Missed Call(s)

[Song : Payphone]

If happy ever after did exist
I would still be holding you like this
All those fairytales are full of fake
One more stupid love song I'll be sick

Audio >>>>>

★★★★★

Nah, ini dia kisah pertamaku. Kisahnya mungkin akan sedikit klise, tapi aku yakin kau akan menyukainya, sebagaimana aku menempatkan kisah ini sebagai kisah pertama.

Sebagai manusia biasa, yang punya kehidupan normal, tentu saja aku tidak bisa hidup sendirian. Karena itulah, aku punya beberapa teman dekat. Mereka adalah Ryan, Linda, Amanda, Ridho, dan Novi

Kali ini aku sedang berkunjung ke rumah Ryan, saat tiba-tiba aku mendengar sebuah suara berdebum yang tiba-tiba memecah obrolan seru antara aku dan kelima temanku.

Rupanya itu adalah kakaknya Ryan, kak Caca. Dia barusan saja membanting pintu dengan kerasnya, dan di wajahnya terlihat sangat tidak tenang, campuran antara cemas dan panik.

Dan itu tidak seperti biasanya, mengingat bahwa kak Caca adalah orang yang periang dan suka bercanda. Apakah mungkin sedang terjadi sesuatu padanya?

Apalagi, dia sudah terlihat sangat khawatir dan terus bolak-balik menuju kamarnya dan selalu membanting pintunya setiap kali masuk atau keluar sejak sejam yang lalu. Dia terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Ralat, sebenarnya mengkhawatirkan sesuatu.

"Kakak! Kenapa kakak bertindak aneh seperti itu? Dan ini sudah berlangsung selama tiga hari! Memangnya ada apa? Kakak bisa ceritakan semuanya pada kami, dan jika itu adalah rahasia, kami semua berjanji tidak akan memberi tahukannya pada siapapun." Ujar Ryan yang sepertinya tidak tahan melihat kakaknya berperilaku aneh.

Aku dan keempat temanku saling berpandangan dan mengangguk setuju. Yah, bagaimana lagi. Karena kami semua sudah terlanjur penasaran, mau tidak mau kami harus melakukan hal ini.

Kak Caca langsung menuju ke tempat kami berada, yang sedang duduk melingkar di sebuah meja berbentuk lingkaran yang berada di ruang santai rumah itu. Dia langsung duduk tepat diantara Ryan dan Novi.

"Baik, aku akan jelaskan semuanya." Ujar Kak Caca.

Dia menarik nafas, dan memulai ceritanya. Dan ini merupakan suatu hal yang memang tak heran membuatnya jadi bertingkah aneh.

Kecemasan itu dimulai dengan kejadian yang dialami kak Caca 4 hari yang lalu. Saat itu, dia sedang sedikit bertengkar dengan sahabatnya, kak Leo. Aku pernah bertemu dengannya beberapa kali saat berkunjung kesini, jadi bisa dibilang aku lumayan kenal dengannya. Kalau bertengkar, sebetulnya itu sudah biasa bagi mereka. Walau begitu, mereka pasti akan segera berbaikan, dan kembali seperti biasanya.

Dan agaknya yang mereka pertentangkan memang tidak biasa. Mereka memang sahabat, tapi biasanya kak Caca selalu mencari tau kabar kak Leo setiap saat. Dia selalu merasa tidak tenang jika saja dia tidak tau kak Leo sedang apa hari itu. Yah... sebagai sahabat, khawatir seperti itu wajar saja, tapi mungkin kak Leo merasa sangat terganggu akan hal itu, sehingga 4 hari yang lalu mereka bertengkar hebat.

Yang lebih mengejutkan, ternyata di akhir pertentangan itu kak Caca kelepasan mengatakan satu hal yang selama ini dirahasiakannya dari sahabatnya itu.

Yaitu bahwa kak Caca sebenarnya mencintai kak Leo.

Setelah mereka bertengkar hebat seperti itu di depan rumah, mereka akhirnya berpisah.

