Friendzone

[Song : Sepatu]

Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apa

Audio >>>>>

★★★★★

Kali ini, aku akan menceritakan sebuah kisah yang mungkin sudah sangat biasa di telingamu. Tapi aku yakin beberapa orang pernah mengalami hal ini dalam hubungan dengan orang terdekatnya. Baik, akan kuceritakan.

Aku mempunyai seorang tetangga yang tinggal di sebelah kananku. Ada sepasang kakek - nenek yang tinggal disana. Karena rumah yang mereka tempati itu cukup luas, dan kedua orang tua itu tidak bisa hidup hanya berdua, maka anak terakhir mereka yaitu Bu Indah beserta suami dan seorang anaknya juga ikut tinggal di sana. Tapi, lima tahun yang lalu, keponakan Bu Indah juga pindah ke rumah tersebut karena kedua orang tuanya bercerai. Ibunya sudah pindah ke kota sebelah, dan karena dia merasa tidak cocok dengan ibu tirinya, maka dia memutuskan untuk pindah dari rumah ayahnya dan tinggal di rumah kakek neneknya itu. Keponakan Bu Indah tersebut bernama Salsa.

Salsa masih kelas 3 SMA, dan di lingkungan tempat tinggalku ada beberapa anak yang mungkin seusia dengannya. Tapi kebanyakan di antara mereka adalah laki - laki. Dan kurasa, beberapa dari mereka melirik Salsa. Yah, kuakui dia memang cukup cantik dan patut dipertimbangkan sebagai incaran.

Selain cantik, Salsa juga ramah pada semua orang di sekitarnya. Dia juga pribadi yang supel dan suka berkawan dengan siapa saja asal orang itu cukup baik dengannya. Walau terkadang dia bisa jadi agak galak seperti cewe pada umumnya jika dia marah. Tapi, secara garis besar dia adalah pribadi yang menyenangkan.

Salsa punya wajah yang cukup cantik, seperti yang kujelaskan sebelumnya. Matanya agak galak dan hidungnya sedang. Senyumnya bisa dibilang manis karena giginya yang putih selalu terlihat jika dia tersenyum. Kulitnya agak kecoklatan, dan tubuhnya ideal dengan tinggi badan 159 sentimeter. Tidak salah lagi dia adalah orang yang cocok untuk jadi figur idola di sekolahnya. Walau sepertinya dia lingkungannya dia hanya dikenal sebagak sosok yang biasa saja.

Dia mungkin cukup menarik, tapi aku tidak pernah melihat dia membawa "seseorang yang spesial" ke rumahnya. Salsa pernah bilang kalau sampai saat ini dia belum ingin untuk berpacaran, karena menurutnya itu mengganggu. Yah, aku setuju sih. Apalagi dia sudah kelas 3 SMA, dan sebentar lagi musim ujian akan datang. Ditambah lagi Salsa bisa dibilang seorang K-Popers, dan dia tergila - gila dengan cowo - cowo bening asal Korea sana. Kurasa dia juga tidak minat mencari pacar, karena sibuk fangirling karena foto cowo Korea idolanya. Tapi, disamping jiwa fangirl - nya, dia tetaplah cewe normal yang suka bergaul. Terkadang aku juga melihat beberapa temannya berkunjung ke rumahnya untuk mengerjakan tugas atau hanya sekedar belajar bersama.

Diantara semua teman Salsa, yang paling sering berkunjung adalah Adit, teman sekelasnya. Mereka memang sering bersama karena tempat duduk mereka di kelas bisa dibilang berdekatan. Apalagi mereka sekelas sejak kelas 1 SMA. Bisa dibilang mereka adalah sahabat karib walau kadang keduanya bisa saling cekcok. Yah, tapi maklum kan, namanya juga remaja, masih labil dan sering mempermasalahkan hal - hal kecil.

