(S)He Don't Understand

[Song : Grenade]

I would through all this pain
Take bullets straight through my brain
Yes, I would die for you, baby
But you won't do the same

Audio >>>>>

★★★★★

Nah, mari kita beralih ke cerita yang sedikit menegangkan. Karena aku yakin cerita seperti ini agak jarang terjadi, aku rasa kau akan menyukainya. Apalagi kau adalah tipe orang yang suka cerita yang mendebarkan, iya kan? Mari kita mulai.

Aku baru saja keluar dari kelas terakhirku, dan aku melewati perpustakaan, dimana di depannya ada seorang cewe berambut pendek dan membawa setumpuk buku. Aku mengenalnya, walau kami beda jurusan. Kebetulan kami bertemu saat MOS. Namanya adalah Julia, mahasiswi dari jurusan Sastra Inggris. Sekilas dia terlihat agak kesulitan dengan buku - bukunya yang setumpuk itu. Jadi kuputuskan untuk menawarkan bantuan padanya.

Kulangkahkan kakiku menuju ke depan perpustakaan dan langsung saja kusapa Julia seraya menawarkan bantuan.

"Hei Julia. Kelihatannya kau butuh bantuan?" Ujarku, sambil menatapnya dari balik tumpukan bukunya.

"Eh, Andri kan? Boleh deh..." Sahut Julia.

Aku mengambil separo dari buku yang dibawa Julia, dan mendorong pintu perpustakaan yang tidak terkunci. Di depan mata tersaji puluhan rak yang tersusun rapi dan berisi ribuan koleksi yang pastinya tidak akan habis jika kau membacanya selama masa kuliah. Tapi, tempat ini jadi gudang informasi dari semua tugas untuk berbagai mata kuliah bagi semua pelajar kampus dari jurusan manapun mereka berasal. Bisa dibilang perpustakaan ini sangat luas, mungkin kalau semua rak dipindahkan, tempat ini sangat cocok untuk dijadikan tempat pertandingan futsal.

"Kamu ini... kuat banget ya baca sampe sebanyak ini? Kamu mau bikin makalah atau skripsi sih?" Tanyaku, sambil berjalan di sampingnya, menuju ke arah meja penjaga perpustakaan.

"Aku sejujurnya suka membaca. Tapi aku tidak pernah mau kalau diharuskan membaca sampai segunung begini. Ini kan tuntutan tugas." Jawab Julia.

"Emang deh, kalo ambil jurusan sastra musti banyak berurusan sama yang namanya buku dan kamus."

"Nah, itu dia. Tapi, aku suka sih. Jadi gak masalah."

Aku dan Julia meletakkan buku - buku itu di atas meja, dan petugas jaga langsung mengembalikan semuanya ke tempat asalnya. Aku baru saja mau pamit, tapi Julia menarik tanganku. Intinya, aku gak bisa kabur sekarang.

Kami berdua terdiam sejenak, dan momen itu kugunakan untuk memperhatikan Julia baik - baik. Secara keseluruhan, kelihatannya dia baik - baik saja. Tapi terlihat bahwa matanya terdapat lingkaran hitam. Kalau cuma itu sih bisa kumaklumi. Tapi aku juga melihat kalau matanya bengkak dan memerah.

Aku yakin kalau sesuatu terjadi padanya.

"Umm... ada apa?" Tanyaku, setelah kami terdiam selama kira - kira tiga menit.

"Aku tau sejak awal kalau kamu adalah orang baik yang bisa kupercaya. Karena aku yakin kamu pasti sudah selesai kuliah, bagaimana kalau kita keluar saja dan menuju kantin agar aku bisa mentraktirmu makan sambil kita ngobrol?" Tanya Julia.

"Ide bagus."

★★★★★

Sepuluh menit kemudian, aku dan Julia sudah sampai di kantin kampus. Setelah sama - sama terdiam untuk beberapa saat, akhirnya Julia mulai bicara sambil menatapku secara intens. Kebetulan aku duduk di seberangnya sehingga dia bisa melakukannya dengan leluasa.

"Kamu pasti penasaran kan, kenapa aku mengajakmu kemari?" Ujar Julia, membuka pembicaraan kami.

"Tentu saja." Sahutku.

"Aku pengen cerita denganmu."

"Aku? Kenapa memangnya?"

"Loh? Salah ya?"

"Bukannya begitu. Cuma... agak nggak biasa aja."

"Memang sih. Tapi kurasa kamu adalah orang yang cocok untuk kuajak bicara masalah ini."

