Bagian Sembilan Belas | Hal Yang Tidak Biasa

Haloooo??? Ada yang nungguin update?

Absen dulu di sini yang puasa!

Yang ga puasa komen di sini!

Kalian baca di jam berapa?

Jangan lupa untuk kasih voye dan komentar ya!

Jangan lupa follow instagram :

asriaci13

sheakanaka

sagaramiller

Selamat Membaca Cerita Sagara

***

Now Playing | Alex Porat - Bar is on the floor

Bagian Sembilan Belas | Hal Yang Tidak Biasa

Semua hubungan itu berawal dari asing kemudian menjadi dekat, begitupula sebaliknya yang dulunya dekat bisa saja kini menjadi asing

***

Satu hal yang tak pernah Alicia duga, Sagara datang ke penthousenya malam-malam tanpa pemberitahuan sama sekali. Padahal keduanya tak ada janji untuk bertemu satu bulan ke depan, dan hanya mengerjakan pekerjaan masing-masing saja.

Alicia berdiri di depan pintu, begitupula dengan Sagara yang masih berdiri di sana.

Dari mana pemuda itu tau lantai dan juga nomor kamarnya? Sepertinya Alicia tak pernah memberitahu hal-hal pribadi seperti itu.

"Lo gak nyuruh gue masuk?" tanya Sagara to the point, satu alisnya terangkat menunggu si mpunya penthouse itu angkat suara.

Saat itu Alicia tak memikirkan banyak hal, dia melebarkan pintu dan memberikan Sagara akses masuk ke dalam.

"Mau apa ke sini?" tanya Alicia.

"Gue gak sengaja lewat aja," jawab Sagara dengan santainya seolah tindakannya hari ini bukanlah sesuatu hal yang aneh.

"Kita gak sedeket itu sampe lo kepikiran mampir pas lewat ya," cibir Alicia, "Kenapa?" tanyanya lagi.

"Do you have wine?" tanyanya

Alicia mengangguk, "Sure."

"Mau nemenin gue minum ngga?" tawar pemuda itu

Bukan dengan jawaban Alicia menjawab tawaran Sagara barusan tapi dengan dia membawa satu botol wine dengan dua gelas untuknya dan juga Sagara.

"You like watch a movie? You can pick if you want."

"Nah." Alicia menolak, tapi dia menyalakan musik playernya, berisi musik-musik klasik yang selalu menemaninya ketika dia tengah minum sendirian.

Memperhatikan Sagara dari dekat seperti ini, Alicia terkadang merasa bahwa dia salah menilai pemuda itu. Karena saat Sagara tak menyebalkan seperti ini, dia seperti anak kecil yang tidak memiliki arah yang dituju. Siapa pun pasti tak akan mau untuk menyakitinya.

"Lo ke sini nyetir sendiri?" tanya Alicia

Sagara mengangguk.

"Ya udah, lo minum aja sepuas lo, keliatannya emang lo lagi butuh itu," ujar Alicia, "nanti gue telponin asisten lo atau gue minta Jamie buat anterin lo balik."

Kembali Sagara mengangguk.

"Lo engga nanya gue kenapa lagi?"

"Kayanya masalah lo engga ada kaitannya sama kerjaan kita, jadi gue ngga perlu tau." Alicia menyesap wine itu dari gelasnya.

Sagara meminum wine itu tanpa jeda, dan Alicia pun tak ada niatan untuk membuatnya berhenti, jadi dia membiarkannya saja. Suasana di antara keduanya sangat sunyi tak ada obrolan sama sekali. Sampai pada titik, Alicia berdiri dari tempatnya dan tangan Sagara menahan lengan Alicia.

"Mau ke mana?" tanyanya dengan suara parau, "Jangan tinggalin gue." Lirihnya

"Ke toilet, mau ikut?" tawarnya dengan nada sinis

"Ngga pergi tapi kan?"

"Ngga, lepasin dulu."

