34 // Ini Apa, Wenda?
Chandra beberapa kali melepaskan helaan napas berat, hampir satu jam dia terjebak macet. Suara bising dari klakson kendaraan lain meramaikan barisan mobil di jalanan ibu kota.
"Aduh, nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan," ucap Chandra yang sebenarnya hendak mengeluarkan segala umpatan kesal, tapi dia urungkan. Katanya nikmati saja, bersyukur masih bisa merasakan nikmatnya diuji Tuhan.
Mobil Chandra perlahan keluar dari masalah yang mengepungnya, langit sore sudah mulai berubah gelap, masih bisakah disebut sore? Saat jarum jam sudah menunjukkan hampir pukul tujuh malam, lampu jalanan sudah mulai menerangi jalanan.
Chandra mematikan mesin mobilnya saat sudah parkir di depan butik mami. Belum juga meraih pintu butik yang terbuat dari kaca besar, ponselnya berdering.
"Halo," salam Chandra saat ikon berwarna hijau sudah dia geser ke kanan.
Tidak ada sahutan di seberang sana, Chandra menjauhkan ponselnya dari telinga, sambungan telepon masih tersambung.
"Halo, siapa ini?" sapa Chandra lagi, Chandra tidak tahu siapa yang meneleponnya karena barisan angka itu belum tersimpan pada kontak teleponnya.
Chandra sedikit menjauh dari posisinya berdiri, mungkin saja sinyal di butik mami sedang tidak bagus. Dia kembali ke dekat mobil di mana mobilnya terparkir. Netra Chandra menangkap siluet tidak jauh dari tempatnya. Berdiri di bawah pencahayaan yang minim, tapi masih jelas di penglihatan Chandra.
Seorang wanita berperawakan tinggi dengan jaket kulit hitam dan rok mini sebatas pahanya, high heel tinggi membungkus kakinya. Dia terlihat melepaskan kacamatanya, menaruh di atas kepala.
Nggak mungkin dia, 'kan? Ngapain juga dia di sini. Gawat kalau Wenda tahu. Bisa-bisa ngamuk lagi.
Chandra kembali berjalan menuju pintu kaca butik, mendorong pintu hingga ada cela lebar untuknya masuk. Ponsel Chandra kembali berdering dan bergetar singkat. Ada pesan yang masuk.
+6282xxxxx
Hanya modal 10.000 bisa dapat bonus & Jackpot ada P-ker, pasang To-GeL cambodia. Untungnya berlipat ganda.
"Bangke! Gue disuruh masang togel. Anjim. Bikin jantung mau copot aja, gue kira apaan," gerutu Chandra saat pesan spam masuk ke ponselnya.
Langkah lebar dibawanya menuju lantai dua ke ruang kerja mami. Senyumnya merekah saat mendapati Wenda dan mami duduk berdua di sofa dengan kertas-kertas gambar berserakan di sekitar mereka.
Chandra mengetuk pintu tiga kali, kompak mami dan Wenda menoleh ke arah pintu kemudian tidak menghiraukan Chandra.
"Sedih banget jadi gue. Nggak mami, nggak istri, nggak ada yang peduli sama aku," ujar Chandra melangkah mendekati sofa, mendudukkan tubuhnya di sebelah Wenda.
Mami beranjak menuju meja kerjanya sembari berucap, "Nggak usah lebay, Chan. Masuk tinggal masuk aja. Apa perlu mami bentangkan karpet ungu?" Mami meneliti layar komputer di hadapannya.
Chandra hanya terkekeh, kepalanya kembali ditelengkan melihat wajah Wenda. "Udah mau pulang belum?"
"Bentar lagi, beresin ini dulu," jawab Wenda tanpa menoleh ke Chandra. Masih sibuk dengan kertas yang Chandra tidak tahu apa.
Chandra bangkit menuju lemari pendingin di sudut ruangan. "Mi, ini kulkas nggak ada susu vanila?" tanya Chandra retoris.
"Minum yang ada aja sih, Chan. Kalau kamu mau susu, sedot aja sana langsung dari sapinya."
"Wenda suka susu vanila, Mi."
Mami memalingkan wajahnya dari layar komputer, melihat ke Wenda sejenak. "Besok mami stok susu. Rasa vanila, 'kan?"
Chandra kembali duduk di sofa, mengulurkan satu minuman isotonik kaleng ke Wenda. "Ya Allah, giliran Wenda aja cepet Mami. Giliran aku nggak dianggap. Sebenarnya ini anaknya mami aku atau Wenda sih."
"Kamu bukan anak mami kalo jagain istri aja nggak bener. Istri bisa sampe sakit kamu malah tidur di kamar lain."
"Mi, yang tidur di kamar lain tuh Wenda. Bukan aku, Mi. Lagian 'kan itu udah lewat juga, Mi. Masih aja Mami jadiin senjata buat nyerang aku."
