38 // Rencana
Chandra membuka pintu kamarnya, melangkah ke tengah ruangan di mana ada seseorang bergelung di atas tempat tidur dengan asiknya. Masih mengenakan piama, berguling menjelajahi tempat tidur berukuran king size tersebut.
Chandra duduk di tepi kanan tempat tidur. Tangannya terulur hendak mengusap puncak kepala Wenda, tetapi dengan cepat Wenda menghindari tangan Chandra. Chandra mengulangi niatnya. Namun, hasilnya tetap sama, Wenda menghindari lagi.
"Kenapa? Masih kesel sama aku? Aku minta maaf, ya. Tadi pergi nggak bilang kamu dulu. Kamu masih nyenyak boboknya tadi tuh. Jadi nggak tega banguninnya. Aku juga buru-buru."
Wenda mengamati Chandra yang masih duduk di pinggir tempat tidur, matanya memperhatikan Chandra dari atas hingga ke bawah. Persis seperti tampilan yang Wenda lihat di foto tadi.
"Yang di bandara tadi kloningan kamu, ya? Atau X-Chandra?"
Chandra mengerutkan keningnya. "Maksudnya, Wen?"
Wenda menggeleng, tidak mungkin, 'kan dia memberitahu Chandra perihal foto tadi, yang berakhir dia harus mengakui bahwasannya Chandra di foto tersebut terlihat sangat tampan.
Sejurus kemudian Chandra naik ke tempat tidur, menarik satu bantal untuk dia posisikan sebagai sandaran.
Wenda celingak-celinguk seperti mencari sesuatu, memeriksa di bawah bantal, bawah selimut, bahkan ke bawah di lantai. Chandra memperhatikan saja.
"Cari apa, Wen?"
"Minyak kayu putih aku tadi kamu umpetin di mana?" Suara Wenda terdengar nyaring.
"Sayang, aku baru pulang lho, mana ada ngumpetin minyak kayu putih. Kayak kurang kerjaan. Tadi terakhir di mana?"
"Kalo aku tau juga nggak bakal tanya kamu," ketus Wenda.
"Coba kamu tanya Chabe, siapa tau dia yang pake, si Chabe masuk angin kelamaan berendam di air."
"Namanya juga ikan. Ya, berendam di air lah. Kalo terbang namanya burung."
"Eh, ikan terbang ada lho, Sayang. Stasiun televisi yang acaranya suka nayangi sinetron kumenangis."
"Apaan, coba! Nggak lucu ya." Wenda masih saja ketus, tidak memedulikan lelucon Chandra.
Chandra bangkit dari posisinya, mencoba peruntungan mencari minyak kayu putih yang sejak tadi Wenda cari. Chandra menemukan botol berukuran sedang itu di balik bantal yang sejak tadi Chandra jadikan sandaran. Chandra menyodorkan minyak kayu putih itu pada Wenda. Tangan Wenda hendak meraih botol itu, tetapi gagal karena dengan cepat Chandra menghindar.
"Kamu sakit?" tanya Chandra.
"Chan, buruan siniin aku lagi datang bulan, perut aku kram, " rengek Wenda yang sudah bergelung memeluk perutnya.
Kata 'datang bulan' cukup membuat Chandra peka dengan keadaan yang warning. Chandra masih dengan posisi setengah berbaring, menepuk sisi kosong di sebelahnya. "Sini aku bantuin, baring di sini," perintah Chandra.
Wenda hanya menurut, berbaring di sebelah Chandra sesuai arahan. Wajahnya sedikit meringis menahan rasa sakit yang sialnya akan selalu hadir setiap bulannya.
Chandra menyingkap piama Wenda, membubuhkan minyak kayu putih di telapak tangannya, kemudian dia usap pelan ke perut Wenda. Rasa hangat dari minyak kayu putih, gerakan telapak tangan Chandra yang mengusap lembut perut Wenda, seakan obat paling mujarab. Mampu perlahan mengusir rasa nyeri.
"Kamu kenapa belum mandi? Ini udah hampir jam satu siang. Libur kuliah mandi pagi juga ikutan libur."
Omelan Chandra tentu tidak akan Wenda dengarkan. Dia menikmati usapan penenang di perutnya.
"Kamu tuh, ya. Kalo lagi datang bulan serba males. Dikit-dikit mau marah, kayak singa betina," ucap Chandra dengan sedikit gumaman di akhir kalimat yang dia ucapkan.
Wenda mendongak, melayangkan tatapan tajam. "Kamu ngatain aku singa?"
Chandra gelagapan, senyum salah tingkah terlihat jelas. "Kan, kalo lagi datang bulan suka salah denger juga. Aku bilang kamu kayak bayi panda, manja," kilah Chandra dengan harapan dalam hati Wenda tidak membahas lebih lanjut.