"Baiklah, coba ceritakan. Aku akan dengarkan semuanya."

Julai mulai menuturkan kisahnya. Yang tak kuduga adalah, Julia mengisahkan tentang masalah percintaannya. Agak mengejutkan memang. Tapi kisah yang dia ceritakan sangatlah menarik untuk disimak.

Dia memulai dengan sebuah perkenalan awal dengan kekasihnya, seorang pria bernama Chandra. Kebetulan pria itu baru saja pindah ke lingkungan dimana Julia tinggal. Karena jarak rumah yang berdekatan itulah, mereka jadi semakin dekat satu sama lain.

Hubungan mereka berjalan dengan perlahan, namun pasti. Mereka berusaha saling mengenali karakter masing - masing dalam waktu sekitar empat bulan. Dan menurut Julia, mereka saling melengkapi satu sama lain. Tapi, tentu saja sebagai wanita Julia tidak berani bertindak duluan.

Singkat kata, dua bulan kemudian, Chandra mulai menyadari perasaan Julia, dan akhirnya mereka melangkah ke hubungan selanjutnya. Ya, akhirnya mereka pacaran.

Julia menceritakan sedikit tentang kekasihnya ini. Sesuai yang disebutkan, namanya adalah Chandra, dan usianya 25 tahun. Dan dia bekerja sebagai salah satu anggota pasukan bersenjata di kepolisian. Usianya mungkin lima tahun lebih tua dari Julia, tapi itu bukanlah masalah baginya. Karena selama ini dia selalu mencari sosok dewasa yang bisa melindunginya sepenuhnya.

Kelihatannya hubungan mereka berjalan dengan normal, tapi justru dari sinilah awal dari masalahnya.

Masalahnya yaitu : walau mereka sudah pacaran, tapi Chandra seolah belum membuka dirinya sepenuhnya. Padahal, sudah sekitar tiga bulan semenjak dia dan Julia menjadi sepasang kekasih. Kalau di awalnya saja sih, kurasa wajar. Tapi yang satu ini berbeda. Tiga bulan adalah waktu yang cukup lama untuk saling membuka diri. Dan entah kenapa, hubungan mereka berkesan flat, atau malah bisa dibilang dingin.

"Coba kamu bayangkan. Aku sudah siapkan kejutan untuk ulang tahunnya beberapa minggu lalu. Tapi responnya sangat dingin. Apakah dia tidak mengerti kalau aku bersedia nelakukan apa saja untuk membuatnya senang?" Ujar Julia.

"Kurasa... kebanyakan pria sering bersikap seperti itu." Sahutku.

"Tapi, tidakkah dia merasa senang, walau sedikit?"

"Uh, aku tidak tau. Aku tidak pernah mengalaminya."

"Aku jadi curiga. Apa bisa saja kalau sebenarnya... mungkinkah dia tidak mencintaiku?"

"Jangan berprasangka seperti itu! Kurasa... mungkin dia hanya menutup dirinya?"

"Atas dasar apa? Aku kan pacarnya, tentu saja aku akan menerima seutuhnya dia, tanpa perlu ditutupi sedikitpun."

"Mungkin dia punya sebuah rahasia? Atau dia punya masa lalu yang pahit dalam hal percintaan? Bisa saja kan? Toh kamu belum pernah mendengarnya bercerita soal itu kan?"

"Ya... memang. Dia tidak pernah bercerita soal masa lalunya padaku."

"Nah, kalau begitu, biarlah. Mungkin dia butuh waktu sedikit lebih lama untuk menerima kehadiranmu. Ingat, hubungan kalian masih seumur jagung. Kalian baru membangun, jadi jangan langsung berharap apa yang kalian bangun itu bisa langsung sempurna."

Julia tersenyum. "Thanks sarannya, Ndri. Aku merasa lebih baik karenanya."

"Bagus deh kalo perkataanku tadi membantu. Mendingan kamu baik - baik sama dia. Aku akan selalu mendoakan semoga hubungan kalian bisa berlangsung dengan baik."

"Makasih Ndri. Sudah kuduga kamu bisa kupercaya."

Kemudian, pembicaraan kami beralih ke topik yang lebih umum. Yah, mari kita berharap agar hubungan yang dijalani Julia bisa berlangsung dengan baik.

★★★★★

Seminggu lebih, tak terdengar berita soal Julia. Kurasa dia baik - baik saja. Sepertinya.