Wenda terkekeh geli, Chandra dan mami sering sekali seperti ini. Chandra akan jadi pihak bulan-bulanan mami.
"Ayo, pulang. Udah selesai ini," ajak Wenda pada Chandra, Wenda menoleh ke meja kerja mami. "Mi, kita duluan, ya. Mami masih belum selesai? Atau mau kita temenin?"
Mami memutar kursinya, mengembangkan senyuman. "Nggak usah. Kalian pulang duluan aja. Mami masih ada kerjaan."
Chandra dan Wenda melangkah keluar butik, tangan Chandra merangkul bahu Wenda, sementara lengan Wenda melingkar di pinggang Chandra.
"Sayang," panggil Chandra saat langkah mereka sudah sampai di parkiran.
Wenda mendongak. "Ya?"
Dengan cepat Chandra mendaratkan kecupan di bibir Wenda. Sontak Wenda memukul bahu Chandra bertubi-tubi.
"Kebiasaan! Ini tempat umum, Chandra."
Sang pelaku hanya tertawa geli. Membukakan pintu untuk Wenda. Wenda bergegas masuk ke mobil, dia malu kalau-kalau aksi Chandra tadi dilihat orang. Meskipun parkiran tampak sepi.
"Kamu kenapa, sih? Suka banget bikin aku sport jantung."
"Aku kan kangen sama kamu, Sayang," jawab Chandra enteng sembari menghadap Wenda.
Wenda tersenyum, duduknya bergeser mendekat ke Chandra. Mengalungkan tangannya di leher Chandra, meninggalkan kecupan di pipi dan sudut bibir Chandra.
Chandra terkekeh dengan aksi Wenda yang belakangan ini lebih agresif. Ditariknya pinggang Wenda agar mendekat, telapak tangannya menangkup pipi Wenda, menyambar bibir Wenda dengan lembut dan hangat.
Beruntunglah kaca mobil Chandra gelap, hingga orang dari luar tidak bisa melihat apa yang mereka lakukan di dalam. Bahaya kalau tertangkap karena mesum di parkiran.
"Sayang, aku tadi lihat ada cewek," bisik Chandra setelah ciuman mereka terlepas.
"Di mana?"
"Di sana," tunjuk Chandra ke luar jendela kaca mobil.
"Pulang sekarang!"
-o0o-
Chandra keluar dari kamar mandi, matanya nanar menyapu kamarnya. Dia tidak menemukan Wenda di dalam kamar.
"Wen," panggil Chandra yang hanya mengenakan celana pendek, berjalan keluar dengan tangan sibuk mengenakan kausnya.
Langkah Chandra dipercepat saat melihat Wenda berjongkok di depan tank aquascape Chabe. Mengajak ngobrol makhluk kecil yang berenang dengan antusias itu.
"Wen, mandi gih. Aku udah mandi."
"Iya, itu suara papi kamu, Be. Kenapa, Be? Kamu mau minta uang jajan? Nanti noona sampein ya ke papi kamu."
Wenda tidak mengindahkan ucapan Chandra, dia justru asik bergurau dengan Chabe, seolah ikan berwarna merah itu mengerti dengan ucapannya.
"Sayang, harus banget itu ikan cupang manggil aku papi?"
Wenda bangkit dari posisinya, berbalik menghadap Chandra, melingkarkan tangannya di pinggang Chandra. "Harus dong, kamu kan bapaknya."
"Aku berasa jadi Toba, bapaknya Samosir dalam dongeng Sumatera Utara lho, Sayang."
Wenda terkekeh, lengannya beralih ke leher Chandra, bergelayut manja. Kakinya berjinjit meraih tengkuk Chandra, mendaratkan satu kecupan yang hanya sampai rahang karena tidak sampai bibir.
Chandra tersenyum, dia sedikit menunduk mencecap bibir Wenda, sudah tahu, 'kan? Kalau Chandra serakah, tidak akan puas dengan satu kecupan saja.
Mereka hanyut dalam permainan pertemuan bibir yang mereka lakukan, Chandra menghentikan ciumannya saat merasa ada yang aneh. Tangan Wenda yang dengan nakalnya sudah menyingkap kaus Chandra.
"Ini apa, Wenda? Tangannya mulai nakal lagi. Udah sana. Mandi, Maminya Chabe," ujar Chandra mengusap bibir Wenda dengan ibu jarinya.
"Aku bukan maminya. Aku noona-nya," tandas Wenda meninggalkan Chandra.
Tanjung Enim, 20 November 2020
Republish, 9 Maret 2021
Salam Sayang ❤️
RinBee 🐝
Selamat tahun baru, Bestie semua. Jangan lupa besok pasangan ajaib open PO. Info pemesanan dan tanya2 pantengi IG aku Literasi.zero4be atau penerbit Lotus publisher.
Silakan drop pertanyaan kalian tentang versi cetak.
311222
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top