24 // Drama

Langkah Chandra terayun lunglai memasuki rumah yang mereka huni. Dari penampilan yang tidak serapi pagi tadi, dari lengan kemeja yang sudah tergulung hingga ke siku, rambut yang sudah tidak lagi kaku karena styling pomade, dan tas yang hanya tersandang di satu bahu. Terlihat jelas rasa lelah menyelimuti Chandra.

"Wen," panggilnya saat membuka pintu depan.

"Di tengah." Suara sahutan setengah berteriak dari Wenda terdengar.

Chandra melangkahkan kakinya sesuai petunjuk Wenda, senyum merekah di wajah letihnya saat melihat Wenda, wanita yang dia ubah statusnya dari sahabat menjadi istri.

Chandra merebahkan tubuhnya di sebelah Wenda. "Pantes aja nggak nyambut aku pulang, kalo udah nonton drama pasti lupa segala," sindir Chandra.

Wenda masih bergeming tidak memedulikan sindiran Chandra. Bagi Wenda menikmati kripik kentang rumput laut, minuman susu rasa vanila, dan drama adalah hal berharga. Sama seperti Chandra jika ditanya tiga hal yang berharga baginya; harta, tahta, Wenda.

Tangan Chandra menelusup melingkari pinggang Wenda, memeluk dari samping. Wajahnya dia benamkan di bahu kanan Wenda.

"Hari ini aku kok capek banget ya, Wen," ujar Chandra mengeratkan pelukannya.

"Mungkin karena kamu dari pagi kerjanya, biasanya kan cuma setengah hari habis dari kuliah. Di kampus juga kamu nggak ngapa-ngapain, cuma bengong aja 'kan sama Jaffran?"

Chandra terkekeh sembari mengangkat wajahnya dan menumpukan dagunya di bahu Wenda. "Mana ada, aku masih dengerin penjelasan dosen ya. Emangnya Jaffran yang suka tidur di kelas."

"Sama aja kalian berdua. Dua belas, tiga belas," celetuk Wenda.

"Pepatah dari mana itu sih, Sayang. Nilai bahasa Indonesia kamu pasti E ya." Chandra mencubit gemas pipi Wenda.

"Kalo nilai bahasa Indonesia aku E, berarti kamu juga. 'Kan kerjaan kamu nyontek ke aku. Orang tuh, ya, kalo nyontek cuma isi, ini semua dicontek. Sampe aku salah tulis tanggal di lembar jawaban pun kamu ikutan salah."

Chandra tergelak saat Wenda mengingatkannya pada kejadian  sewaktu mereka masih duduk di bangku SMA.

Chandra mengecup pipi Wenda. Mata Wenda masih fokus pada adegan yang ditampilkan di drama yang sedang dia tonton, meskipun semua ucapan Chandra disahutinya.

Chandra mencium pipi Wenda lagi, sengaja dia lakukan agar Wenda terganggu dan memperhatikannya.

"Chan, aku mau nonton. Jangan ganggu. Kamu mandi sana, lengket ini badan kamu, keringetan."

Ucapan Wenda tidak digubris Chandra, dia masih melancarkan aksi mencium pipi, rahang, pelipis hingga bahu Wenda.

"Chandra! Mandi sana!"

"Siap, Kanjeng Ratu Wenda," ucap Chandra sembari menggoda Wenda.

-o0o-

Wenda mengguncang-guncang botol minumannya, garis senyumnya tertarik datar saat menyadari botol itu sudah kosong.

"Mau aku ambilin yang baru?"

Wenda terlonjak, kepalanya menoleh ke belakang, netranya menangkap Chandra dengan balutan kaus putih oblong, celana training, dan rambutnya masih setengah basah.  Sudah lebih segar dibandingkan dengan tadi.

"Boleh," jawab Wenda.

Chandra melangkahkan kakinya ke dapur, membuka lemari pendingin. Matanya takjub menatap isi kulkas. Kok, penuh? Bukannya kemarin kosong kayak hati para jomlo.

"Chan, aku nggak masak. Kita delivery aja, ya," teriak Wenda dari ruang tengah terdengar hingga dapur.

"Lagian, sejak kapan juga kamu bisa masak sih, Wen. Sekalinya masak serasa mau ngehancurin dapur," gumam Chandra sembari mengambil satu botol minuman favorit Wenda.

Mohon maaf Bapak Chandra, tanpa mengurangi rasa hormat, kalau berani dijawab depan orangnya, dong. Jangan di belakang, dengan suara gumaman pula.

Chandra melangkahkan kakinya kembali ke ruang tengah, duduk di samping Wenda. Chandra mengangsurkan botol minum yang sudah dibuka ke Wenda.

"Sayang, kamu belanja, ya? Aku 'kan udah bilang nggak usah, uang kamu buat kebutuhan kamu aja."

Wenda mengernyitkan dahinya, menjauhkan botol minum dari bibirnya, bola matanya memutar ke atas sejenak seperti sedang berpikir.