Meski pada akhirnya Alicia sendirilah yang melepaskan cekalan tangan Sagara di lengannya. Toleransi alkohol Alicia cukup tinggi, dan dia tak akan mabuk hanya dengan minum ringan seperti yang dia lakukan saat ini. Hampir satu botol penuh Sagara menghabiskannya sementara Alicia hanya menyicipinya saja.

Namun saat Alicia kembali ke tempat di mana keduanya minum, dia bisa melihat Sagara yang sudah mabuk berat dan merancau banyak hal.

Hampir tujuh puluh persen dari ucapannya semuanya adalah tentang Shea. Sedikit banyaknya Alicia bisa mengerti ketika Sagara mengeluhkan kalau Shea terlalu memperhatikan temannya dibanding dirinya.

"Gue engga bisa marah sama lo Sye, meski gue pengen marah pas lo ngobrol sama cowok lain di depan gue..."

"Emangnya gue kurang ya?" tanyanya pada Alicia, "Gue harus gimana lagi biar lo ngerasa cukup sama gue aja. Gue engga suka kalau orang lain lebih deket sama lo dibanding gue..."

"Shea... sama gue aja ya? Gue bakalan kasih semuanya, asal lo terus sama gue doang."

"Shea... gue sayang lo, sayang banget, lebih dari gue sayang sama diri gue sendiri."

"Shea lo kok diem aja? Lo kok gak jawab gue? Lo udah gak sayang sama gue ya?"

Kini Sagara merengek dan memohon agar Shea menjawab dan tidak meninggalkannya. Entahlah, Alicia tak begitu menyimak setelahnya karena dia segera menelepon Arthur untuk menjemput Sagara.

Alicia tidak mau terlalu dekat dan mengetahui permasalahan orang lain, yang akan membuat dirinya kesulitan di kemudian hari. Lebih baik tidak tahu daripada dia harus berada di posisi serba salah.

Namun daripada itu, sepertinya Sagara berbeda dengan orang-orang yang dikenalnya dari kalangan mereka.

"Masih ada ya orang yang kaya lo," ujar Alicia kembali menyesap winenya sambil menunggu Arthur menjemput Sagara.

"You don't leave me, huh?" lirih Sagara, pelupuk matanya basah dengan air mata.

"Yaa," jawab Alicia. Lagipula Sagara bertanya saat tak sadar, jadi jawaban darinya tak akan berpengaruh apa pun.

"Promise?" tanya Sagara, kini jari kelingkingnya diberikan pada Alicia, "pingky promise?"

"Yaa..." Alicia mengangguk, menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Sagara.

Tak berselang lama setelah Sagara meminta janji-janji yang sebenarnya salah sasaran itu Arthur datang menjemputnya.

"Sorry," ucap Arthur, "and thanks, dia merepotkan ya?"

Alicia hanya mengangguk, "Dia kalau minum engga inget apa yang dia lakuin, kan?" tanya Alicia

"Biasanya enggak," jawab Arthur, "dia melakukan kesalahan kah?"

Alicia menggeleng pelan, "Ngga seperti itu, cuman kalau dia inget mungkin dia yang malu."

Arthur tersenyum singkat pada Alicia, "Terima kasih, saya pamit terlebih dahulu, selamat malam Alicia."

Alicia menatap punggung Arthur yang memapah Sagara dari lantai apartemennya menuju lift, sebelum dia masuk kembali.

Sejenak gadis itu menatap gelas wine miliknya dan milik Sagara yang masih ada di meja, duduk di sofa kemudian memejamkan matanya.

Semua orang juga manusia, mereka memiliki perasaan dan akan hilang akal ketika mereka menemui jalan buntu.

"Ah surat itu..." Alicia mengingat surat yang diberikan Ace padanya, yang sampai detik ini belum sempat Alicia buka.

Tapi sebelum dia membukanya, Alicia menaruh surat itu di atas meja, menatapnya dengan banyaknya pikiran dan juga dugaan mengenai isi dari surat itu.