Keesokan harinya, kak Caca berusaha menghubungi kak Leo. Tapi biar bagaimanapun dia mencoba menghubunginya, tetap saja tidak ada jawaban. Karena penasaran, kak Caca berusaha menelpon kak Leo. Dan sampai sekarang, tidak ada kabar dari sahabatnya itu.

Jelas saja kak Caca jadi risau tidak karuan. Karena biasanya kak Leo pasti akan menghubunginya balik jika dia tidak mengangkat telpon yang diberikan oleh kak Caca. Hal yang aneh jika hal itu terjadi sampai tiga hari lamanya. Dan kalau memang benar kak Leo masih kesal -katanya- dia pasti akan tetap mengangkat telpon kak Caca untuk meluruskan masalah mereka.

Kak Caca mulai berpikir yang tidak-tidak karena hal ini. Terutama fakta bahwa dia sudah mengatakan perasaannya secara tidak sengaja pada sahabatnya yang paling dekat itu. Dia terus menduga kalau saja kak Leo mungkin meninggalkannya karena dia tidak memiliki perasaan yang sama dengannya.

Tapi itu masih dugaan.

"Pantas saja aku tidak melihat kalian chatting sampai tengah malam. Biasanya kan juga kalian begitu." Ujar Ryan.

"Nah, karena itulah! Aku sangat khawatir padanya. Aku takut kalau terjadi apa-apa padanya." Sahut kak Caca.

"Umm... memang kemungkinan kita bertemu kak Leo sangatlah kecil, tapi kalau saja aku bertemu dengannya, aku janji akan segera menghubungi kakak." Kata Novi.

Ya. Kuharap masalah ini segera selesai. Aku memang tak pernah mengalami masalah yang seperti ini, tapi jika saja suatu saat nanti aku kehilangan kabar dari seseorang yang kucintai, pasti aku juga akan sama risaunya seperti kak Caca.

★★★★★

Tiga hari kemudian...

Hari ini aku kuliah agak malaman, dan aku baru pulang saat jam sudah menunjukkan jam delapan malam.

Pokoknya, saat itu satu hal yang terpikir olehku adalah : pulang ke rumah, makan malam, lalu menuju ke suatu tempat yang paling kusuka : kasur.

Aku baru saja keluar dari lingkungan kampus, saat aku melihat ada sebuah kerumunan manusia di tengah jalan, yang menghalangi para pengendara yang lewat.

Karena penasaran, aku berniat mendekat ke sana, saat tiba-tiba seseorang menyentuh bahuku.

"Ada apaan tuh?" Tanya Ryan, yang entah sejak kapan sudah ada di sebelahku.

"Entahlah. Aku juga baru saja mau melihat ke sana sesaat sebelum kamu menepuk bahuku." Jawabku.

Tanpa pikir panjang, aku dan Ryan langsung melangkah menuju ke arah kerumunan tersebut. Aku berusaha menanyai satu orang yang ada di dekat sana.

"Maaf pak, ini ada apa ya?" Tanyaku pada seorang bapak berkemeja biru, sepertinya beliau adalah supir taksi.

"Ada kecelakaan dek. Dia tadi didempet sama dua mobil, dan akhirnya hilang kendali." Sahut bapak itu.

Aku hanya terdiam, lalu berusaha masuk ke dalam kerumunan itu. Mereka berusaha menolong orang tersebut dengan cara menyingkirkan kendaraannya yang berupa sebuah motor gede berwarna hitam.

Terlihat disana ada seorang pemuda yang mengenakan jaket hitam dan celana jeans warna biru malam. Dia tergolek lemah di tanah, dan tubuhnya penuh darah. Pasti dia jatuh dengan sangat keras, karena helm yang dia kenakan terlihat retak di beberapa bagian, dan sudah terlempar jauh dari kepalanya.

Aku tidak terkejut saat melihat penampilannya yang mengenaskan itu, tapi Ryan yang ada di sebelahku langsung memasang ekspresi kagetnya.

"I - ini kan... kak Leo!" Seru Ryan.

Mulutku menganga lebar. Kuperhatikan sekali lagi orang yang ada di hadapanku ini. Dan memang benar, aku mengenalinya sebagai kak Leo. Aku tak menyangka bahwa kami akan menemukannya dalam keadaan yang sangat tragis seperti ini.

