Bagian Enam | Pertemuan Kembali
Haiiiii???? Apa kabar semua?????
Kalian pembaca baru atau pembaca lamaaa?
Tulis jam baca kalian dong di sini!
Jangan lupa follow instagram :
asriaci13
sheakanaka
sagaramiller
Selamat membaca cerita Sagara
part ini cukup panjang, hadiah untuk kalian😘
***
Now Playing | Gentle Bones, Clara Benin - A Day At A Time
Bagian Enam - Pertemuan Kembali
Rasanya mungkin akan lebih membahagikan jika memiliki pasangan yang sejalan dan satu tujuan.
***
"Iya Ayah, Sye di sini makan teratur kok," jawabnya sambil menatap layar ponselnya, "Iya, nilai Sye juga engga turun." Sambungnya lagi, "Bukan engga mau ngabarin, Sye cuman banyak kegiatan aja buat tambah nilai, lagian di sini juga engga banyak main, tau sendiri gimana program di sini, kan?"
Selama hampir dua minggu, Shea memang belum sempat mengabari keluarganya secara intens, hanya sekadar membalas pesan orang tuanya secara singkat saja. Alhasil pagi ini, dia diceramahi selama beberapa jam oleh sang Ayah, dengan persoalan yang sama.
Gak boleh lupa makan, ibadah, selalu fokus sama study, gak boleh banyak ngeluh, jangan banyak main, gak boleh ikut-ikut pergaulan yang gak menguntungkan, harus selalu bisa jaga diri.
Shea hapal di luar kepala dengan ceramah dari Pak Akbar itu, apalagi kali ini dengan agenda Shea yang malas mengabari.
"Kamu itu jauh Shea dari keluarga, kami di sini khawatir, kamu itu anak perempuan, apa susahnya kamu telepon Ayah atau Bunda selama beberapa menit."
"Iya Ayah, Sye minta maaf, engga ulang lagi."
"Jarak dari sini ke tempat kamu tuh enggak deket Shea, jangan ngeyel dan merasa bisa hidup sendiri begitu. Kan waktu dulu komitmennya apa saat kamu Ayah dan Bunda izinkan pergi?"
"Iya Ayah."
"Lain kali engga ada alesan lupa lagi, selalu dikasih reminder untuk disempatin telepon keluarga yang di rumah."
"Iya."
"Perbedaan jarak, waktu, jangan ngebuat kamu semakin jauh dari keluarga."
Kali ini Shea menjawabnya dengan anggukan kecil. Bisa tidak sih, Shea menutup panggilan telepon itu secara sepihak saja, kalau cuman untuk dimarahi kan mood Shea juga jadi kurang baik.
Namun sepertinya penderitaan Shea pun belum juga berakhir, karena setelah selesai mengobrol dengan orang tuanya, dia harus menerima omelan dari Sagara. Pemuda itu udah sebelas dua belas seperti Ayahnya saja.
Rasanya menyebalkan.
"Hei..." panggilan itu menyadarkan lamunan Shea, melihat siapa yang datang. Tak ada senyuman ramah untuk menyambut seseorang itu.
"Lesu amat deh muka lo, kenapa?" tanya seorang pemuda yang kini duduk di samping Shea, "lagi latihan?" tanyanya lagi, karena pertanyaannya yang pertanya tak mendapat jawaban.
"Gak bisa latihan," jawab Shea
"Why? Lagi ga mood gitu ya?"
Shea menaikan bahunya sebagai jawaban.
"Lagi on period?"
"Teori dari mana sih tuh?"
"Biasanya begitu ya, kalau lagi period cewek-cewek kan pada males ngapa-ngapain, moodnya naik turun juga, siapa tau juga termasuk di lo."
"Sometimes sih Je," ujar Shea, "cuman sekarang bukan soal itu, gue lagi mumet aja."
"Wanna share with me? If you don't mind aja sih, soalnya kata temen-temen gue testimoninya kalau gue pendengar yang baik gitu."
"Padahal aslinya lo kepo aja kan ama urusan orang?"
Jaehyun tertawa mendengar ucapan Shea barusan, "Ngga gitu juga dong Sheaaaa..." Jaehyun mengayun nama Shea, terdengar sangat lucu, "Kan gue bilang kalau lo gak keberatan aja."
"Gue abis diomelin," ujar Shea
"Sama prof? Soal permainan piano lo?"
"Bukan soal piano sih," jawab Shea
"Jadi soal apa?"