Mungkinkah semuanya akan berbeda jika dia membacanya? Atau akan sama saja?

***

"Sagara wake up!"

Ketukan pintu yang terus berulang kali, membuat Sagara mengerang, menutupi wajahnya dengan bantal.

"We have be at the hotel's for brunch, remember?"

Kalimat yang dikatakan oleh Arthur menyadarkan dia untuk kembali ke dunia nyata. Sagara membuka matanya, dia melihat sekeliling dan mencari ponselnya.

"Ah shit... handphone gue di mana?" Sambil mencari-cari keberadaan ponselnya, kini Sagara membuka pintu kamarnya karena ketukan pintu yang disebabkan oleh Arthur tak kunjung mereda.

"Handphone gue di lo?" tanya Sagar saat pintu kamarnya baru saja terbuka.

"Ada di Alicia," jawab Arthur, "nanti dia bawakan di acara brunch."

"Kok bisa sama dia?"

"Don't you remember last night?"

"Hah? Gue ngapain? Bentar..." Sagara mengingat ingat kembali kejadian tadi malam, yang dia ingat dia memang sempat minum lalu ke apartemen Alicia secara impulsif. "Ah shit."

"Gue gak ngelakuin aneh-aneh, kan?" tanyanya pada Arthur mencoba memvalidasi, dia sendiri pun tak ingat setelah itu.

Arthur hanya menggeleng, "Siap-siap, saya tunggu lima belas menit lagi di mobil."

"Ah sial."

Meski Sagara mencoba mengingat kejadian semalam percuma saja, buntu, dia tak ingat apa-apa, malah kepalanya menjadi pusing karena hal itu.

Berdiri di bawah guyuran shower air hangat membuat tubuhnya rileks, namun ada beberapa hal yang kini ia pikirkan.

Apa Shea mengirimkannya pesan? Atau meneleponnya? Bagaimana jika kekasihnya itu salah paham dan membuat hubungan mereka renggang?

Alicia tidak akan sembarangan membuka ponsel orang lain, kan?

***

Perasaan Sagara benar-benar tak tenang saat dia sudah berada di lobi hotel milik keluarganya, acara brunch kali ini hanya dihadiri oleh kolega-koleha exclusive saja, membahas soal bisnis tipis-tipis dan juga mengenalkan keluarga mereka agar semakin terjalin kerja samanya.

"Alicia belum datang?" tanya Sagara pada Arthur, ini mungkin ke sepuluh kali dia bertanya.

"Belum," jawab Arthur

"Kapan sih dia datang! Lama!" protesnya kesal, masalahnya dia tak tenang karena ponsel miliknya ada pada gadis itu.

"Terakhir dia mengabari kalau dia masih menunggu kekasihnya."

"Dia datang bareng cowoknya?" tanya Sagara

Arthur mengangguk. "Benar."

"Harusnya gue juga ngajak Shea," ujar Sagara

"Shea hari ini ada pengumuman untuk seleksi yang lolos, kalau kamu lupa."

"Ah iya... acara ini ngga akan lama, kan?"

Arthur mengangguk kembali, "Namun, setelah itu kamu harus ikut ke acara pertemuan keluarga, ini Nyonya besar yang membuat jadwal."

"Granny...?"

"Iya."

"Jadi kapan gue bisa nemuin Shea?"

"Dua hari ke depan."

"Hah? Hari ini gak bisa? Ini hari penting buat Shea cewek gue."

"Malam ini ada dinner bersama client, dinner ini sudah kamu reschedule dua kali karena urusan Shea. Jadi sepertinya Tuan Gilbert tidak akan menoleransi lagi kalau kamu mau menundanya lagi. Dua hari ke depan, kamu ada ujian di kampus, bermain golf juga kumpulan exclusive bersama grup kelas atas kampus."

"Sialan. Gak bisa dibisa-bisain? Kaya gue punya waktu satu jam aja gitu?"

"Sepertinya ngga akan cukup, kecuali Shea yang datang menemui kamu."