Adit sendiri adalah seorang pemuda tanggung yang bertubuh agak besar, dengan tinggi badan 163 sentimeter dan kulit kecoklatan. Dia bisa dibilang biasa saja, tapi dia cukup humoris dan itu bisa jadi nilai plus untuknya.

Walau aku hanya sekekali melihat mereka bercakap - cakap, tapi jujur aku merasa agak aneh dengan hubungan mereka. Mereka terlalu dekat sebagai sahabat. Coba bayangkan, Adit setiap pagi menjemput Salsa untuk pergi ke sekolah, dan dia juga mengantarkannya pulang. Yah, Adit memang pernah bilang kalau rumahnya searah dengan Salsa, jadi itu tidak masalah jika dia harus mengantar jemput Salsa. Tapi bukankah itu akan sedikit tidak biasa kalau dia tidak menyimpan kedok tertentu? Apalagi Salsa pernah bilang padaku kalau Adit lah yang menawarinya untuk berangkat bersama setiap harinya.

Mereka juga sering jalan - jalan bersama. Entah itu untuk makan, nonton, atau hanya sekedar jalan - jalan biasa. Dan tidak ada hubungan spesial diantara mereka berdua sampai saat ini.

Aku memang bukan seorang peramal, tapi aku bisa membaca sedikit dari tatapan mereka ada pancaran kebahagiaan yang sangat dalam saat mereka bersama. Memang tidak baik kalau aku terlalu banyak menduga, karena aku tau sering kali ekspetasi melenceng dari realita yang ada. Tapi apa yang kukatakan ini adalah berdasarkan fakta yang ada di lapangan.

Seperti misalnya hari ini. Aku baru saja pulang kuliah di sore hari, saat aku melihat Adit dan Salsa sedang berbicara di depan pagar rumah Salsa.

"Waah! Sore kak Andri! Habis kuliah ya?" Tanya Salsa dengan ramah.

"Iya, tadi aku kuliahnya siangan dikit, makanya agak telat." Jawabku.

"Begitu rupanya. Pantesan, biasanya jam empat juga kakak udah balik."

"Begitulah. Eh, ada Adit~ kalian habis ngapain? Bikin tugas?"

"Iya kak. Kami ada PR Matematika. Bisa keriting kepalaku kalau ngerjainnya sendirian! Sekalian belajar buat ujian. Kan dua minggu lagi kami mau UN." Jawab Adit.

"Ooh... begitu? Yah, aku cuma bisa mendoakan semoga kalian sukses di medan tempur terakhir di masa SMA kalian itu."

"Iya kak, makasih doanya. Oh ya Sal, aku pamit ya? Kalo enggak entar kesorean. Ortuku bakalan nyariin kalo aku pulangnya telat."

"Iya Dit. Hati - hati ya!" Ujar Salsa.

"Sip! Besok kujemput kayak biasa. Sampe ketemu besok, Sal."

"Oke! Sampe ketemu!"

Adit langsung mengambil helmnya, dan dia mengendarai kendaraannya yang tadi terparkir di depan rumah. Tak lama kemudian, Adit telah menghilang.

Aku yang melihat Salsa masih belum masuk ke rumahnya langsung mengambil kesempatan untuk ngobrol dengannya.

"Duh, perhatiannya kamu sama Adit! Jadi iri deh." Ujarku.

"Makanya, cari pacar dong kak!" Sahut Salsa.

"Nyesekin banget ya kamu pas sekali ngomong? Akunya sih pengen cari pacar, tapi aku terhalang tumpukan tugas dari dosen."

"Ya ampun, pantesan aja."

"Nah, makanya! Eh, kamu enggak kepikiran apa, buat pacaran sama Adit? Kalian kayaknya cocok."

"Enggak lah kak! Umm... emang sih, temen - temen juga bilang kalo aku itu cocok sama Adit. Akunya sih juga ngerasa kayak gitu, soalnya aku sama Adit itu kayak saling melengkapi satu sama lain. Tapi untuk pacaran... kayaknya enggak dulu deh. Aku mau fokus mikirin gimana ngelanjutin kuliah."

