39 // Selalu telat

Wenda mengaduk-aduk lemon tea dari gelas kaca menggunakan pipet. Ponsel yang dia simpan di atas meja bergetar, pada pop up terdapat nomor yang beberapa hari belakangan aktif mengirimi Wenda foto tentang semua kegiatan Chandra, nomor yang belum Wenda simpan. Lagi pula, untuk apa Wenda repot-repot menyimpan nomor yang dia saja tidak tahu itu siapa.

Wenda membuka pesan itu, lagi-lagi pesan yang dikirimkan adalah foto Chandra. Wenda segera menekan ikon telepon, menempelkan ponselnya di telinga, hanya suara operator yang menyahuti di seberang sana. Nomor itu sudah tidak aktif lagi. Wenda selalu telat, selalu gagal menghubungi nomor tersebut.

Puncak kepala Wenda dipegang seseorang, Wenda mendongak mencari siapa pelakunya yang ternyata Chandra.

"Ya, Allah. UAS tadi gue blank banget. Pasrah ajalah gimana IPK gue nanti," keluh Jaffran seraya mendudukkan tubuhnya di kursi plastik samping Joy.

Joy tergelak mendengar keluh kesah pacarnya. "Paling juga nanti kamu diceramahi sama abang kamu." Joy menakut-nakuti Jaffran.

Chandra menelengkan wajahnya, melihat Wenda seperti kurang bersemangat, hanya diam saja, tidak turut serta menimpali apa yang terjadi.

"Lama ya nunggunya? Kayak bete gitu mukanya," tanya Chandra sembari menyeruput minuman Wenda.

Wenda hanya menatap datar, lebih tepatnya mempertimbangkan apakah dia menanyakan langsung ke Chandra atau mencari tahu terlebih dahulu.
Chandra kembali menyeruput minuman Wenda, matanya melirik Wenda, tersenyum jahil menaik-turunkan alisnya.

"Tumben diem aja aku minum punya kamu, biasanya ngamuk."

"Ganti baru!" tegas Wenda.

Chandra terkekeh, mustahil rasanya jika Wenda akan diam saja apa yang jadi miliknya diganggu atau diambil orang lain. Meskipun cuma perkara lemon tea dan yang meminumnya pun Chandra—suaminya.

Wenda menggenggam erat ponselnya. Akhirnya, dia memutuskan untuk mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu baru mengkonfirmasi ke Chandra.

"Sayang, aku nggak bisa antar kamu ke butik. Kamu nebeng Joy aja, ya."

"Kamu udah hampir dua minggu ini sibuk terus, antar jemput aku nggak bisa lagi, pulang selalu telat," sindir Wenda.

Chandra menyengir, tangannya terulur mencubit pipi Wenda. "Aku harus lembur, Sayang. Buat kita honeymoon ke Paris."

***

Joy sudah menunggu di dalam mobilnya, sementara Wenda dan Chandra masih di luar. Chandra menatap Wenda penuh puja, tetapi berbeda dengan Wenda. Dari tatapan Wenda, ada terselip rasa ragu terhadap Chandra.

Joy membuka pintu jendela mobil. "Woi, buruan! Malah mesra-mesraan di parkiran. Nanti lanjut di rumah aja," geram Joy melihat tingkah pasutri ini.

Chandra mengulurkan tangannya, mengelus pipi Wenda. "Udah, sana. Hati-hati, ya. Aku sayang kamu."

Wenda tersenyum miring saat kalimat 'aku sayang kamu' terucap tanpa beban dari bibir Chandra.

Aku sayang kamu? Omong kosong macam apa itu. Bohong banget.

Wenda berbalik, masuk ke dalam mobil Joy. Pikirannya kalut mencerna keadaan.

"Joy, lo ada kerjaan nggak? Temani gue nongkrong, yuk," ajak Wenda saat mobil Joy sudah jauh meninggalkan parkiran kampus.

Joy menoleh ke kiri. "Hayuk, nongkrong di mana?"

"Kafe Kak Dhika," ucap Wenda yang sudah mengeluarkan ponselnya dirasa ada pesan masuk. Lagi-lagi nomor itu, lagi-lagi yang dikirimkan foto Chandra.

Chandra ngapain dia di kafe sendirian.

Pada foto tersebut, Chandra yang duduk di sebuah kafe seperti sedang menunggu seseorang, tapi siapa? Wenda pun tidak tahu.

"Okeh, kita sampai. Ternyata nyokap gue bener. Katanya, kalo kita salat dhuha nanti didatangkan rejeki dan dimudahkan urusan. Gue pagi tadi salat minta dipermudah UAS. Eh, dapat bonus ditraktir istri solehah." ujar Joy saat mobilnya sudah berada di parkiran kafe milik Dhika.

Suara lonceng pertanda pintu dibuka berbunyi nyaring. Wenda dan Joy memasuki kafe, netra Wenda menangkap sang kakak duduk di meja sudut, ada seorang wanita menemaninya.

"Hai, Wenda." Wenda menoleh ke sumber suara, senyumnya terangkat saat mendapati pria dengan apron biru melekat ditubuhnya, tersenyum berjalan dari ruangan khusus karyawan. Dia mengusap peluhnya menggunakan handuk kecil.

"Hai, Ko Ryan. Ko, itu siapa?" tunjuk Wenda pada wanita yang sedang bersama Dhika.

"Biasa. Gebetan kakak kamu, nggak dapet-dapet dari zaman sebelum bubuk latte bercampur krim susu," ucap Ryan, "eh, ini siapa, Wen?"

"Temen Wenda, Ko. Kalo cuma temenan boleh, tapi kalo mau lebih jangan, Ko. Udah ada pemiliknya."

"Yah, Koko selalu telat."

