Part 3

Happy Reading guys

❤️❤️❤️❤️

Naira memutar malas bola matanya. Selalu seperti ini jika Gara dan Band nya. Selesai manggung di kafe. Banyak gadis cabai-cabaian berkerumun, untuk minta tanda tangan, minta foto bersama, dan lebih parahnya lagi. Ada sampai ada yang mendaratkan ciuman di pipi pemuda tampan itu.

"Kak Gara. I love you, minta foto bareng ya kak!" Teriak salah satu fans fanatiknya.

Jujur saja, Gara merasa tidak nyaman dengan keadaan ini. Ia tahu memang bukan kesalahannya jika ia terlahir dengan wajah tampan rupawan.

Naira masih setia menunggu di parkiran, menunggu hingga Gara datang menghampirinya.

"Udah kan, Kak?" Tanya Naira. Sesaat setelah Gara menampakkan dirinya di hadapan Naira.

"Apanya yang udah, Nai? Lihat nih muka aku. Jadi penuh lipstik! Jijik tau nggak, geli banget ih." keluh pemuda itu, memang benar di sana tepatnya di wajah Gara begitu banyak noda-noda merah yang tercetak dengan jelas.

"Fans ya kakak emang pada nggak waras semua. Untung aku nggak ikut-ikutan kayak mereka." Timpal Naira. Dengan kedua tangannya yang bergerak untuk mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

"Itu apaan, buat apa?" tanya Gara. Lalu sedikit menjauhkan dirinya dari Naira.

"Ini toner kak, emang mau ya entar pulang mukanya kayak gitu? Ditanyain kemana-mana sama Mama Jihan. Mau? Sini aku bersihin dulu, entar di kiranya aku lagi yang nyipok Kakak. kan nggak seru." gerutu Naura.

"Ya udah."

"Ya udah, apanya?" Tanya Naira. Tidak mengerti.

"Sini tambahin lagi, tapi kalau kamu mah spesial. nih di sini aja kiss nya, aku rela loh, Nai." Gara berkata sambil telunjuk kanannya menunjuk ke arah bibirnya.

"Dasar ya otak mesum, awas ya nanti Naira aduin ke mama Jihan sekalian juga ke papa Tian," ucap Naira. Lalu menepuk pelan bibir Gara yang sedang manyun ke arahnya .

"Isshh..., sakit tahu nggak, kamu galak bener sih jadi cewek." Gara menggerutu. Sambil mengusap bibirnya.

"Emang iya," Sahut Naira dengan ketus.

"Tunggu aja nanti kamu! Udah malem kita pulang aja sekarang!" ajak Gara.

"Kok naik motornya Kak Rama, sih?" Tanya Naira.

"Emang kenapa? Suka-suka aku lah mau pake motornya siapa, mau pake motornya presiden juga nggak ada yang ngelarang,"

"Siapa?"

"Aku." jawab Gara.

"Yang nanya." Lanjut Naira. Lalu menjulurkan lidahnya.

"Masa."

"Bodo."

"Dasar cewek jutek!"

Kriuk... kriuk...

"bunyi apaan tuh?"

"Kenapa?" Lanjut Gara pura-pura tidak mengerti.

"Aku laper Kak, kita cari makan dulu ya, sebelum pulang."

"Siap Nona."

Gara pun menancap gas motornya meninggalkan parkiran cafe tempat dia melakukan konser tadi.

****

"Mau makan apa?"

"Em. Makan sate aja ya, itu yang di ujung jalan dekat situ."

"Ya udah."

Citt!

motor yang mereka naiki pun akhirnya sampai di tempat tujuan. Mereka sampai di warung makan favorit Naira. Memang terlihat sederhana. Namun, gadis itu tidak terlalu mempermasalahkannya, inilah yang di sukai Gara dari Naira. Sifatnya yang apa adanya. Selalu sederhana dan tidak gengsian. berbeda dengan gadis kebanyakan yang mungkin akan malu jika makan di warung pinggir jalan.

"Itu laper apa doyan, Neng?" Tanya Gara. Yang takjub saat melihat Naira sudah menghabiskan beberapa tusuk sate.

"Kenapa? Nggak boleh? harus ya aku jaim di depan Kakak, itu punya Kakak nggak mau? Sini biar aku yang habisin," Pinta Naira. Yang melihat piring pemuda itu masih penuh.

"Eh. Jangan dong! Udah habis dua piring loh kamu, Nai. Masih aja kurang?" 

"jangan bawel deh Kak, habis sate ini enak."

"Nggak takut gendut tuh badan? Ke tutup lemak baru tahu rasa entar.”

Gara tertawa geli. Saat melihat Naira makan sebanyak itu? Yang ia tahu Naira tidak doyan makan banyak.

"Jadi gemas lihatnya." Gara mencubit pipi Naira dengan gemas.

"Apaan sih, Kak. lagi konsen nih jangan ganggu deh!" Naira terlihat kesal saat aktivitas makanya di ganggu oleh sikap jahilnya Gara.