"Chan, tangannya jangan travelling. Usap-usap perut aja. Kamu suka iseng merambat ke mana-mana."
"Travelling gimana sih, Sayang. Dia anak rumahan, nggak suka keramaian."
"Justru dia anak rumahan yang nggak suka keramaian. Anak rumahan jarang keluar rumah, tapi sekalinya keluar suka naik-naik ke puncak gunung."
Chandra tergelak, gerakan mengusap perut Wenda terhenti. Chandra mendekap erat tubuh Wenda, mencium pipi Wenda gemas. Wenda mengubah posisinya menjadi miring, wajahnya dia sembunyikan di dada Chandra.
"Chan, pinggang," ucap Wenda kemudian membenamkan kembali wajahnya.
Chandra membubuhkan lagi minyak kayu putih di telapak tangannya, mengusap pinggang Wenda dengan gerakan dari atas ke bawah sembari memeluk bayi pandanya.
"Chan," panggil Wenda.
"Hmm?"
"Tadi kamu nganter temen kamu sampe rumah?"
"Nggak. Aku anter sampe dia cek in di hotel."
Wenda mendongak menatap wajah Chandra. "Kok di hotel? Dia nggak punya rumah?"
"Dia orang Bandung, lagi study di Inggris. Di Jakarta lagi ada kerjaan katanya."
Wenda hanya menggerakkan bibirnya membentuk huruf O tanpa suara, kepalanya mengangguk-angguk.
"Sayang, kita udah mau UAS kan, ya?"
Wenda kembali mengangguk. "Iya, kenapa emang?"
"Berarti bentar lagi udah libur semester dong? Mau liburan nggak?"
"Ke mana?" tanya Wenda datar.
"Kata mami awal bulan, mami ada fashion week gitu di Paris. Mau nggak? Mayan, 'kan liburan di Paris."
Wenda bangkit dari posisinya, duduk bersila menghadap Chandra yang masih berbaring. Tangan Chandra terulur membenahi piama Wenda yang masih tersingkap.
"Mau, Chan. Mau liburan ke sana," ucap Wenda semangat.
"Iya, nanti kita bilang ke mami, ya. Kita honeymoon di negara yang kata orang kota paling romantis," kekeh Chandra menaikan satu alisnya menggoda Wenda.
Wenda berdecih mendengar ucapan Chandra. "Sok-sokan honeymoon, di sini aja kalah sebelum berperang," cibir Wenda.
Chandra menarik Wenda hingga kembali berbaring di pelukannya. "Jangan nantangi, nanti kamu nyesel lho," bisik Chandra, "liat aja nanti aku isi perut kamu sampe buncit."
"Mau diisi pake apa? Tahu bulat? Kelepon keju?"
Chandra tertawa tanpa suara, dia menempelkan bibirnya di bibir Wenda lama. "Isi baby, dong," ucap Chandra seusai melepaskan ciuman.
"Gimana mau isi baby, kalo bibitnya aja kebanyakan kamu buang di kamar mandi," jawab Wenda sarkastik.
"Aku tuh lagi nyortir, Sayang. Hanya bibit unggul pilihan yang aku titipin ke kamu."
Wenda tergelak kencang. "Dih, disortir. Dikira biji kopi kali, ya."
"Liat aja nanti, pokoknya aku mau punya banyak anak, karena aku ngerasain tunggal itu nggak enak. Nanti satu tahun sekali aku isi perut kamu."
Wenda diam saja, membayangkan dia akan mengandung setiap satu tahun sekali. Sukses membuatnya bergedik ngeri.
"Chan, nggak mau. Kedekatan itu jaraknya." Wenda menggeleng kencang.
"Oke, satu tahun kecepatan. Dua tahun sekali, deh. Nanti kita punya anak minimal enam."
Tangan Wenda dia arahkan ke ujung baju Chandra, menyingkapnya hingga perut Chandra terlihat. Chandra menggelengkan kepalanya, paham gerakan nakal Wenda ingin menggodanya.
"Eling, Bu. Eling. Lagi datang bulan!" bisik Chandra di depan wajah Wenda, mengigit kecil ujung hidung Wenda.
Wenda terkekeh renyah, tubuhnya dia rebahkan lagi memeluk Chandra dari samping.
Tanjung Enim, 22 November 2020
Republish, 11 Maret 2021
Salam sayang ♥️
RinBee 🐝
Coba sini cerita ke aku siapa apa kendala Kalian belum cekout pasangan ajaib?
Sudah tanggal 4 Januari 2023, loh, ini. Tinggal ada 6 hari ini. Setelah ini belum bisa lagi berjumpa dengan pasangan ajaib.
Jadi, rencananya kapan mau cekout?
Versi Wattpad ga lengkap, loh. Gak punya bab tambahan juga. Lebih baik cekout sekarang daripada menyesal kemudian. Ditunggu kabar kalian peluk Wenda Chandra ya bestie
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top