"Lo kan tau akhir-akhir ini jurusan gue emang lagi gencar-gencarnya latihan, termasuk gue yang emang lebih banyak ngabisin waktu di ruang latihan ama ruang kelas aja. Meski ya gue juga beberapa kali hangout, cuman kan hangout with my friends juga yang dibahas isinya seputar resital lagi resital lagi, sampe kadang kita stres dan gak bisa tidur. Cuman ya karena itu, gue jadi lupa ngga ngabarin my parents, mereka ngomelin gue karena mereka pikir gue seneng-seneng aja sampe lupa, ya its my fault juga sih. Gue yang terlalu focus aja, tapi abis itu, cowok gue juga ikutan marah. Karena pasti keluarga gue juga nanya ama dia, soalnya tiap cowok gue nanya, gue selalu bilang kalau gue udah ngabarin keluarga gue, biar ga ribet soalnya dia tuh gitulah. Jadinya yaaa... gue gak bisa fokus apa-apa."
"She—"
"Gue lagk gak mau dimarahin lagi Je," potong Shea, "cape banget, energi gue udah kekuras abis."
"No," sanggah Jaehyun, "gak ada yang mau marahin lo."
"Thank you."
"So, lo free hari ini jadinya? Enggak ada latihan-latihan?"
"Ngga free juga sebenernya, gue pasti latihan cuman lagi rehat dulu aja, nunggu mood gue balik."
"Kalau gue culik lo, lo berkenan gak?"
"Ada ya orang mau nyulik izin dulu," cibir Shea
"Gue jamin lo gak bakal nyesel sih and worth it kalau lo pergi bareng gue."
"Seyakin itu?"
"Yes, gue pede sih."
"Tapi gue gak bisa lama, malem nanti gue mesti dinner di rumah cowok gue, it's okay?"
Jaehyun mengangguk, "Noprob, let's go." Ajaknya bersemangat.
Setidaknya Shea butuh sedikit hiburan, dia pun sempat mengirimkan beberapa pesan pada Sagara untuk memberitahu pemuda itu kalau Shea pergi bersama Jaehyun, meski tak ada jawaban sama sekali, sama halnya dengan Arthur, padahal Arthur yang biasanya selalu 24/7 saat Shea mengirim pesan atau panggilan, akan selalu ada jawaban, hanya saja hari ini berbeda.
"Lo tuh emang suka ngajakin orang random gitu ya Je?" tanya Shea saat mobil Jaehyun melaju ke tempat yang Shea sendiri tak tahu akan dibawa ke mana.
"Thats orang random." Jaehyun tertawa kecil, "Emangnya lo orang random ya Sye?"
"Harusnya sih iya ya... maksud gue orang yang gak beneran deket ama lo gitu."
"Sometimes sih," jawab Jaehyun, "gue seneng aja pergi-pergi, bukan tipe yang diem terus mumet mikirin masalah kaya lo tadi."
"Brengsek," maki Shea, "tujuannya ke sana toh."
"Masalah tuh bukan dipikirin tapi dinikmatin aja."
"Orang gila mana yang punya masalah dinikmatin anjir," omel Shea
"Ya elo kan tadi, dinikmatin."
"Tolong ya bedain dinikmatin ama dipikirin," cibir Shea, "ini lo mau ajak gue ke mana sih? Kasih gue spoiler ya tolong, jangan kaya Tuhan masalah hidup gue engga ada kunci jawabannya."
"Loh kan lo sendiri jawabannya," ujar Jaehyun
"Hah? Apa sih? Gue apaan?"
"Jawaban dari doa-doa gue, jokes hahaha."
"Apa sih sinting, gak jelas lo. Freak abis. Gak usah sok ngide flirting ke gue lo Je, pertahanan gue susah ditembus soalnya."
"Oh cowok lo penguasa bumi ya?"
"Apa urusannya ama penguasa bumi?"
"Gak ada sih."
Mobil Jaehyun masuk ke parkiran gedung yang sangat asing bagi Shea, mungkin bisa dibilang dia baru pertama kali ke sana.
"Mau ke mana sih?"
"Tenang aja lo pasti suka, hidden gem soalnya ini, sampe lo gak tau begini."
"Gak aneh-aneh kan lo?"
"Kagak buset, percaya aja udah. Serahin semuanya ama gue."