"Kamu kenal dia?" Tanya sebuah suara.

"Iya, dia temannya kakak saya." Jawab Ryan.

"Bisa kamu hubungi keluarganya? Karena sebentar lagi ambulans akan datang."

Ryan langsung saja menghubungi kakaknya agar bisa segera memberi tau keluarga kak Leo. Sementara itu, dari kejauhan, terdengar suara sirine, dan sebuah mobil patroli polisi datang ke tempat kejadian.

Sementara Ryan sibuk dengan ponselnya, aku berusaha menguping apa yang dibicarakan para polisi dengan para saksi mata tentang bagaimana kronologi kecelakaan yang baru saja terjadi.

Dari apa yang kudengar, dikatakan bahwa pada awalnya si pengendara motor ini memacu kendaraannya dengan kecepatan sedang, dan dia berhasil menyelip di depan sebuah mobil CRV berwarna hitam. Tapi ada mobil lain yang lewat di sisi kirinya. Kemudian mobil yang tadi dia lewati memepetnya dari sebelah kanan. Dan setelah mobil yang ada di sebelah kirinya lewat, jelas dia masih tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya, dan dia jelas tidak bisa melawan saat mobil yang ada di sebelah kanannya menyenggolnya.

Singkatnya, dia terjatuh terpelanting dengan keras, dan terhimpit, kemudian sebuah mobil yang tidak sempat berbelok dengan sempurna menyeretnya sejauh sepuluh meter.

Tak lama kemudian, ambulans datang, dan langsung membawa kak Leo menuju ke rumah sakit terdekat.

★★★★★

Dalam waktu setengah jam, aku dan Ryan sudah berada di sebuah rumah sakit umum daerah terdekat dari lokasi kejadian. Tak lama kemudian, kak Caca sudah menyusul dan kami bertiga menunggu di depan ruang ICU.

Tak lama kemudian, keluarlah seorang dokter, dengan jas putih panjangnya dan juga stetoskop yang menggantung di lehernya.

"Kalian keluarganya?" Tanya sang dokter.

"Saya... temannya. Saya baru saja menghubungi keluarganya." Jawab kak Caca.

Sang dokter menceritakan bagaimana kondisi kak Leo. Katanya, dia mengalami patah tulang lengan dan punggung. Mungkin karena dia terhentak keras ke tanah saat jatuh. Kelihatannya biasa saja, tapi karena yang patah adalah tulang punggung, itu jelas akan sangat mempengaruhinya. Apalagi lokasi patahnya adalah di daerah tulang ekor, tepat di sumsum tulang belakang yang mengatur koordinasi gerak. Bisa dibilang kak Leo sekarang dalam keadaan kritis, dan sekarat. Masih bisa hidup sampai sekarang adalah suatu keajaiban.

Dokter menyarankan kami untuk menemuinya, dan tanpa pikir panjang, kami masuk ke dalam. Sementara itu sang dokter menunggu di luar ruangan.

Keadaan ruangan itu sunyi senyap, dan hanya ada sebuah ranjang disana. Ada beberapa perawat yang mengelilingi ranjang yang ada di sana, dan mereka menepi saat melihat bahwa kami datang. Pakaian yang dikenakan kak Leo sudah berganti dengan pakaian khas rumah sakit, dan selang infus sudah menancap di lengannya, bersamaan dengan berbagai peralatan medis yang dipasang di tubuhnya. Terlihat bahwa mata kak Leo setengah terbuka, dan dia berekspresi kosong. Kami berdiri di pinggir ranjangnya, dan kak Caca berusaha dengan

"Leo..." Ujar kak Caca, sambil berusaha menahan suaranya yang bergetar.

"Ca... aku tak pernah berharap kalau kamu akan ada di sini." Sahut kak Leo dengan suaranya yang lemah.

Kak Caca menggenggam tangan dingin kak Leo. Kak Caca sejak tadi berusaha menahan air matanya, tapi dia akhirnya menumpahkan semuanya. Aku dan Ryan hanya bisa mengelus punggungnya.

