08 // Lay

Perjalanan Wenda dan Chandra menuju kediaman orang tua Wenda cukup lancar. Kereta besi milik Chandra sudah memasuki halaman rumah orang tua Wenda, dengan tidak sabarnya Wenda turun lalu berucap, "Thanks, ya, Chan."

Chandra mengernyitkan dahinya, menatap Wenda yang berhamburan keluar mobil berlari riang. Persis seperti anak TK di hari pertama masuk sekolah. Tinggal dipakaikan tas berwarna merah muda, rambut dikuncir dua dan digantung botol minum di lehernya.

"Bunda ... Wenda pulang," teriak Wenda saat kakinya sudah berpijak pada lantai keramik ruang keluarga.

"Wen, jangan teriak-teriak. Malu didengar orang. Udah gede juga."

"Bukan lagi gede kali, Nda. Udah bangkotan," sambung Dhika yang baru saja keluar dari kamar hendak menuju pantry.

"Diem lo tukang kopi!"

Dhika berlalu tanpa memedulikan seruan Wenda.

"Eh, suami kamu mana? Sama Chandra, 'kan?"

Mata Wenda membesar, mulutnya menganga seperti mengingat sesuatu. "Astaga! Iya. Ya, Wenda punya suami!Lupa, Nda."

"Masih baru loh, Wen. Baru seminggu punya suami udah dilupakan." Bunda berdecak tidak percaya dengan kelakuan anak bungsunya.

"Ya udah, Wenda ke depan lagi, deh."

Belum juga Wenda kembali ke halaman depan, Chandra dengan tas di genggamannya sudah berada di ruang tamu, berjalan menghampiri Wenda. Wenda mengulum senyum saat keberadaan Chandra hanya beberapa jengkal di hadapannya.

"Ngapa lo? Senyum-senyum nggak jelas?" tanya Chandra yang belum mengerti dengan keadaan.

"Lo tahu nggak? Tadi bunda nanyain lo mana. Terus gue baru inget kalo sekarang lo suami gue." Wenda menyengir menampilkan deretan gigi putihnya.

Langkah Wenda dan Chandra sudah sejajar, berjalan bersisian menuju ruang tengah.

"Besok gue beliin vitamin ya."

"Vitamin buat apa?" Wenda menelengkan kepalanya ke Chandra.

Chandra mendekatkan wajahnya, mengikis jarak hingga tersisa sedikit. "Buat otak lo! Ya kali, bini gue belum juga kepala dua udah pikun aja. Pake acara lupa sama laki," protes Chandra.

Tangan Wenda tergerak secara spontan, memukul lengan Chandra.
Yang dipukul hanya terkekeh.

"Wen, tadi gue lihat di garasi ada mobil warna merah. Kayaknya mobil baru, deh," ujar Chandra memberi tahu apa yang tadi dia lihat.

"Mobil si tukang kopi, kali. Hasil tujuh hari tujuh malem ngerayu ayah itu pasti, biar dibeliin mobil dengan alasan buat usaha," gerutu Wenda.

Tungkai Wenda dan Chandra sudah menapaki anak-anak tangga, saat kaki mereka sudah tinggal selangkah berada di undakan terakhir. Entah dari mana asalnya, seseorang keluar dari kamar Wenda. Baik Wenda maupun Chandra masih bergeming belum berniat melangkah menghampiri orang tersebut.

Kok bisa ada di sini? Keluar dari kamar gue lagi. Gue nggak lagi berkhayal, 'kan?

Wenda mengerjapkan matanya, takut penglihatannya salah dan hanya halusinasi saja, karena terlalu merindukan sosok abang yang sangat dia sayangi.

"Bang Lay!" seru Wenda di detik berikutnya, di saat sudah yakin indera penglihatannya tidak salah, yang punya nama menoleh, tersenyum manis menampilkan lubang kecil di pipi kanannya. Wenda berlari memeluk Lay.

Pratama Adhilay. Kakak tertua Wenda yang bekerja di negeri tirai bambu. Sudah hampir empat tahun tidak pulang.

"Kok, bisa? Kapan pulangnya? Kenapa nggak ngabarin Wenda." Di sela-sela pertanyaannya, suara Wenda sedikit bergetar. Tangisan haru bisa bertemu dengan orang terkasih.

"Bisa dong, abang ambil cuti, jadi bisa pulang."

Tangan Lay mengusap pelan punggung Wenda, meredakan tangis. Wenda mengeratkan pelukannya. "Kenapa nggak seminggu yang lalu ambil cutinya, 'kan bisa hadir di pernikahan Wenda."

"Suka-suka abang, dong. 'Kan yang kerja abang. Jadi terserah abang mau ambil kapan."

Wenda melepaskan pelukannya, telunjuknya mengarah ke arah Lay, digoyangkan ke atas ke bawah. "Gini, nih. Kalo domba Cina dikutuk jadi manusia," celetuk Wenda pada kakak tertuanya.

Lay hanya terkekeh, mengusap puncak kepala adik bungsunya dengan sayang. Pertemuan antara si sulung dan si bungsu terhenti saat Chandra berdeham.

"Apa kabar kamu, Chan?" sapa Lay dengan kedua tangan terentang.

Chandra menyambut uluran tangan Lay, memeluk Lay sekilas. "Baik, Bang."

