32 // Queen Of Mesum.
Wenda sibuk pada kertas gambar fashion busana yang dia dapatkan di internet, begitu pula dengan Joy yang tak kalah sibuk mencari bahan untuk tugas kuliah mereka, memandangi layar laptop entah sudah berapa lama.
Wenda beralih memegang spidol copic, mengetuk-ngetuk pelan kertas sketsa yang dia gambar, sesekali tangannya bergerak menggoreskan mata spidol pada kertas sketsa, meneliti akan dia apakan lagi, akan dia gambar seperti apa lagi.
"Wen, kain sampel yang tugas dari Bu Dina, lo udah lengkap? Gue ada satu nggak dapet." Joy melemparkan pertanyaan.
"Udah. Lo yang mana belum?"
"Kain velvet, gue udah cari ke toko biasa gue beli nggak ada. Gue juga nggak paham kain velvet yang kayak gimana. Gue cuma tau Red Velvet di toko kue istana bakery. Enak parah."
Wenda terkekeh mendengar penuturan Joy tentang makanan. "Makan aja yang lo pikirin, tapi by the way Red Velvet di pikiran Chandra lain lagi," ujar Wenda.
"Lha? Emang Red Velvet di mata laki lo apaan?"
"Idol kpop, Wendy Redvelvet."
Joy terbahak-bahak, lucu saja rasanya seorang Chandra menyukai idola dari Korea. Tidak sesuai penampilan. "Emang dia kpopers juga, Wen?"
Wenda menggeleng. "Nggak. Dia cuma tau Wendy doang, karena pernah liat gue nonton collab-nya Chanyeol sama Wendy nyanyi lagu stay with me," jelas Wenda.
Joy bergerak duduk mendekati keberadaan Wenda, senyum jahilnya sudah terbaca. Wenda merasa ada yang tidak beres pada Joy, menebak kira-kira apa yang akan dia lakukan.
"Wen, gue penasaran, deh. Sama ... urusan ranjang kalian."
Kan, benar! Pasti Joy berulah lagi, kali ini pertanyaan Joy membuat Wenda susah payah menelan ludah. Seperti tenggorokannya tersangkut biji kedondong.
"Ganti pertanyaan bisa?"
Wenda masih berusaha tenang, tidak terprovokasi dengan pertanyaan tidak berguna dari Joy.
"Ayolah, Wen. Cerita. Gue penasaran tau nggak."
Wenda celingak-celinguk, menatap ke arah pintu kamar yang tidak tertutup rapat. Joy mengerti gestur tubuh yang dilakukan Wenda.
"Tenang aja, rumah gue nggak ada orang. Cuma ada bibi, itu pun di bawah."
Wenda berdeham, matanya melirik Joy sejenak. "Kalo gue bilang, kita belum pernah ngelakuinnya, menurut lo gimana?"
Gelak tawa Joy pecah, dia tertawa hingga terpingkal-pingkal. Setelah tawanya reda barulah dia berkata, "Lelucon macam apa ini, Wen! Lo kalo malu cerita nggak apa-apa kok, Wen. Masih bisa gue terima. Nggak lucu banget alasannya 'karena belum pernah melakukan'." Joy kembali tertawa.
"Gue serius, Joy. Kita belum pernah melakukan sampe sana," lirih Wenda menundukkan kepala.
"Kalian selama ini ngapain aja, main rumah-rumahan? Ya, maksudnya aneh aja gitu. Kalian nggak tidur di kamar terpisah, 'kan?"
Wenda menggeleng. "Nggak. Dari hari pertama nikah pun kita tidur sekamar, di ranjang yang sama."
"Ini lo serius, Wen? Nggak lagi nge-prank gue kan? Gue Joy, Wen. Bukan anak artis yang suka kena prank sama emak bapaknya."
"Gue serius, Joy. Ngapain juga gue bohong soal beginian."
Wenda mengangkat kepalanya, menatap Joy dengan tatapan ... menyedihkan. Joy duduk lebih mendekat, menghadap Wenda.
"Tapi, kalo di rumah Chandra baik, 'kan, Wen? Maksud gue, dia kalo di depan kita kayak yang sayang banget sama lo, tipe-tipe suamiable banget gitu."
Wenda mengangguk, dia membenarkan ucapan Joy. Memang pada kenyataannya Chandra memperlakukan Wenda dengan baik, mau di depan orang lain atau di rumah mereka.
"Chandra baik, di depan kalian atau di rumah, dia sama. Dia selalu sabar ngadepin gue, dia selalu manjain dan jagain gue."
Joy membenahi posisi duduknya agar nyaman, meraih satu bantal kemudian dia simpan di pangkuannya. Bola matanya sesekali bergerak ke kanan dan ke kiri, seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Kalo ciuman, Wen? Kalian ngelakuinnya nggak? Maksud gue yang benar-benar kissing, ya. Ngerti 'kan? Ngerti lah, udah gede juga masa nggak paham," goda Joy.
"Kita sering ngelakuinnya, Chandra yang ngeduluin. Gue ngikut aja," sahut Wenda polos.
Bola mata Joy membesar, mulutnya menganga. "Wow, sering! Kira-kira Chandra good kisser nggak, Wen?" Joy belum puas menggoda Wenda.
"Kan! Lo mulai lagi, gue serius juga. Lo becanda lagi."