"Lo bisa atur itu kan?"

"Baik, akan saya aturkan jadwal bersamaan dengan jadwal Shea. Sepertinya Alicia sudah sampai, tadi dia mengabari. Kalau kamu butuh sesuatu, panggil saya seperti biasa. Saya harus mengerjakan beberapa pekerjaan terlebih dahulu."

Sagara mengangguk. Yang lebih menarik hari ini adalah bagaimana Sagara membuat perayaan untuk kekasihnya itu daripada susunan acara brunch yang membuatnya tak nyaman itu.

Tatapan Sagara menangkap seorang gadis dengan balutan dress berwarna navy, dia tengah mengobrol dengan kolega bisnisnya yang lain, dan gadis itu bersama seorang pria asing di sampingnya.

Mungkin itu pacarnya. Pikir Sagara

"Can we talk?"

"Ah..." Alicia mengeluarkan ponsel milik Sagara dari tas tangannya, "Punya lo."

"Gue perlu ngobrol berdua sama lo, ayo." Sagara menarik paksa lengan Alicia agar mengikut ke arah mana dia berjalan.

Sengaja pemuda itu memilih tempat yang cukup sepi agar keduanya bisa mengobrol dengan tenang.

"Gue mau ngobrol berdua supaya cowok lo ngga salah paham," beritahu Sagara

"Bukannya malah makin salah paham ya? Lo narik gue di depan cowok gue begitu?"

"Oh sorry... gue gak mikir ke sana."

"Jadi kenapa?" tanya Alicia, "Gue ngga punya banyak waktu untuk ngobrol sama lo."

"Semalem gue—" jeda Sagara, pemuda itu menatap lekat-lekat ke arah Alicia yang juga tengah menunggunya untuk melanjutkan pembicaraan, "Gue...." tahannya lagi

"Lo mau ngomong apaan sih?" potong Alicia, "kalau engga ada yang mau lo omongin gue balik."

"Gue gak ngelakuin kesalahan ama lo, kan?"

Alicia terdiam, sejenak terlihat berpikir, "Kesalahan apa yang lo maksud?"

"Yaaa apa pun, gue ngelakuin itu ngga sadar, gue harap lo ngga masukin ke hati dan gue ngga bermaksud begitu."

"Maksud lo?"

"Biasanya kan orang kalau mabok tuh—"

"Main cium gitu aja? Atau kita tidur bareng gitu?" tebak Alicia

"Ya... gitu... engga, kan?" tanya Sagara hati-hati, "gue bangun di kamar gue, harusnya engga sih ya?"

"Iya kan Lice? Jawab!"

"Alicia!"

"Iya ya? Oh shit!"

"Lice! Kok diem?! Jangan bikin panik!"

"Alicia!"

Alicia tertawa melihat raut wajah panik Sagara. "Lo pikir gue bakal biarin lo bersikap kurang ajar?"

"Iya sih, tapi lo emang ngga mabok?" tanya Sagara, dan raut wajah Alicia memberikan jawabannya, "Engga sih harusnya. Gue aja jadinya ya?"

"Lo mau ngomong ini doang?"

"Iya."

"Yaudah gue balik ya? Cowok gue nungguin."

"Oke, eh bentar—" tahan Sagara

"Apalagi?" Alicia sepertinya sudah kesal dengan segala hal yang berhubungan dengan Sagara sekarang.

"Thanks. Gue bukan orang gak tau diri dan lupain kebaikan orang lain gitu aja."

Alicia tak menjawabnya, dia hanya pergi meninggalkan Sagara saat itu. Ketika Sagara mengecek ponselnya, daya ponsel itu mati.

***

Terima Kasih Sudah Membaca Cerita Sagara

Bab selanjutnya : alasan kenapa Sagara bisa ke apartemen Alicia

Jangan lupa spam next di sini sebanyak-banyaknya!

Sampai bertemu di bab selanjutnya

With Love,

Asri Aci

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top