Prolog
Hari itu Raffa Chandra Dirganis, atau biasa dipanggil Chan, Chandra, Chanchan, ya itulah pokoknya. Chandra tampak tersenyum bahagia, pasalnya ini adalah hari Minggu. Hari di mana dia dan sang kekasih telah berjanji akan bertemu. Ah, tidak. Bukan mereka yang berjanji, melainkan sang kekasih menghubunginya, mengajak bertemu.
Chandra mematut diri di depan cermin pada walk in closet di dalam kamarnya. Gaya rambut yang diatur dengan hairs up style, kemeja putih yang sengaja tidak dia kancingkan, hingga terlihat kaus krem sebagai dalamannya, celana jeans gelap, serta sneakers turut menyempurnakan penampilannya.
Chandra bergegas menaiki motor sport-nya menuju kafe yang menjadi tempat dia dan sang kekasih untuk bertemu. Senyum Chandra terbit saat langkahnya sudah berhenti di ambang pintu kafe. Tangannya mendorong pintu kaca, suara dari lonceng kecil di atas kepala yang tergantung di pintu berdentang merdu.
"Selamat datang, sudah pesan tempat, Mas?" sapa seorang wanita muda dengan seragam ciri khas kafe itu.
"Mbak, atas nama Sonya, udah datang?" tanya balik Chandra.
"Oh, sudah, Mas. Di meja dua belas. Di lantai dua, mari saya antar," titah sang pramusaji kafe.
Langkah Chandra kian cepat, menapaki anak tangga penghubung, matanya membesar saat mendapati seorang gadis duduk membelakanginya, rambutnya yang panjang terurai indah.
"Son, maaf lama nunggu. Kamu udah pesen?" tanya Chandra. "Aku peseni, ya? Mau makan apa?"
Tangan Chandra meraih buku menu di atas meja, matanya meneliti menu-menu di sana. "Eh, ada menu Korea juga. Kamu suka makanan Korea, kan? Aku peseni yang biasa kamu pesen, gimana?"
Sonya Dahayu. Gadis manis berdarah Sunda ini sudah Chandra pacari sejak duduk di bangku kelas sepuluh, yang kurang dari dua bulan lagi akan menyandang status sebagai istri Chandra.
"Chan, ada yang mau aku bicarakan," ucap Sonya pelan.
"Mau ngomongi apa? Ah, iya. Kamu udah nyatet temen-temen kamu untuk hadir di pesta pernikahan kita di sini?"
"Chan," panggil Sonya dengan suara lirih.
"Iya, Sayang."
"A-aku, mau kita masing-masing."
Chandra menautkan alisnya, masih mencerna kalimat 'masing-masing' yang Sonya utarakan.
"Aku mau kita sampai di sini, aku mau kita putus." Sonya memperjelas ucapannya.
Chandra berdecak, "Kamu bercanda 'kan, Sayang? Kamu lagi ngeprank aku?"
"Maaf, Chan. Aku nggak bisa melanjutkannya. A-aku harus ke Inggris, aku dapat beasiswa di sana."
"Tapi, Son. Pernikahan kita sudah rampung semuanya, undangan tinggal disebar."
Chandra meraih tangan kekasihnya, menggenggam erat. "Atau kamu mau aku nunggu? Pernikahan kita diundur sampai kamu menyelesaikan pendidikan kamu."
Apa pun Chandra lakukan demi hubungan mereka, asal bukan kata putus. Bahkan jika disuruh menunggu pun akan dia lakukan.
Sonya tersenyum tipis, melepaskan genggaman tangan Chandra. "Kamu, nggak usah menunggu aku. Kalau kita jodoh, nanti juga akan ketemu lagi, kok."
Kalimat terakhir yang Sonya ucapkan sebelum dia beranjak meninggalkan kafe tersebut, tanpa menoleh sedikit pun pada Chandra, yang masih duduk termangu menatap kepergian—mantan—kekasihnya.
Tanjung Enim, 19 Juli 2020
Re-publish.
August 31, 2020
February 02, 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top