Sampai akhirnya hari ini, baru saja aku keluar dari salah satu kelas yang kuikuti, tiba - tiba tangan seorang wanita langsung menarikku dengan ganas. Saat aku melihat ke arahnya, aku baru menyadari bahwa yang menarikku adalah Julia.

Aku ingin sekali bertanya kenapa dia menarikku dengan mengejutkan seperti ini, tapi setelah aku melihat wajahnya yang sangat merah dan penuh emosi, aku mengurungkan niat untuk bertanya. Karena aku yakin bahwa akhirnya nanti dia pasti akan menjelaskan semuanya padaku, sedetil - detilnya.

Tak lama kemudian, kami sampai di area hijau kampus. Tepat di tengah ada sebuah air mancur, dan banyak bangku berjejer disediakan untuk bersantai sambil ngobrol atau mungkin diskusi kelompok, dan bisa juga digunakan sebagai tempat untuk janji bertemu.

Julia masih menarikku, dan dia menghempaskan dirinya ke sebuah bangku kosong dan aku dengan pasrah mengikutinya. Aku duduk tepat di sebelahnya, dan dengan sabar menunggu luapan emosinya mereda, agar aku bisa mendengarkan penjelasan darinya.

"Kamu kok diam saja?" Tanya Julia.

"Buat apa aku nanya kalo akhirnya kamu pasti ngasih tau ke aku." Jawabku.

"Eh, iya juga."

"Aku nggak mau bukin orang yang lagi emosi jadi ngamuk gara - gara aku terlalu kepo dengan memberikan rentetan pertanyaan. Makanya aku diam aja. Aku bakalan tunggu sampai kamu siap menceritakannya padaku."

"Cukup beralasan. Jadi, kamu siap untuk mendengarkan ceritanya sekarang?"

"Ya."

"Jadi, intinya aku baru saja putus sama Chandra."

"Apa?! Tapi kenapa?"

Julia memulai kisahnya. Selama seminggu lebih, dia berusaha dengan baik untuk memahami Chandra. Tapi pria itu seolah tak peduli dengan usaha Julia. Chandra bersikap wajar, tapi berdasarkan cerita yang kudengar, sangat terlihat bahwa Chandra sangat dingin dan seolah menganggap Julia sebagai teman, bukannya pacar seperti seharusnya.

Dan puncaknya, Julia menanyakan soal perasaan Chandra padanya. Dan parahnya, dia menjawab kalau dia mencintai Julia, tapi dengan nada yang sangat datar. Jelas saja itu membuat Julia tidak terima. Singkat kata, terjadilah cekcok, dan hal yang tidak diinginkan, yaitu : Julia memutuskan Chandra.

"Wah, sayang sekali. Padahal aku masih berharap kalian bisa berbaikan dan menjalani hubungan dengan baik." Ujarku, setelah Julia selesai bercerita.

"Padahal aku juga berharap seperti itu. Tapi kurasa hal itu tidak akan pernah bisa terjadi. Karena sejak awal aku sudah merasakan ada hal yang aneh diantara aku dan dia." Ujar Julia.

Aku mengerutkan kening. "Maksudmu?"

"Aku merasakan ada satu hal yang aneh dengannya. Kau tau pasti kalau kami sebagai kekasih pasti pernah jalan - jalan untuk kencan. Saat itu, aku menggenggam tangannya. Reaksi normalnya pasti menoleh ke arahku atau balas menggenggam kan? Nah, saat itu dia tidak menggenggam tanganku. Tapi dia juga tidak menepisnya."

Hal itu membuatku semakin mengerutkan kening dan membuat kedua alisku nyaris bersatu. Itu memang hal yang aneh. Itu sungguh tidak wajar.

"Yah... aku setuju denganmu"

"Ugh, lebih baik aku pergi sekarang. Sebentar lagi aku harus masuk kelas. Sampai jumpa, Andri!"

"Sampai jumpa!"

Julia langsung saja pergi ke kelas berikutnya, sementara itu aku pergi untuk mencari teman - temanku.

★★★★★

Kelas terakhirku sudah berakhir, dan aku baru mau pulang saat sebuah tangan kekar meremas bahuku.

"Namamu Andrian kan?" Tanyanya dengan suara yang sangat sopan.

Aku menoleh ke belakangku. Disana rupanya telah ada seorang pria dengan tinggi badan sekitar 180 sentimeter, kulitnya kecoklatan, dan ekspresinya agak kaku. Tapi, dibalik kekakuan itu aku bisa melihat bahwa dia adalah orang yang baik, dari senyumnya yang terlihat ramah dan sangat menyenangkan.

"Mmm... ya. Ada apa ya?" Ujarku.