"Oh, itu mami yang belanja. Kata mami biar aku nggak diberi mi instan lagi," ucap Wenda sembari membuka pembungkus wafer rasa vanila kesukaannya.

Chandra hanya mengangguk, lengan kirinya menelusup di balik bahu Wenda. Merangkul erat.

"Chan, tadi mami juga bilang, katanya mungkin minggu depan mau ada ART buat di sini," ucap Wenda dengan tangan aktif memasukkan wafer ke mulutnya.

"Kamu jawab apa?"

"Aku belum jawab apa-apa, aku bilang ke mami, aku tanya kamu dulu."

"Kamu mau ada ART?"

Wenda mengangkat kedua bahunya. "Aku sih terserah kamu."

"Ya udah terima aja, buat temen kamu juga kalo aku belum pulang kerja." Chandra menggigit wafer di mulut Wenda, bibir mereka bertemu sesaat. "Manis," ujarnya.

"Chan, kalo ART-nya nggak usah nginep, gimana? Aku canggung kalo ada orang lain di rumah."

"Iya, nanti dibicarain lagi sama mami, ya."

Kembali Chandra mendaratkan kecupan di pipi kanan Wenda. Wenda menelengkan wajahnya. "Ini nih, alasan aku canggung kalo ada orang lain. Kamu suka nggak tahu sikon, nyosor aja terus."

Chandra terkekeh, tangannya menarik tengkuk Wenda. Mengecup lama belahan bibir Wenda yang serasa manis baginya. Chandra memiringkan kepalanya, memperdalam ciumannya.

"Chan, aku lapar, ayo pesan makan," ucap Wenda di sela ciuman mereka.

Chandra—terpaksa—melepaskan pagutannya, ibu jarinya mengusap bibir Wenda yang basah. "Handphone aku di kamar, pakai handphone kamu aja," tunjuk Chandra pada ponsel Wenda di atas meja.

Wenda meraih ponselnya, membuka aplikasi memesan makanan. Beruntunglah mereka hidup di zaman modern serba canggih. Untuk urusan perut pun bisa di akses melalui ponsel, tidak perlu repot-repot datang ke tempatnya.

"Kamu yang bayar, ya."

"Kamu dong, kan kamu belum traktir aku. Kemarin kita ditraktir Bapak Agung Siswanto."

"Ya, udah nggak jadi aja. Aku udah kenyang makan kripik kentang sama wafer."

Chandra terkekeh, mencubit pipi Wenda pelan. Dari tadi nyemil nggak berhenti, masih aja bilang lapar. Pantes aja ini pipinya bengkak.

"Aku bercanda, Sayang. Ya, udah pesen aja. Aku yang bayar."

Wenda menekuri ponselnya, memesan apa yang dia inginkan. Chandra? Tidak usah ditanya dia mau makan apa. Chandra akan memakan semua yang Wenda beri. Mungkin jika batu dilumuri saus padang, Chandra pun akan memakannya asal dari Wenda. Inilah Chandra si bucin, tapi mati-matian tidak mau dikatakan bucin.

"Chan, udah aku pesenin," ucap Wenda yang tidak mendapat sahutan dari Chandra.

Wenda menoleh, netranya menangkap Chandra yang duduk bersandar pada sofa, wajahnya menengadah ke atas dengan mata yang terpejam, lengannya satu dia simpan di atas dahi. Tersirat jelas letih sedang menyelimutinya.

"Capek banget, ya?" Wenda mengusap pipi Chandra lembut.

Chandra membuka mata, senyumnya samar terlukis. Diangkatnya tubuh Wenda ke pangkuan. Chandra merapatkan tubuh Wenda ke dalam pelukan, matanya kembali terpejam, wajahnya bersandar nyaman di ceruk leher Wenda. Inilah cara Chandra mengembalikan tenaganya yang terkuras seharian. Sepuluh menit posisi ini bertahan.

"Chan, aku nggak mau hamil dulu," ucap Wenda tiba-tiba.

Kembali Chandra membuka mata, dahinya mengernyit tidak mengerti. Chandra menguraikan pelukan. "Maksudnya, gimana?"

Maaf Ibu Wenda, itu suaminya bukan beauty vlogger yang dijuluki queen pentol, yang bilang pelukan bisa bikin hamil. Chandra jelas tahu Wenda tidak akan hamil jika hanya dipeluk.

"Iya, aku nggak mau kayak drama tadi."

Oh, tentang drama tadi rupanya. Wenda masih terbawa alur cerita drama yang dia tonton tadi. Sebuah drama yang menceritakan pasangan muda, mereka terlanjur menikah muda karena kekasihnya hamil.

Si pria harus mengubur mimpinya menjadi pemain basket handal karena harus bertanggung jawab terhadap pacar dan calon anak mereka. Si wanita pun tak jauh berbeda, kesulitan menjadi penyiar karena statusnya yang sudah menjadi seorang ibu. Wenda tidak mau seperti itu. Wenda masih ingin mengejar mimpinya.