"Kalo gitu, berarti sebenernya kamu mau dong kalo pacaran sama Adit? Tembak gih, kalo kamu emang mau!"

"Iya... eh! Enggak juga sih! Tapi, masa aku yang nembak duluan?! Aku gak bisa kak!"

"Pasti bisa. Sekarang udah jaman emansipasi wanita, jadi gak salah dong kalo kamu mulai duluan?"

"Tapi kalo Adit gak suka sama aku gimana coba? Ntar aku gak bisa deket - deket Adit lagi dong..."

Aku terdiam sejenak. "Emm... iya juga sih, emang itu masalahnya. Nah, kamunya sendiri suka sama Adit gak?"

"Eh, aku... enggak tau juga sih. Aku... sayang sama Adit. Tapi mungkin seperti adik ke kakaknya.

"Gitu ya?"

"Iya. Eh, aku masuk dulu ya kak! Sampe nanti!"

"Ya, sampai nanti!"

Percakapan kami berakhir sampai di situ. Dan kali ini sepertinya aku benar soal perasaan Salsa. Tapi aku tidak tau apakah aku benar soal perasaan Adit.

★★★★★

Dua minggu telah berlalu semenjak aku menanyakan soal perasaan Salsa ke Adit. Dan jujur, terkadang aku memikirkan bagaimana soal hubungan mereka itu. Bukan berarti aku sangat suka ikut campur urusan orang, tapi, well... hal ini bisa dibilang cukup menarik. Sepasang sahabat yang saling melengkapi dan selalu bersama dalam suka dan duka. Lambat laun mereka jadi mengagumi satu sama lain, dan akhirnya mereka saling jatuh cinta. Tapi diantara mereka tidak ada yang berani menyatakan perasaan duluan, sehingga sampai bertahun - tahun mereka berdua terjebak dalam friendzone atau malah yang lebih parah, kakak - adek zone. Kemudian, mereka mengenal orang lain dan akhirnya memilih orang lain. Sering kan, kasus seperti itu terjadi? Aku tidak perlu jauh - jauh mencari contoh, karena kalian bisa melihat contoh nyatanya dari kisah Wendy dan Ayu.

Tapi mereka hanyalah salah satu dari banyak pasangan di muka bumi ini yang bisa melepaskan diri dari friendzone. Itupun setelah sekian lama. Ada yang berhasil seperti mereka, tapi banyak juga yang gagal. Atau mungkin berakhir tragis seperti kisah kak Leo dengan kak Caca.

Kasus friendzone ini memang sering terjadi, mungkin yang mengalaminya bahkan juga tidak merasakannya.

Pagi ini, aku baru saja mandi, dengan rambut yang masih setengah basah, aku keluar dari rumah dan mencari angin segar yang masih terasa di pukul enam lewat empat puluh lima menit ini. Aku sedang asik merenggangkan badan, saat aku melihat Adit datang beserta motornya.

"Wah! Pagi Dit! Gimana, peserta ujian? Sudah siap buat perang hari ini?" Tanyaku.

"Pagi kak Andri! Wah, aku khawatir kak, kalo ilmu yang udah masuk di kepala ini tiba - tiba buyar dari kepala saat aku memasuki ruang ujian." Jawab Adit.

"Wah! Jangan deh! Tapi siap kan?"

"99 persen siap."

"Waduh, masih kurang satu. Rajin bener yah kamu Dit, pagi - pagi udah ngapel gini? Kalo aku... boro - boro mau ngapel, yang diapelin aja gak ada!"

"Ya ampun kak... iya sih, kalo enggak berangkat sama Salsa rasanya beda gitu."

"Segitu sayangnya ya kamu sama Salsa?"

"Yap."

"Cinta, mungkin?"

"Cintaku mungkin hanya seperti kakak pada adiknya."

"Beneran? Gak ada rasa ingin memiliki?"