Aku sepertinya akhir - akhir ini terlalu sering dicari, makanya aku merasa kalau menghadapi berbagai orang asing yang tiba - tiba memanggilku itu adalah suatu hal biasa. Yah, sepertinya aku sudah terbiasa.

"Ah, aku rupanya tidak salah. Kamu tadi yang bicara dengan Julia kan?"

"Iya, benar."

"Bisa kita bicarakan di tempat yang lebih nyaman? Aku tadi melihat ada sebuah kafe di seberang kampus ini. Bagaimana kalau kita bicara disana?"

"Hmm... ide bagus."

Aku dan dia langsung saja berjalan menyeberangi kampus untuk menuju ke sebuah kafe yang ada di tepat di seberang.

Kami kini sudah duduk berseberangan, dan kini aku menunggunya untuk menjelaskan apa maksud dia menemuiku.

"Baik, lebih baik kumulai dengan sebuah perkenalan dulu. Namaku Chandra, dan seperti yang bisa kau tebak, aku adalah pacarnya Julia. Mantan sebenarnya, karena beberapa jam lalu dia baru saja memutuskanku." Ujar pria itu, sambil menatap lurus ke dalam mataku.

Jadi... ini yang namanya Chandra? Ugh, dia memang pria yang bisa dibilang cukup berkharisma. Tatapannya yang tajam dan menusuk ini pasti bisa menaklukan hati banyak wanita. Tapi dia juga dingin di satu sisi. Aku salut saat mengetahui bahwa Julia bisa tahan dengan pria seperti ini. Pria ini serius, atau malah bisa juga dibilang kelewatan kaku. Sepertinya pembawaan militernya sangat kental, sampai aku bisa merasakan bahwa orang tuanya bisa jadi juga salah satu aparat militer.

"Ya... seperti yang kau tau aku adalah Andrian. Atau Andri, terserah mau panggil apa. Dan aku tidak perlu dan tidak mau tau bagaimana kau bisa tau tentangku. Tapi kurasa dari beberapa hal yang sudah dituturkan Julia, aku bisa menyimpulkan bagaimana kau bisa tau tentangku." Sahutku, ikut memperkenalkan diri.

"Kau mengecapku sebagai penguntit?"

"Tidak juga. Tapi... aku yakin kau punya telinga yang tajam dan kemampuan untuk melakukan hal itu."

"Baik, karena sepertinya kau sudah paham aku mau bicara soal apa, lebih baik segera saja aku ceritakan."

Chandra langsung mulai bercerita. Pada awalnya, dia menceritakan tentang dirinya sedikit. Dan memang benar dugaanku bahwa dia memiliki orang tua yang berlatar belakang militer. Selain itu, dia juga memiliki kakak laki - laki dan sepupu yang kebanyakan juga laki - laki.

Dia menjalani awal hidupnya dengan normal, sampai akhirnya dia lulus dari Akademi Polisi dan masuk ke dalam satuan kepolisian sebagai anggota pasukan penembak.

Dan dia juga menceritakan bagaimana kisah percintaan dia dan Julia. Intinya sih sama seperti yang pernah dikisahkan Julia padaku, tapi dia menambah beberapa detil tentang perasaannya.

Seperti yang kita tau, Chandra punya keluarga yang berlatar belakang militer dan juga saudara yang rata - rata laki - laki. Jelas saja itu membuat Chandra tidak biasa berhadapan dengan perempuan. Jadi, bisa disimpulkan kalau sebenarnya Chandra tidak tau bagaimana cara menghadapi Julia dengan baik.

Ditambah, Julia rupanya adalah cinta pertama Chandra. Aku yang mendengarkannya kini jadi paham kenapa Chandra bisa jadi sedingin itu. Bisa dibilang Chandra masih menyesuaikan diri dengan Julia. Mungkin Julia mengira usia Chandra yang lebih tua darinya membuatnya berpengalaman, tapi ternyata tidak.

Dan Chandra menjawab pertanyaan Julia dengan dingin karena memang dia rasa itulah seharusnya yang dia lakukan.

Setelah dia selesai bercerita, giliranku yang mengisahkan bagaimana perasaan Julia padanya. Yah, dia bisa memahami kenapa Julia melakukan hal seperti itu padanya setelah aku menjelaskan apa saja yang dikatakan Julia padaku.

Aku jadi mengerti permasalahan ini dari dua sisi. Mereka hanya ingin saling dimengerti, itu saja.