"Emang kamu nggak mau punya, yang kayak Clarissa? Lucu lho," celetuk Chandra.

"Mau, tapi ... tapi nggak sekarang. Pokoknya aku nggak mau hamil dulu, Chan," rengek Wenda yang hampir mau menangis.

"Iya. Iya, aku nggak hamilin kamu sekarang. Kita main aman, nanti pake pengaman dua tiga lapis."

"Emang kamu ada?" tanya Wenda polos.

"Ada dong, buat persiapan."

"Buat persiapan ke mana? Sejak kapan juga kamu koleksi barang haram gituan."

"Kalo dipakai sama istri sah, nggak jadi haram, pahala jadinya. Mau coba nggak?"

Tanpa menunggu persetujuan, Chandra menarik tengkuk Wenda, melumat bibir Wenda, Chandra memperdalam ciumannya, lama kelamaan semakin menuntut. Tangan Chandra turut aktif dalam pergerakannya. Telapak tangan Chandra meraba apa yang ingin dia raba, menelusup ke balik piama Wenda. Mengusap punggung Wenda, dengan nakalnya memisahkan pengait bra Wenda.

"Rileks aja, Sayang." Chandra mengusap dahi Wenda yang sudah berkeringat.

Jari tangan Chandra menggoda kancing piama Wenda, dua kancing teratas sudah dia buka. Ditariknya piama Wenda ke samping, bahu kanan Wenda terekspos. Chandra mendaratkan satu kecupan ringan di sana. Kembali Chandra menyambar bibir Wenda, bergeser ke rahang, turun ke leher, dan tulang selangka Wenda.

"Ch-chan. Stop! I-itu suara bel bunyi terus. Mungkin ojolnya nganterin pesanan kita."

Chandra terpaksa menghentikan aktivitasnya, raut kecewanya jelas terlihat.

Sial! Ganggu aja, sih, mamang ojol. Mana kepala atas bawah udah keburu pening.

Tanjung Enim, Nov. 05. 2020
Republish, 1 Maret 2020

Selamat malam. Masih ada yang melek?

Jadi aku bawa Info lagi nih seputar Best Reader. Inpoh langsung dari admin GMG yang keceh


Mulai besok, setiap hari, di story IG gmgwriter.id akan diposting tiga judul dan link cerita peserta #gmgwriter.

Sebelumnya, apa, sih, tujuan dari event ini?

Kita masih coba-coba. Kemarin, kita adakan full event untuk peserta seleksi GMG 2020, bagaimana jika tahun ini kita adakan event membaca untuk para pembaca?

Jadi, kita bukan hanya memperhatikan para penulis, tapi juga para pembaca.

Eventnya gimana?

Tugas kalian yang ingin ikut event ini mudah, Grassmin list dulu, ya.

1. Cukup baca cerita peserta GMG 2021.
2. Screenshot cover cerita dan quote atau scene favorit---boleh dijadikan banner atau dihias sedemikian rupa.
3. Posting di Feed IG kalian, lalu mention akun gmgwriter.id, jangan lupa pakai #gmgreader.

4. Yang terpenting, pada bagian caption, kalian harus memberikan ulasan : berupa review/kesan-kesan/pendapat mengenai cerita yang kalian baca.

Note : tagarnya #gmgreader, ya.

Mudah, kan?

Next ... kriteria penilaiannya juga gak ribet.

Siapa yang baca dan posting ulasan paling banyak, dia pemenangnya.

Misal, Grassmin mau menang, jadi, dari 175 peserta GMG 2021, Grassmin baca 75 cerita dan kasih postingan di IG.

Kalau cuma Grassmin yang rajin, artinya Grassmin yang menang.

Note : tapi harus diingat, setiap peserta, cukup posting satu kali untuk satu judul cerita, boleh posting versi multi picture, ya. Yang satu postingan isi sampai banyak gambar.

Ya ampun, Grassmin gak tau apa sebutannya.

Nah, buat kalian yang ribet mau bikin banner kece, tapi gak bisa atau gak ada waktu, bisa klik link di IG gmgwriter.id buat donlot banner kosongan.

Atau kalau misal lebih mager lagi, bisa repost dari postingan gmgwriter.id jika cerita kalian sudah masuk postingan IG.

Sampai sini paham?

Kak, aku bacanya bebas pilih naskah mana aja atau harus baca menurut urutan di story IG?

Gak harus. Misal di story IG posting judul nomor 1, 2, dan 3, sedang kalian baca nomor 120, gak papa. Yang penting pas posting ulasan, diperlihatkan judul ceritanya.

Selain di story IG, kalian bisa meluncur ke reading list GMG 2021, GMG Hunting Writers 2021 di akun Grass_Media.

Sampai sini, ada pertanyaan?

Btw . Udah liat trailer Sahabat ... Nikah, yuk!
Cusss liat di IG aku atau gmg

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top