"Sekalipun kamu gemuk, aku tetap sayang kok," bisik Gara. Yang membuat Naira terbatuk-batuk karena terkejut saat mendengar ucapan Gara.

"Ini minum. Makannya kalau makan pelan-pelan dong, Nai. Kayak gak makan setahun aja kamu nih," Ucap Gara. Lalu memberikan satu gelas air putih kepada Naira.

"Tau ah, nggak jelas! Cepet bayar, udah kenyang aku, kita pulang." Naira lalu beranjak dari duduknya dan meninggalkan Gara yang akan membayar, Naira akan menunggunya diparkiran saja.

Gara pun memanggil salah satu pelayan di warung itu, lalu membayar makanan mereka. Dari pada harus melihat Naira ngamuk-ngamuk karena menunggu lama. Gara pun memilih untuk diam dia tidak ingin melihat Naira marah padanya. Dan sekali lagi Gara berfikir kalau perempuan selalu benar. Tidak akan pernah mau disalahkan.

****

Tiba-tiba di tengah perjalanan, motor Rama yang sedang Gara pinjam itu mogok.

"Kamu, bisa turun sebentar nggak, Nai? kayaknya nih motor mogok deh."

Naira pun segera turun setelah mendapat perintah dari Gara. Masih sedikit kesal dalam hatinya.

"Nggak usah sok romantis deh. Pake acara mogokin motor segala! Biar bisa jalan berduaan sama aku sampe rumah. Aku gak mau ya Kak, udah  capek." celetuk Naira. Yang kini terlihat kesal.

Namun, tanpa diduga. Gara melayangkan satu jitakan pelan ke kepala Naira.

"Awww...."

"Siapa yang pura-pura mogok, ini beneran mogok tahu nggak," Sahut Gara. Sumpah! ini bukan rencana pemuda itu.

Naira menggigit bibir bawahnya mendengar jawaban Gara. Bisakah malam ini dia sebut sebagai malam yang sial untuknya?

"Tapi Kak. Gak lucu kan? kalau harus jalan kaki."

Gara menggeleng kepalanya pelan,  lalu dia berdiri. 

Drrttt!!

ponsel miliknya bergetar. Satu pesan telah masuk ke dalam ponsel milik pemuda itu.

[Gimana cuy, enak kan bisa berduaan? Gue sengaja biar lo bisa lama-lama sama dia, makanya tuh motor nggak gue isi in bensin hahaha]     

Ternyata itu sebuah pesan dari Rama sahabatnya. Benar-benar konyol ide sahabatnya itu.

"Ayo naik!" Gara tiba-tiba berjongkok di hadapan, Naira. Agar gadis itu bisa naik ke punggungnya untuk digendong.

Naira terlihat berpikir dengan keras. Mana mungkin ia tega membiarkan Gara menggendongnya di sepanjang perjalanan sampai ke rumah. Sementara jarak rumahnya masih cukup jauh dari tempat mereka saat ini berada.

"Emang nggak ada taksi? Atau angkot gitu? Atau ojek juga nggak papa deh."

"Bukannya nggak ada, cuma emang taksi, angkot, ojek jarang ada yang lewat sini," jawab Gara dengan lembut.

"Udah ah berdiri, kita jalan sama-sama aja," Ucap Naira. Meminta Gara untuk berdiri.

Gara mendongak. Karena sekarang posisinya masih dalam keadaan berjongkok.

"Yakin? Perjalanan masih jauh loh. Nanti kamu capek, nggak takut tuh betis jadi segede kaki gajah?" Tanya Gara. Lagi-lagi masih bisa pemuda kunyuk itu bercanda.

"Emang Kakak pikir aku tega ya, nyuruh Kakak gendong aku sampai rumah? Jaraknya masih jauh loh Kak. Nanti aja kalau pas aku udah capek."

Gara pun berdiri, tangannya terulur untuk menggandeng tangan gadis yang saat ini sedang berjalan disampingnya. Sambil mendorong motor Rama yang merepotkan itu. Namun, dia tersenyum karena kini dia bisa berjalan santai berdua dengan Naira sambil sesekali bercanda.

"Sini Kakak gandeng, mau?" Tanya Gara. Sambil tersenyum.

"Enggak usah Kak. Emangnya truk gandengan. Kakak pikir aku nggak kuat jalan kayak gini. Ini mah kecil tau gak." Naira pun mulai melangkahkan kakinya.

"Kamu memang yang terbaik, Nai. susah senang sama-sama. iya kan?"

"Baru tau, Kak?" Tanya Naira. Dengan songongnya.

"Dih! Eh. Tapi kebetulan lagi sepi nih," gumam Gara dengan tatapan nakalnya.

"Terus, kalau sepi?" Tanya Naira dengan sedikit acuh.

"Hehehe," Tawa Gara yang ambigu , mengandung sesuatu maksud yang aneh.

"Jangan macam-macam ya, Kak!”

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top