"Nah, karena dia sudah memutuskanku dengan cara yang seperti itu, dan karena aku sudah menanggapinya dengan dingin, maka aku tidak akan bisa minta maaf padanya saat ini juga. Aku sepertinya harus menunggu dulu." Ujar Chandra.

"Pilihan bijak. Aku juga akan berpikir seperti itu kalau aku jadi kau."

"Yah, kurasa tidak ada lagi yang harus kututurkan padamu. Dan tadi kau bilang Julia berkata bahwa dia akan melakukan apa saja demi kebahagiaanku? Nah, aku juga akan melakukan hal yang sama demi dia. Aku rela tubuhku dihujani ratusan peluru hanya untuk melindunginya. Dia adalah cinta pertamaku, dan aku ingin dia juga jadi cinta terakhirku. Tak peduli walau hubungan kami telah berakhir, aku akan tetap buktikan bagaimana perasaanku padanya."

Dengan berakhirnya ucapannya tadi, kami berpisah. Dan aku rasa... sepertinya hubungan dua orang ini sangatlah sulit. Dan aku tidak akan terkejut jika saja penyelesaiannya akan sangat tak terduga.

★★★★★

Seminggu kemudian...

Aku habis berjalan - jalan di mall sendirian, karena aku memang sedang perlu ke toko buku.

Semuanya baik - baik saja, saat tiba - tiba ada sepasukan orang misterius yang membawa senjata lengkap tiba - tiba memasuki mall dan membuat para pengunjung ketakutan dan berlarian kesana - kemari.

Aku yang melihat keadaan itu langsung saja mencari tempat yang kira - kira aman dari terjangan peluru. Apakah ngumpet di supermarket merupakan ide bagus?

Kurasa tidak, karena aku rasa jumlah mereka paling tidak lima ratus orang, karena mereka bisa menguasai seluruh mall ini dalam sekejap. Apalagi mereka bersenjata.

Aku langsung saja ikut bersembunyi dengan beberapa orang di belakang sebuah rak, dan tak sengaja aku bersenggolan dengan seseorang yang ada di sebelahku. Saat aku menoleh, alangkah terkejutnya aku saat melihat bahwa di sebelahku ada Julia.

"Julia?" Bisikku.

"Andri? Kamu ada di sini?" Tanya Julia.

"Aku perlu ke toko buku, dan saat aku mau pulang... tiba - tiba keadaannya sudah seperti ini."

"Aku juga baru saja jalan - jalan, dan tiba - tiba ini terjadi."

"Apakah kita akan selamat? Aku takut kalau nyawa kita semua akan langsung dihabisi saat ini juga oleh mereka."

"Tidak, kita akan selamat." Ujar sebuah suara dengan optimis, dan suara itu ada di sebelah kiriku.

Disana rupanya ada seorang wanita paruh baya, mungkin usianya 35-an, walau bisa saja lebih tua atau lebih muda. Dia terlihat biasa saja, tidak seperti orang lain yang terlihat khawatir.

"Umm... apa anda yakin?" Tanyaku.

"Ya, aku yakin. Kelihatannya mustahil, tapi percayalah kalau aku pernah menghadapi, tepatnya sering menghadapi situasi seperti ini."

Tiba - tiba ada sebuah suara ponsel, dan wanita yang ada di sebelahku langsung mengecek ponselnya. Dia menghela nafas.

"Ya ampun... ini orang sempat - sempatnya kirim pesan... nggak heran orang selalu bikin orang kaget, sekaget kalian kalau aku bilang disini ada satu orang yang bawa senjata api dan bakalan ngelawan para penjahat itu." Ujar wanita tadi.

Sementara itu dia hanya mengetik pesan di ponselnya dan akhirnya menyimpan ponselnya.

"Jadi... apa yang harus kita lakukan?" Tanyaku, sambil menatap wanita tadi.

"Menunggu. Mari kita lihat apakah cowo sinting itu bisa mengulur waktu sampai pasukan penembak datang." Sahutnya.

"Pasukan penembak?!" Ujar Julia kaget.

"Kau kelihatannya kaget. Kenapa? Kau punya seseorang yang kau kenal di antara pasukan penembak itu? Kalau dia masih muda, aku yakin Hendra tau siapa dia."

"Emm... sebetulnya... dia itu mantan pacarku."

"Kau bilang mantan, tapi kau mengatakannya dengan nada yang malu - malu. Berarti kau masih ada rasa padanya? Apa aku benar?"

Julia sangat terkejut saat mendengarnya. "Umm... sebenarnya ya."

