanya akan baik-baik saja, Gibran! Yakinnya sebelum kembali meletakkan ponsel Azkiya ke tempat semula.
To be Continued
A.n:
Ini ngebuat banget nulisnya, satu jam-an kalo nggak salah. Jadi maafkan kalo rada Nganu. Ahahah.
Jangan lupa untuk vote komen dan share cerita ini ke teman-teman kalian ya. Ada salah kata atau kalimat belibet lainnya? Kasih atau aja yaw, makasih. -3-
See u,
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top