Wenda menekuk wajahnya, rasanya salah sudah bercerita tentang rumah tangganya pada Joy. Nyatanya, temannya satu ini seperti mengganggap permasalahan yang di hadapi Wenda tidak lebih dari bahan lelucon.
Ponsel Wenda berdering nyaring, tatapan Wenda dan Joy beralih pada benda canggih di atas karpet berbulu, tidak jauh dari tempat mereka duduk. Ada nama Chandra tertampil di sana.
"Wen, angkat, loudspeaker. Gue pengin denger percakapan kalian gimana. Uwu-uwu juga nggak."
Wenda menuruti permintaan Joy, menekan tombol speaker setelah mengangkat sambungan telepon.
"Iya, Chan," sapa Wenda pada Chandra di seberang sana.
"Sayang, ini aku udah di parkiran baru keluar dari pabrik, kamu masih di rumah Joy? Udah selesai tugasnya?"
"Iya, ini masih di rumah Joy, tugasnya juga hampir selesai."
"Kok, sepi. Joy mana? Kok nggak ribut komplotannya Jaffran."
Joy mengibas-ibaskan tangannya, seperti memberi isyarat 'joy lagi tidak ada'.
"Joy lagi di dapur, aku di kamarnya."
"Oh, gitu. Ya, udah kalo gitu aku tutup ya, aku jemput kamu. Aku sayang kamu," ucap Chandra spontan membuat Joy terpekik dalam mulut yang dia bungkam dengan telapak tangannya.
"Wow, sweet banget. Gue jadi pengin punya laki sah!" seru Joy saat sambungan telepon Wenda sudah benar-benar putus.
"Biasa aja, hoi. Kayak lo sama Jaffran nggak pernah ngucapin itu aja."
"Ya, tapi kan beda, Wen. Kalo suami istri tuh vibes-nya lebih berasa hingga urat nadi."
Wenda berdecak, filosofi Joy membuatnya ingin muntah.
"Wen, terus salahnya di mana?"
Wenda mengangkat bahunya. Dia juga tidak tahu salah yang di maksud Joy itu apa.
"Chandra nggak homo, 'kan, Wen?"
Wenda menoleh, menatap tajam Joy tidak terima dengan celetukan dari bibir tebal Joy. "Maksud lo!"
"Ya, nggak. Aneh aja gitu, udah nikah berapa bulan, tapi lo belum diapa-apain. Mana ada cowok normal kayak gitu. Kalo makhluk belok sih, jangankan berhubungan, nyium lawan jenis aja mereka nggak mau, tapi Chandra ... masih nyium lo, bingung, 'kan? Masa Chandra semi homo."
Wenda menggaruk pelipisnya, seolah ikut memikirkan apa yang ada di kepala Joy. Wenda memang sepolos itu.
"Atau salahnya ada di lo, Wen?"
"Salah di gue?"
Joy menjentikkan jarinya di depan Wenda. "Iya, mungkin lo yang kurang bisa memberi service yang baik," ucap Joy.
"Lo kata gue tukang bengkel," gerutu Wenda.
Joy tampak mengerutkan dahinya, masih mencari jawaban dari teka-teki rumah tangga Wenda Chandra.
"Ya, maksud gue mungkin lo pernah nolak Chandra. Jadi dia nggak berani ngajak takut kena tolak," ujar Joy yang entah mengambil kesimpulan dari mana.
"Gue ... pernah bilang ... gue belum mau hamil, karena gue masih mau kuliah," lirih Wenda.
"Tanggapan Chandra?"
"Iya, dia janji nggak akan hamilin gue sekarang. Main aman aja pake pengaman katanya waktu itu."
"Jadi ... lo belum mau hamil, dia bilang main aman aja, dicegah pakai pengaman. Terus setelahnya, dia pernah ngajakin lo lagi nggak buat ngelakuin?"
Wenda menggeleng lemah. "Nggak pernah, bahkan gue pernah nyoba godain dia, tapi dia lebih milih ke kamar mandi lama."
"Nah, kan! Bingung barbie!" seru Joy membuat Wenda terkejut. "Kalo dia tahu fungsi pengaman, terus ngapain dia masih nganggurin lo? Atau lo kurang totalitas godainnya? Wait ...."
Joy berdiri dari posisi duduknya, membuka lemari pakaian, menarik satu stel gaun tidur. Wenda menatap heran gaun tidur berwarna marun, dengan bahan licin dan tipis, pada bagian dalam berupa tanktop, dan dilapisi outer yang tidak kalah tipis pula.
"Ini gue beli belum kepake, karena kekecilan. Jadi buat lo aja. Bahan buat godain laki lo, jangan nggak ada hasil. Ingat godainnya harus totalitas, lebih agresif."
"Kenapa jadi lo yang lebih berpengalaman, sih?"
"Udah nggak usah banyak tanya, ucapin makasih, gih."
"Iya, terima kasih, ya. Queen of mesum."
Tanjung Enim, 19 November 2020
Re-publish, 08 Maret 2021
Aku ngebayangi Wenda pas nggak terima Chandra dibilang homo ekpresinya begini. "Maksud lo?!"
Salam Sayang ❤️
RinBee 🐝
Selamat malam. Jangan lupa catat tanggal 1-10 Januari 2023 ikut PO Pasangan ajaib, ya. Tentu saja banyak kejutan di versi cetak. 🥰
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top