"Kau kelihatannya kaget. Maaf ya, aku sepertinya ketularan sifat detektif si Hendra. Nempel dengannya membuatku bisa mengerti dia dan menggunakan pola pikir detektifnya."

DOR! DOR! DOR!

"Ugh, semoga dia tidak menghabiskan pelurunya dengan sia - sia. Hendra kadang bisa bertindak bodoh." Ujar si wanita.

"Memang apa yang dilakukannya?" Tanyaku.

"Berusaha menyelamatkan orang banyak dengan nyawanya. Kedengarannya bodoh, tapi sebenarnya dia adalah seseorang yang spesial bagiku."

Aku mengintip dan hanya mengeluarkan sebagian kepalaku dari balik rak yang melindungiku, tentunya setelah meminta Julia sedikit menjauh dari pinggir rak itu. Disana aku bisa melihat ada seorang pria dengan jaket biru tua yang ada garis putihnya, celana jeans, dan sepatu kets putih. Dia tanpa pelindung dan hanya bermodalkan sepucuk revolver. Dan dia menghadapi semua pasukan bersenjata itu. Kelihatannya mereka sedang berbicara.

"Wow, itu sambutan yang sangat buruk." Ujar si pria berjaket biru.

"Kau sudah tau keadaanmu yang tidak baik ini, masih saja sempat menggertak hah?!" Sahut seseorang yang berpakaian serba hitam. Kurasa dia adalah pimpinan pasukan misterius itu.

"Kalian yang sungguh tidak gentleman, masa iya kalian melakukan penangkapan terhadap satu orang, yaitu aku, plus juga dengan melukai orang lain? Sungguh cara The Gloody yang klasik. Aku bahkan sudah mengalami hal seperti ini sebanyak dua kali."

"Jangan banyak bacot kau! Kau tau kan apa yang kuinginkan?"

"Kalian, tepatnya. Ya, aku tau. Tapi aku tidak akan membiarkan kalian mendapatkannya. Kalau mau, kalian harus bisa melangkahi mayatku dulu."

"Apakah aku harus membunuh beberapa orang dulu? Aku tau Nira ada disini, dan aku bisa membunuhnya."

"Ya, tangkap dan bunuhlah dia kalau kau mau. Lagipula aku yakin dia tidak peduli dengan nyawanya. Akupun tidak peduli dengan nyawaku, asal buku itu selamat."

Aku kembali ke posisi sembunyiku. Pria itu gila dan nekat. Tapi sekaligus berani.

"Hendra sialan. Tapi justru itu yang aku suka dari dia." Ujar wanita tadi, lalu tersenyum.

"Kurasa... dia sangat... suka mengambil resiko." Ujar Julia.

"Ya, memang. Itu ciri khas dari Hendra. Kalian dengar suara sirine? Aku rasa itu bantuan datang."

Memang benar, aku mendengar ada suara sirine dari kejauhan. Karena suaranya sangat nyaring, aku yakin di luar sana ada puluhan mobil berisi pasukan penembak.

Dan benar saja, tidak lama kemudian, terdengar suara langkah keras. Saat kuintip, memang benar itu adalah para pasukan penembak. Jumlah mereka pasti sangat banyak, karena aku merasa bahwa mall ini dipadati oleh pasukan itu.

"Yah, beruntunglah aku datang dengan cepat, dan aku tidak melihat bahwa hanya sisa mayatmu saja lagi." Ujar sebuah suara yang kedengarannya sangat tegas dan berwibawa.

"Begitulah. Aku senang kalian datang. Nah, kalau begini kan seri." Ujar pria tadi.

"Kuharap, kali ini kamu memakai rompimu."

"Tergantung. Bisa saja kuberikan pada Nira."

"Dasar sinting! Aku tidak bawa lebihan rompi, tau! Mengertilah sedikit, kau tidak boleh mati sia - sia."

"Tau ah nih Sensei! Untung saja di kasus sebelumnya aku mau membantu! Kalau tidak, kita pasti hanya bisa melihat nisanmu saja saat ini! Dan mereka tidak akan ada disini!" Seru seorang wanita.

"Sudah Del. Ini bukan saatnya untuk berantem." Sahut suara seorang pria. Suaranya ringan tapi tegas.

Sementara itu, para pengunjung mulai di evakuasi, dan para pasukan penembak dari kepolisian mengalihkan para pengunjung.

Dan di saat itulah, suara tembakan mulai terdengar.