Dipaksa pun percuma, jadi Shea hanya pasrah aja mengikuti akan dibawa ke mana oleh Jaehyun hari itu. Shea pun bisa melihat ada segelintir orang yang masuk ke dalam gedung itu dengan berpenampilan old money, rata-rata usia mereka sudah di atas 40 tahun, kalau bisa Shea kategorikan, dan hanya mereka berdua saja yang masih remaja.
"Lo bawa gue ke tempat dugem ya?" bisik Shea
"Apa gak encok itu bapak-bapak ke tempat dugem," balas Jaehyun
"Iya juga sih."
Shea diam saja di samping Jehyun, saat pemuda itu mengobrol sebentar dengan orang yang menjaga pintu masuk.
"Tempat apaan sih, jual beli narkoba apa ya, sampe dijaga begitu."
"Ayo Sye," ajak Jaehyun, Shea mengangguk.
Matanya melotot saat dia masuk ke aula dengan stage megah, di sana ada piano berwarna hitam.
"Je..."
"I said you before kan, lo bakalan suka."
"Kok bisa sih lo."
Jaehyun tak menjawabnya dia hanya mengedipkan sebelah matanya. Entah bagaimana juga Jaehyun mendapatkan kursi VIP menjadikan Shea dan Jaehyun duduk di tempat strategis seperti sekarang.
Kalau dipikir-pikir dan dipukul rata pun, Jaehyun bukan orang sembarangan sampe bisa melakukan hal ini. Bagi mereka ini hal yang mudah sepertinya.
"Keluarga gue salah satu sponsornya," beritahu Jaehyun, "ini enggak terbuka untuk umum pertunjukannya, cuman invitation aja."
"Ih ini gue ga apa-apa beneran nonton?"
"Ya gapapa dong Sye, kan gue yang ajak, kalau lo mau nonton lagi, entar gue kasih invitationnya, atau lo mau nonton ama gue?"
Obrolan mereka terhenti ketika pertunjukan akan dimulai. Kilas balik ke belakang, taste musik Shea banyak berubah akhir-akhir ini, dia memang masih menyukai untuk datang ke acara festival, atau mendengarkan lagu pop dan rnb, tapi jika dibandingkan dengan music classic semua itu kalah.
"ItuDamian Raizel, kan?! DEMI APA?" tanya Shea semangat saat melihat seorang pria yang duduk di kursi piano, "PLISSSS INI GUE GAK MIMPI KAN, cubit gue Je?"
"Lo suka ama dia ya?"
"IYA PLISSSSS ARGHHHH DIA FAVORITE GUE BANGET, gue tiap latihan acuan gue selalu dia. Nangis aja ya gue, Jae thank you, plis lo emang the best banget, ah shit, beneran nangis gue."
Sepanjang permainan Damian Raizel, Shea benar-benar terharu sampai gadis itu menangis. Permainan pria itu memang salah satu acuan Shea dalam bermain piano, selain ketukannya, dia juga memiliki ritme juga perasaan yang tak semua orang bisa melakukannya
Dia harus berterima kasih banyak pada Jaehyun, berkatnya Shea melupakan masalahnya pagi ini, dia juga menjadi tambah semangat bermain piano. Terlebih, dia bisa melihat permainan Damian Raizel di depan matanya langsung. Harusnya Shea tau shownya, tapi sepertinya kali ini benar-benar private show karena tidak dipublikasikan di media sosial mana pun.
***
"Gue udah bilang kan, bakalan worth it?"
"Ih iya, ajak gue lagi ya Je kalau ada show show gitu, plisss, gue bayar engga apa deh."
"Cuman pas Damian aja?" tanya Jaehyun, "atau lo suka siapa lagi deh?"
"Siapa aja sih sebenernya, gue tuh suka aja, biar jadi referensi, tapi kalau Damian Raizel gue beneran gak bakal nolak, gue sibuk pun bakal gue terobos demi nontonin dia asli."
"Oke, nanti gue kabarin." Mobil Jaehyun sudah memasuki kawasan apartemen Shea, "Ini beneran ga apa-apa gue balikin lo disaat lo belum makan? Gak enak gue, gue ngajak lo pergi tapi kita gak makan dulu."
Shea menggeleng, "Gak usah Je, lagian bentar lagi cowok gue jemput kayanya, kapan-kapan gue kenalin deh, kayanya lo bakal bisa temenan ama dia."
"Masa iya?"
"Feeling aja sih, sekali lagi thanks ya Je. Hati-hati di jalan, kabarin kalau udah sampe ya?"