"Leo... aku yakin kamu bisa sembuh. Percayalah, aku akan selalu ada di sisimu." Ucap kak Caca di tengah isakannya.

"Jangan menangis... aku tidak mau melihat air matamu di saat yang seperti ini."

"Maafkan aku..."

"Kamu tidak perlu minta maaf. Sebenarnya, aku yang salah. Maaf sudah membuatmu khawatir. Tapi percayalah, aku melakukan semua ini demi kamu. Kamu sering bilang agar tidak ada rahasia diantara kita, jadi, aku akan ceritakan satu rahasia yang selama ini kusimpan rapat - rapat darimu."

Kak Leo mulai mengisahkan rahasianya dengan suara yang terputus - putus dan lemah. Tapi kisah yang dia tuturkan ini sangat luar biasa.

Kak Leo memiliki seorang ayah yang bekerja sebagai seorang pengacara. Dengan pekerjaaan seperti itu, jelas beliau sering mengalami berbagai masalah. Dan salah satunya adalah dalam sebuah kasus pembunuhan. Kebetulan beliau dimintai keluarga korban untuk menjadi pengacara dalam pengadilan. Kebetulan juga beliau adalah seorang pengacara handal, dan hal itu membuat khawatir pihak keluarga pelaku.

Pada suatu hari, diam - diam pihak keluarga pelaku memintanya untuk membuat pihak korban kalah dalam pengadilan. Mereka juga berusaha untuk menyogoknya dengan uang yang jumlahnya tidak sedikit. Tapi sang pengacara menolak. Dan akhirnya pengadilan dimenangkan oleh pihak korban, dan pelakunya dihukum seumur hidup.

Tapi semuanya tidak selesai sampai disitu. Karena semenjak proses pengadilan tersebut selesai, keluarga kak Leo terus mendapatkan teror yang sepertinya berasal dari pihak keluarga pelaku.

Semenjak itu, keluarga kak Leo tidak pernah merasa tenang. Karena sepertinya para penjahat itu ingin sekali menghabisi keluarga sang pengacara, termasuk anaknya, yaitu kak Leo.

Dan pada puncaknya, beberapa hari lalu kedua orang tua kak Leo ditemukan tewas tepat di depan rumah mereka karena sebuah tembakan telak di kepala yang entah asalnya dari mana.

Jadi, alasan kenapa beberapa hari lalu kak Leo tidak menghubungi kak Caca adalah karena dia ingin menenangkan diri setelah pemakaman kedua orang tuanya.

Dan saat kecelakaan, sebenarnya kak Leo sedang menguntit para penerornya. Tapi sepertinya mereka tau soal itu, dan ada satu mobil lagi yang mengikutinya. Kedua mobil itu menghimpitnya, dan salah satunya menyenggolnya sehingga dia terjatuh.

"Kenapa? Kenapa kamu gak pernah cerita soal ini?" Tanya kak Caca, setelah kak Leo menyelesaikan kisahnya.

"Aku tidak mau kamu terlalu khawatir padaku. Aku tidak mau." Jawab kak Leo, yang kini suaranya semakin melemah.

"Ketahuilah, aku akan selalu ada di sisimu, sesulit apapun keadaannya. Walau dunia memusuhimu sekalipun, aku akan tetap ada disampingmu."

"Kamu tidak mengerti. Mereka menginginkan nyawaku dan orang terdekatku. Salah satunya adalah kamu. Aku sengaja tidak menghubungimu beberapa hari ini karena mereka bisa saja melacakmu. Aku tidak ingin membahayakan hidupmu. Aku tidak pernah marah padamu, dan ketahuilah bahwa aku merasakan hal yang sama denganmu."

"Setidaknya kamu bisa beri tau keadaanmu yang sedang sulit. Aku bakalan berusaha mengerti. Bertahanlah, dan kita akan jalani hidup yang sama, atau malah lebih menyenangkan dari sebelumnya."

"Maaf, aku tak bisa. Kamu tidak merasakan sesakit apa aku sekarang. Mungkin aku masih bisa bernafas sekarang karena karunia Tuhan. Mungkin Dia masih berbaik hati agar aku bisa menatapmu untuk terakhir kalinya."