"Udah tinggi ya kamu sekarang. Kalah banyak abang." Lay tersenyum seolah takjub dengan pertumbuhan sahabat adiknya yang—sudah menjadi iparnya—berdiri di hadapannya. "Abang juga kalah telak. Kamu sudah punya istri. Abang ... ya, begitulah," sambung Lay.

"Makanya buruan nikah Bang Toyip. Keasikan kerja di Cina sampe lupa pulang," sindir Wenda.

***

"Wen, udah dong nempelin abangnya. Nggak malu sama Chandra?" tegur bunda sembari menyimpan sepiring kue kering di atas meja.

Mereka berkumpul di ruang keluarga. Wenda duduk di sofa memeluk Lay dengan manja. "Wenda kan kangen, Nda," jawab Wenda yang mau tidak mau melepaskan pelukannya pada Lay.

"Bang, foto bareng yuk," ajak Wenda.

Belum juga niatnya terlaksana ponsel Lay bergetar tanda panggilan masuk.

"Abang angkat telepon dulu, ya."

Lay beranjak dari sana, meninggalkan Wenda, Chandra, Jo, dan, Dhika.

"Gimana kalo foto sama gue aja, Dek. Terus upload di instagram lo," saran Dhika menawarkan diri.

"Sori. Muka kang kopi cuma merusak feed instagram gue aja," celetuk Wenda.

Dhika hanya menatap Wenda datar. Tatapannya beralih ke arah Chandra, "Bini lo kenapa sih, Chan? Kurang nafkah batin?" cemooh Dhika.

"Nafkah batin. Nafkah batin apaan. Orang kita belum ngapa-ngapain," celetuk Wenda.

Chandra hanya meringis mendengar ucapan Wenda. Senyumnya terasa kikuk saat tatapan Dhika yang menatapnya dari wajah bergantian melirik arah selatan Chandra.

"Sama Bang Jo aja, ah. Sini, Bang. Foto sama Wenda," ajak Wenda pada Jo sembari membuka aplikasi kamera pada ponselnya dan mengganti pengaturan menjadi kamera depan.

"Ih, cakep foto kita, Bang. Sekali lagi, Bang. Sekarang kita merem ya pura-pura tidur, terus tangan kita nopang pipi gini," ajak Wenda memberi contoh agar Jo mengikutinya.


"Udah, ah. Abang mau nyelesaiin kerjaan."

Jo beranjak meninggalkan mereka, menuju kamarnya.

"Ah, gemoy. Gue upload di instagram, ah," ucap Wenda semangat. Ibu jarinya sudah menyentuh aplikasi tersebut.

"Dek," panggil Dhika. Sementara Wenda masih asik memilih foto yang akan dia unggah di sosial media miliknya.

"Hmm," gumam Wenda tanpa berniat mengalihkan pandangannya.

"Dek," ulang Dhika.

"Cantik banget instagram gue," puji Wenda. "Chan, lihat, deh. Feed instagram gue rapi gini, tone filter-nya juga sama. Bagus, 'kan?"

Chandra memperhatikan apa yang di tunjukkan Wenda. "Iya, bagus. Itu kak Dhika dari tadi manggil. Ada yang mau dibicarakan mungkin. Sana tanyain dulu," ucap Chandra.

Tangan Chandra menyibakkan helaian surai Wenda, membawanya ke belakang telinga. Mengusap puncak kepala Wenda dengan lembut.

Wenda berbalik menghadap Dhika. "Ada apa, Kak?"

"Hmm, i-itu. Lo, 'kan udah nikah. Kemana-mana juga ada Chan yang anter. Kakak boleh nggak pinjem mobil lo?"

Giliran ada maunya aja, nyebutnya kakak adik.

"Mobil Chandra? Lo mau ke mana emang?"

"Bukan mobil Chandra, tapi mobil lo."

"Mobil gue? Sejak kapan gue punya mobil, Sueb. Gue, 'kan nggak punya mobil."

"Lo belum lihat, Dek? Mobil merah di garasi itu hadiah pernikahan dari Bang Lay buat lo."

Mata Wenda membola. "Serius, Kak? Gue punya mobil?"

"Iye. Lasmini. Lo punya mobil. Nggak percayaan banget nih sahabatnya kekeyi."

Belum juga selesai gerutu Dhika, Wenda sudah berlari meninggalkannya. Tujuannya adalah garasi, memastikan mobil merah—milikinya.

"Chan," panggil Dhika mengangsurkan sesuatu.

Chandra menerimanya, membuka pembungkus yang ternyata permen karet. Chandra mengunyah permen dengan rasa stroberi itu.

"Bang Lay! Abang di mana?" teriak Wenda mencari keberadaan kakak tertuanya. Wenda sudah kembali dari garasi setelah rasa penasarannya terjawab.

"Abang di sini, Dek," sahut Lay yang baru saja dari halaman belakang.

Wenda berlari kecil ke arah Lay, berhambur memeluknya erat. "Makasih, Bang. Wenda suka hadiahnya. Makasih banyak."

Kaki Wenda berjinjit, mencium pipi. Lay hanya tersenyum, menepuk-nepuk pelan puncak kepala Wenda.

"Sama-sama. Dimanfaatkan yang benar, ya."


Tanjung Enim, 13 Agustus 2020
Re-publish, 10 September 2020
Re-publish, 11 Februari 2021

Salam sayang
RinBee 🐝

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top