"Biar apa tuh?"
"Gue orang terakhir yang pergi ama lo ya, kalau lo kenapa-napa, gue tersangka utamanya."
Jaehyun tertawa, "Okay, gue balik ya, bye Sye, see you."
Baru saja Shea masuk ke lobby apartemen, dia sudah bisa melihat Sagara menunggu di sana, lengkap dengan stelan jasnya, kedua tangannya berada di saku, bersandar ke dinding sambil menatap dengan tatapan kesal ke arahnya.
"Siapa tuh?" tanyanya ketus.
"Jaehyun," jawab Shea, "I've mentioned his name deh ke kamu," sambungnya, "and aku juga udah kasih tau kamu dan Arthur kalau aku pergi ama dia."
"Ada aku kasih izin?" tanyanya
"Oh... Gar... not here." Saat ini mereka masih ada di ruang terbuka, tidak lucu juga jadi tontonan banyak orang.
"Segitu susahnya kamu nunggu balesan aku?"
"Sagara, stop, please."
Meski dengan raut wajah kesal, Sagara menahan emosinya dan mengikuti Shea masuk ke lift, menekan tombol lantai apartemennya. Padahal saat pergi dengan Jaehyun tadi mood Shea benar-benar baik, tapi melihat Sagara seperti ini, tiba-tiba percuma saja memperbaiki mood kalau akan selalu dirusak seperti ini.
"Ke mana tadi kamu pergi?" baru saja pintu apartemen terbuka, Sagara sudah bertanya tanpa basa-basi, "Seru ya pergi ama cowok sampe lupa ngabarin? Apa jangan-jangan kemarin juga begitu? Heran deh aku sama pergaulan kamu."
"Gar, aku beneran latihan," ujar Shea, "aku pergi bareng Jae pun tadi enggak direncanain sama sekali, kamu tau tadi pagi aku abis diceramahin sama Ayah terus kamu juga ikutan ngomel kan—"
"Suruh siapa kamu terlalu sibuk, banyak kali Sye yang lebih sibuk daripada kamu tapi tetep bisa nyempetin ngabarin."
"Bisa enggak sih aku selesaiin dulu mau ngomong apa, engga asal kamu potong gitu aja?"
"Oke, silakan."
"You know Me Gar, kalau lagi diserang sana sini aku engga bakalan bisa fokus, aku seharian di ruang latihan dan beneran gak bisa latihan sama sekali, kepalaku beneran penuh, lalu aku ketemu dia, dia ngajak aku pergi sebentar, dia cuman ngajak aku nonton pertunjukan piano. Gak lebih, untuk referensi aku juga."
"Yakin? Itu doang?"
Shea mengangguk, "Iya, itu doang. Kenapa sih kamu tuh selalu negatif thinking sama orang-orang, gak semua orang baik itu suka sama aku, lagian aku selalu kasih batasan aku ke dia, selalu."
"He reminds me of someone," jujur Sagara
"Who?"
"Adnan, your first love."
Deg. Shea pun merasa demikian saat pertama kali, tapi memang ada beberapa hal dari keduanya yang sedikit mirip, tapi Shea tidak merasa deja vu sama sekali.
"No, they're different," ujar Shea, "Engga ada yang bisa gantiin dia, dan gak akan ada yang bisa seperti kamu buat aku. Aku bahkan rela engga makan sama Jae karena aku janji mau dinner sama kamu."
"Really?"
Shea mengangguk, "Iya."
"Kamu nolak dia? Atau gak diajak makan?"
"I tell him before sih, sebelum dia ajak aku pergi, aku bilang ke dia kalau aku udah ada janji sama pacarku jadi enggak bisa lama-lama."
Semula yang tak ada senyuman di wajah Sagara kini langsung terpatri, "Kamu bilang gitu sama dia?"
Shea mengangguk, "Iya."
"Oke."
"Oke? Apanya yang oke?"
"Ga apa-apa," jawab Sagara, suaranya sudah melunak, Shea bisa memastikan bahwa Sagara sudah tidak marah lagi padanya, "Malem ini sama Alicia juga."
"Yes. Thank you Sayang."
"Anytime babe. Kapan-kapan kenalin aku ya ke si Jaehyun Jaehyun itu."
"Will do."
***
Terima kasih sudah membaca cerita Sagara
Spam komen next di sini!
Sampai bertemu di chapter tujuh!
With Love,
Asri Aci
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top