"Tidak! Kumohon..."

"Maafkan aku, seandainya bisa aku juga tidak ingin keadaannya seperti ini. Aku tidak pernah tega untuk meninggalkanmu sendirian, tapi bahkan kini aku tidak bisa merasakan tubuhku lagi. Dengarkan pesanku ini. Tetaplah hidup, teruslah bahagia. Cukup kau simpan aku di dasar hatimu, dan carilah orang lain yang sanggup membahagiakanmu."

"Jangan pergi, kumohon!"

"Aku tidak akan kemana-mana. Karena aku hanya sedang tidur. Dan ingatlah, bila kau rindu padaku, aku akan selalu tersimpan di dalam hatimu."

Keheningan menyeruak dan hanya disela oleh isakan dari kak Caca. Sementara itu kak Leo perlahan menutup matanya. Dan begitu pula nafasnya yang terhenti. Peralatan medis yang berada di berbagai bagian di tubuhnya sepertinya tidak membantu.

Kak Caca menangis sejadi- jadinya, sementara itu aku menarik dokter yang sedang menunggu di luar untuk masuk dan memeriksa keadaannya. Dengan helaan nafas yang berat, sang dokter memasang wajah murungnya.

"Maafkan kami, kami sudah berusaha keras menolongnya, tapi keadaannya tak bisa diselamatkan." Ujar sang dokter.

Dari perkataan dokter, aku bisa menyimpulkan semuanya : kak Leo telah tiada.

Tak lama kemudian, ada sepasang suami istri yang masuk ke dalam ruangan. Sepertinya mereka adalah pihak keluarga kak Leo.

Dua orang yang baru datang itu hanya diam terpaku, dan menyadari bahwa tangisan kak Caca sudah cukup untuk menjelaskan semuanya.

★★★★★

Dua hari kemudian, pemakaman kak Leo di laksanakan. Aku diminta oleh Ryan untuk datang. Dan tentu saja aku menghadiri undangan tersebut.

Aku tidak menitikkan air mataku, tapi wajahku terasa sangat hangat, seperti menahan air mata yang akan jatuh, walau tak kunjung jatuh. Walau bukan aku yang mengalami kehilangan ini, tapi tetap saja dadaku terasa sesak. Melihat kematian adalah hal yang biasa di dunia ini, karena toh kita kelak juga akan mengalaminya. Tapi melihat kematian yang tragis dan membuat salah satu orang yang kamu kenal mengalami kesedihan yang sangat mendalam, itu sedikit banyak pasti akan membuatmu juga merasakan hal yang sama.

Aku tidak bisa berkata apa - apa dan hanya mengikuti proses pemakaman yang khidmat ini. Sementara itu, kak Caca berusaha menguatkan dirinya, walau sebenarnya aku tau bahwa hatinya pasti sangatlah sakit seperti diiris samurai.

"Tidak ada gunanya meratap. Kehilangan seseorang yang dicintai memang menyakitkan, tapi kita hanya bisa diam dan kembali menata hidup agar lebih baik lagi." Ujar kak Caca, setelah pemakaman selesai.

"Jadi, kakak akan memenuhi permintaannya?" Tanyaku.

"Ya. Dia hanya ingin aku hidup, dan bahagia. Satu - satunya hal yang bisa membuatnya bahagia adalah mengikuti permintaannya. Hanya itu yang bisa kulakukan."

"Oh ya? Aku senang mendengarnya."

"Mungkin akan agak lama bagiku untuk bangkit, tapi kelak kalian pasti akan melihat aku saat sudah kembali menjadi diriku sendiri."

Aku tersenyum mendengar perkataannya. Dan dengan sopan, aku mohon diri untuk pamit.

Aku sempat memandang ke belakang sekali, tapi aku kembali berjalan pergi dari pemakaman. Mungkin yang ada di belakang kita itu menyakitkan, tapi aku percaya yang ada di depan kita pastilah menyenangkan.

★★★★★

06 / 02 / 16
16 : 13

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top