"Enggah tuh."

"Beneran? Ntar diambil orang loh... buruan nyatain gih!"

"Kalo buat nyatain... aku rasa aku belum siap untuk itu. Tapi jujur aja aku paling takut kalau harus kehilangan Salsa. Tapi aku juga sudah nyaman dengan bagaimana aku dan Salsa bersahabat. Karena kami saling melengkapi satu sama lain. Aku takut melukai perasaan Salsa, dan aku takut dia belum siap diajak serius. Jadi... aku hanya bisa diam dan menikmatinya. Lagipula, aku lebih suka melihatnya suatu saat nanti bahagia dengan orang lain daripada harus pisah di tengah jalan dan dengan kenyataan bahwa Salsa tidak menyukaiku dan aku telah melukainya. Itu akan sangat menyakitkan bagiku. Kupikir, Tuhan pasti sudah merencanakan semuanya untukku. Dan aku yakin bahwa semua akan indah pada waktu yang tepat."

Aku hanya bisa terdiam saat mendengarakn jawaban Adit. Wow, pola pikirnya sudah sangat dewasa rupanya. Dia memang sayang pada Salsa, tapi dia tidak mau mengambil resiko dengan memilih cara cepat yang bisa langsung menghancurkan hasil usahanya yang sudah sedemikian rupa dan telah dilakukannya dalam waktu lama.

"Dan... tidak ada salahnya kan, kalau ini hanya jadi sebuah persahabatan yang abadi?" Tambah Adit.

"Wow. Oke, aku gak bisa bilang apa - apa lagi. Dan kurasa, apa yang kamu lakukan itu sudah sangat benar." Sahutku.

"Ya ampun! Kalian berdua ini, pagi - pagi udah rumpi aja! Persis kayak ibu - ibu!" Ujar Salsa, yang rupanya dia sudah ada di depan pintu rumahnya.

"Masa aku disamain sama ibu - ibu sih..." Sahut Adit.

"Habis, kalian kayaknya seru banget rumpinya!"

"Siap ujian, Sal?"

"Pastinya, Dit!"

Kini Salsa sudah berada di dekat Adit, dan sepertinya mereka akan berangkat sekarang.

"Oh ya Sal. Sebelum ujian, aku mau bilang sesuatu sama kamu." Ujar Adit.

"Eh, ngomong apaan?" Tanya Salsa.

"Saat ujian nanti... kita harus berjuang mati - matian. Kita harus lulus bareng, dan kuliah bareng. Janji?"

"Ya! Aku jani! Aku pasti bakalan berjuang!"

"Dan setelah acara kelulusan... boleh kan kita jalan - jalan bareng? Kemana kek. Nanti, kita sepakati bakalan pergi kemana. Mau?"

"Mau dong! Oke, kalo gitu sekarang kita bakal berjuang dan lulus sama - sama! Abis itu, baru kita jalan - jalan berdua! Harus berdua ya, ada saksinya loh!"

Mereka berdua langsung melirikku.

"Wah~ kelihatannya kalian sudah sepakat? Iya, aku saksi loh. Aku cuma bisa berdoa semoga kalian sukses." Sahutku, lalu tersenyum. Rupanya senyumku menular pada mereka.

"Makasih kak Andri!" Sahut mereka berdua.

"Ya udah! Kalian berangkat aja deh! Jangan sampe kalian telat!"

"Ayo Sal!" Seru Adit.

"Yuk!" Sahut Salsa.

Salsa langsung naik ke boncengan Adit, dan mereka pergi setelah mengucapkan sampai jumpa padaku.

Aku memandangi mereka yang semakin menjauh. Yah, memang tak selamanya persahabatan yang abadi dan tidak berujung percintaan itu buruk. Tapi aku setuju dengan satu kalimat dari Adit yang tadi sempat dia lontarkan.

Bahwa semuanya akan indah pada waktu yang tepat.

★★★★★

13 / 02 / 16
17 : 14

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top