Aku dan orang - orang lain langsung saja berjalan lebih cepat menuju ke pintu keluar. Tapi, kami terlambat. Para pasukan musuh langsung memblok semua jalan keluar. Hebat, sekarang, kami tidak bisa kemana - mana.

"Nah, semua, atau tidak seorangpun." Ujar si pemimpin pasukan itu.

"Wah, kau jahat juga. Tapi aku tau, sejak awal kau memang jahat. Apalagi... setelah kau melihat dengan mata kepalamu bagaimana kedua orang tuamu yang tidak berdosa itu dibunuh." Ujar pria yang bernama Hendra itu.

Aku rasa... sepertinya ini adalah saat yang tak bisa dielakkan lagi. Aku yakin akan terjadi baku tembak. Itu pasti.

"Baiklah! Dengarkan kalian semua! Para pasukan penembak, kalian tau kalau kita ada dalam situasi yang bisa dibilang darurat! Aku yakin kalian semua ingin menyelamatkan semua orang tak berdosa di sini! Dan kalian juga melihat bahwa pasukan musuh tidak mengenakan rompi anti peluru, kan? Nah, karena itu, bagi kalian yang benar - benar punya nyali dan merupakan seorang pria sejati, kusarankan kalian untuk memberikan rompi anti peluru kalian kepada salah seorang pengunjung disini! Siapa tau saja ada seseorang yang kalian sayangi kebetulan ada di sini! Aku persilahkan pada siapapun yang merasa bahwa dia adalah lelaki jantan dan siap untuk mati hari ini juga untuk memberikan rompinya pada orang yang kalian inginkan!" Seru Hendra.

Beberapa pria dari satuan pasukan penembak langsung melepaskan rompi mereka, dan salah satunya menyeruak di dekat kami.

"Disini ada Julia, kan?" Ujar sebuah suara yang kukenali.

Dan tiba - tiba muncul seorang pria dengan pakaian pasukan penembak. Dia adalah Chandra.

"Chandra!" Seru Julia.

"Pakailah ini." Ujar Chandra, seraya menyodorkan rompi anti peluru miliknya.

"Tapi... kamu memerlukannya!"

"Aku tidak memerlukannya, percayalah. Yang kuperlukan hanyalah saat aku akan mati adalah aku tau kalau orang yang paling kucintai tetap hidup."

"A - apa maksudmu?"

"Kamu masih tidak mengerti? Aku mencintaimu, sayang. Kau tau aku terlalu dingin, tapi percayalah, aku akan selalu mencintaimu di setiap detik hidupku. Aku memang hidup dengan orientasi teman sejenis, dan aku hanya punya sedikit referensi dalam masalah asmara. Kaulah cinta pertamaku, dan aku mau kamu jadi yang terakhir. Aku tau kamu tidak suka kalau aku bersikap dingin. Tapi aku belum terlalu terbiasa menghadapi wanita. Kumohon, perasaanmu boleh berubah, tapi perasaanku tidak akan pernah."

"Tapi... sejujurnya aku juga sangat mencintaimu. Aku hanya tidak suka... kamu bersikap dingin."

"Baguslah. Karena aku akan selalu mencintaimu juga. Aku melakukan semua ini... karena aku ingin kamu bahagia. Aku ingin kamu tetap hidup dan bahagia. Kalau aku mati hari ini juga, berarti aku memang tidak cukup baik untukmu. Tapi kalau aku masih bertahan hidup, maka aku ingin kita kembali membangun hubungan ini. Bagaimana?"

"Baiklah, kalau kau memang mau aku memakainya. Tapi, kuharap kau akan tetap hidup."

"Akan kuusahakan, sayang. Tapi prioritas utamaku tetaplah kamu."

Kini pandangan Chandra beralih padaku. Sepertinya dia sadar kalau sejak tadi aku memperhatikannya dari samping sambil terdiam.

"Ah, rupanya disini ada kamu. Kumohon Ndri, jika saja nanti terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, kamu harus terus menjaga Julia. Buatlah dia bisa kembali bangkit dan tetap menjalani hidupnya dengan normal." Ujar Chandra, sambil menepuk bahuku.

"Baik! Aku siap melaksanakannya!" Sahutku.

Julia memakai rompi itu dibantu oleh Chandra, dan setelah selesai, Chandra menecup kening Julia lembut, dan dia langsung pergi untuk bersiap.

Tak lama kemudian, baku tembak seru terjadi di hadapanku. Para pasukan musuh berusaha menyerang para pasukan penembak yang tidak mengenakan rompi anti peluru dan juga para pengunjung mall. Untung saja para pasukan penembak yang tersisa bisa melindungi kami.