Wenda dan Joy berjalan mendekati meja Dhika. "Kak, kita ke atas," ucap Wenda pada Dhika sembari terus berjalan ke lantai dua.

Dhika mengerutkan keningnya, tumben sekali adiknya anteng. Biasanya akan heboh menggoda, bahkan menjahili jika Dhika dekat dengan perempuan.

Pada lantai atas, Wenda dan Joy sudah bersantai. Joy sejak tadi hanya diam akhirnya membuka suara.

"Wen, Ko Ryan ganteng, ya. Sayang, telat kenalnya. Keduluan ketemu sama Jaffran."

Tidak lama pintu terbuka, ada Dhika di ambang pintu. "Dek, lo sehat? Tumbenan jiwa devil lo nggak aktif."

"Kak, ada yang mau gue bahas sama temen gue. Sekarang tinggalin kita dulu."

"Lo ada masalah? Cerita sini ke gue siapa yang ganggu lo."

Wenda dan Dhika memanglah sering ribut, saling menjahili, tetapi sudah tahu, kan? Dhika tidak akan tinggal diam jika adiknya merasa sedih apalagi diganggu orang.

"Mau makan minum apa kalian?" tanya Dhika.

"Kayak biasa aja," tandas Wenda.

-o0o-

Wenda dan Joy sudah saling tatap, kening Joy berkerut meneliti pada layar ponsel yang Wenda sodorkan.

"Ini udah lama, Wen?" tanya Joy.

"Udah hampir dua minggu, gue selalu dapat kiriman foto kegiatan Chandra di luar."

Wenda memutuskan untuk bercerita pada Joy. Siapa tahu teman gilanya ini masih ada sedikit otak untuk dibagi memecahkan masalah yang sedang dihadapi Wenda.

"Terus Chandra? Menurut lo ada yang berubah dari dia? Ada bedanya?"

"Sampai sekarang, nggak ada yang berubah dari sikapnya, kecuali ... akhir-akhir ini dia sering telat pulang, dan nggak bisa antar jemput gue lagi."

"Udah cari tahu siapa pengirim ini? Menurut lo siapa?" Joy bertanya pada Wenda dengan tatapan serius.

"Gue nggak tahu, tiap kali dia kirim foto, gue langsung telepon dan ...  nomornya udah nggak aktif."

Joy menggaruk dahinya. "Kalo lo cari tahu di ponsel Chandra? Mungkin ada sesuatu yang bisa lo dapat. Atau lo curigai."

Wenda membuka lebar matanya, kenapa dia tidak kepikiran sampai sana. "Iya, nanti gue coba cari tahu."

Setelah bercerita dan meminta pendapat Joy sore tadi, Wenda segera pulang. Wenda sudah menunggu Chandra sejak tadi. Diliriknya jam yang tergantung di dinding kamar menunjukkan pukul sembilan malam, Chandra masih juga belum pulang. Namun, tidak lama kemudian suara deru mesin mobil berhenti di depan rumah mereka.

Suara Chandra memanggil nama Wenda menggema seisi ruangan, Wenda tidak menyahuti, hanya menunggu Chandra masuk sendiri ke kamar mereka.

Wenda yang duduk di meja rias, melalui pantulan di cermin melihat Chandra tersenyum menghampirinya. Merangkul bahu Wenda dari belakang, mencium pipi Wenda. Seperti tidak terjadi sesuatu bukan?

"Aku mandi dulu, biar wangi kayak kamu," katanya sembari berjalan menjauh dari Wenda. Menyimpan jam tangan dan ponselnya di atas nakas samping tempat tidur.

Chandra sudah masuk ke kamar mandi, Wenda melangkah dengan ragu. Meraih ponsel Chandra di atas nakas. Wenda berdecak dengan apa yang baru saja dia temukan.

Ponsel Chandra yang sekarang sudah diberi sandi. Tidak seperti biasanya Chandra mengunci ponselnya dengan kata sandi. Wenda berpikir, kira-kira apa yang akan Chandra jadikan untuk sandi.

Wenda memasukkan L-1485, teringat keinginan Chandra memasang tato dengan huruf dan angka tersebut. Wenda terlalu percaya diri, nyatanya L-1485 ditolak saat Wenda memasukkannya. Tidak mau menyerah lebih cepat, Wenda kembali  memasukkan tanggal lahirnya, tanggal lahir Chandra, dan hasilnya nihil.

Menarik napas dalam, Wenda berpikir lagi. Tanggal jadian? Kan aku nggak pernah pacaran sama Chandra.

Saat kata jadian dan pacaran terpikir, secara ajaib wajah Sonya melintas di benak Wenda. Kembali Wenda memasukkan kata yang sama. Namun, kali ini dengan kata love1485. Wenda ingat Chandra pernah memberi password untuk laptopnya, ada kata love yang dia gabungkan dengan tanggal lahir Sonya.

Entah Chandra yang terlalu mudah ditebak saat membuat sandi atau semesta ikut membantu kemudahan Wenda. Layar ponsel terbuka, Wenda menahan napas saat jarinya dia arahkan ke aplikasi chat berwarna hijau. Wenda membuka room chat dengan nama S. Wenda berdecak tidak percaya saat melihat isi chat.

Pada chat yang Wenda baca, mulai dari si S minta dijemput di bandara, cek in di hotel, mengajak bertemu makan siang di kafe hari ini. Dan yang membuat Wenda seperti jantungnya kehilangan fungsi. Saat Chandra memanggil orang itu bukan dengan nama Soni melainkan ... Sonya.

Tanjung Enim, 23 November 2020
Republish, 11 Maret 2021

Tahan ... tahan ... Jangan di hujat dulu.

Salam Sayang ❤️
RinBee 🐝

Baca selengkapnya di versi novel, yuk.
Open PO tinggal 4 hari loh.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top