Baku tembaknya berjalan dengan seru, dan aku hanya bisa menyaksikannya dengan terbengong. Suara ledakan senjata api terus memenuhi telingaku, dan membuat kepalaku agak pening. Cipratan darah juga memenuhi lantai yang semulanya bersih tanpa noda.

Aku tidak tau berapa lama pastinya baku tembak itu terjadi, tapi sekitar sejam kemudian semua pasukan musuh sudah berhasil dikalahkan. Para pengunjung yang terperangkap tadi langsung berlarian keluar, tapi tidak dengan Julia. Dia malah berlari memasuki lautan darah dan para manusia yang telah tewas itu.

Aku menyusul Julia. Tak kupedulikan genangan darah yang ada di hadapanku, dan akhirnya aku melihat Julia tengah terjongkok di depan sebuah mayat. Saat aku mendekat, aku mengenalinya sebagai Chandra.

Kini, dia telah terbujur kaku, dengan tubuh penuh darah. Kurasa dia terkena tembakan di kepala dan di dadanya, karena aku melihat pendarahannya sangat hebat disana. Pasti helm pelindung yang dia gunakan telah terlepas karena berbagai benturan peluru.

Tapi, dia telah pergi dengan gagah berani, dan telah menyelamatkan banyak nyawa orang tak bersalah. Dan terutama adalah kekasihnya.

"Chandra! Maafkan aku... kamu pergi... sebelum aku sempat minta maaf. Maafkan aku... karena aku terlalu menginginkan kamu jadi apa yang aku inginkan, bukan menjadi dirimu sendiri. Maafkan aku..." Ujar Julia.

Aku hanya bisa mengelus pundak Julia untuk menguatkannya. Kuharap dia masih bisa tabah, karena aku yakin, kehilangan seseorang yang disayangi dengan keadaan yang mengenaskan seperti ini pastilah sangat menyakitkan.

Tak lama kemudian, ada sekitar delapan orang yang mengelilingi kami. Mereka berpakaian pasukan penembak, jadi kurasa mereka adalah salah satunya. Seseorang yang kukenali sebagai wanita yang tadi bersama kami, dia langsung mendekati Julia dan merangkulnya.

"Tidak apa sayang. Kekasihmu pasti akan bahagia di sana. Doakan saja semoga kalian bisa bertemu lagi di surga nanti." Ujar wanita itu.

"Chandra... dia sangat muda, dan semangatmu sepertinya menular padanya." Ujar seorang pria paruh baya berkumis. Kurasa dia adalah pemimpin pasukan itu, dilihat dari wajahnya yang senior.

"Yah, begitulah. Tapi setidaknya dia memang sudah siap untuk mati, karena di sendiri yang menginginkannya." Ujar pria yang kukenali sebagai Hendra. Si pria berjaket biru.

"Tuh Sensei, jangan keseringan nantang maut ya, kalo enggak ntar Bunda bakalan nangis kayak gitu~" Celetuk seorang cewe.

"Apaan sih Del? Aku kan gak kayak gitu!" Seru wanita yang sedang menenangkan Julia.

"Tau ah Delia ini! Nira kan strong." Sahut Hendra.

"Halah, pas Sensei mau ditembak aja Bunda nangis banget..." Sahut cewe yang dipanggil Delia itu.

"Biasanya kami akan menyimpan semua rompi peluru yang tidak terpakai, tapi kali ini sepertinya aku akan memberikan sebuah pengecualian untukmu. Kamu boleh menyimpannya." Ujar si pria berkumis.

"Tumben Pak Indra baik." Ujar seorang pria lain yang wajahnya terlihat seperti orang Jepang, dan bisa dibilang dia ada kemiripan dengan Hendra.

"Emang saya ini orang jahat yah Yo, sampe kamu bilang tumben saya baik?"

"Enggak, cuma gak biasa aja gitu."

"Tim medis akan datang sebentar lagi. Dia akan dievakuasi, dan kamu bisa ikut ke rumah sakit. Setelah itu, kita bisa ngobrol di luar, dengan keadaan yang lebih baik. Gimana?"

"Boleh juga." Sahutku.

Setelah keluar dari dalam mall, aku menyaksikan jasad Chandra dievakuasi, dan aku juga sempat berbincang dengan para polisi itu.

Dan sepanjang sisa hari itu, aku tidak habis pikir akan bagaimana cinta bisa membuat seseorang mengorbankan banyak hal, termasuk nyawanya.

★★★★★

11 / 02 / 16
18 : 41

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top