Bagian Dua Puluh | Yang Terjadi Sebelumnya
Update lagi!!!! Seneng gak???
Part ini beneran panjang banget! Malahan harusnya lebih panjang, cuman takut kepanjangan jadi aku simpen buat bab selanjutnya🤭
Kalian baca ini di jam berapa?
Puasa ngga guys?
Jangan lupa untuk vote dan komentar ya! Wajib🫵🏻 ramein tiap paragrafnya biar aku update cepet 😌🤪🤜🏻
Jangan lupa follow instagram :
asriaci13
sheakanaka
sagaramiller
Selamat Membaca Cerita Sagara
***
Now Playing | Keshi - I swear I'll never leave again
Bagian Dua Puluh | Yang Terjadi Sebelumnya
Pancaran aura orang punya pacar itu terkadang berbeda, mungkin karena mereka memancarkan aura orang berbahagia, menjadikan mereka terlihat lebih menarik daripada orang-orang yang masih sendirian.
***
"You guys wanna grab lunch at Papito's?" tanya Amanda yang baru saja datang kelas pagi.
"Ini masih pagi ya Man, lo udah ngomongin soal lunch aja," cibir Shea yang kini dibalas tawa renyah dari Amanda.
"Gue kan tipe orang yang mikirin masa depan, lagian apa salahnya kalau gue mikir nanti mau makan siang di mana, kan?"
"Ya udah, di Papito," putus Shea pada akhirnya, "Chels lo ikut?"
"I'm in," jawabnya, meski tatapan matanya tak teralihkan sama sekali dari buku pelajaran yang tengah ia baca.
Sebenarnya di hari-hari tenang seperti ini, Shea membutuhkan distraksi agar tak terfokus pada hasil di kemudian hari. Sejenak dia harus melupakan sedikit overthinkingnya.
"Anyway, gue denger-denger kemarin Kak Melvin ketemu sama mantannya." Amanda membuka topik dipagi hari ini, tentu saja topik hangat itu mampu membuat Chelsea mengalihkan pandangannya dari bukunya.
Memang pesona Melvin tak ada tandingannya untuk Chelsea.
"Who said that?" tanya Chelsea
"I don't know, gue cuman denger-denger, udah rame kok di angkatan. Katanya juga dia datang pas evaluasi kemarin itu loh, terus bawa buket buat Kak Melvin. Mereka balikan?"
"Engga," bantah Chelsea, "Gak balikan."
"Dih, terus ngapain dia dateng bawa buket?" todong Amanda, "Apa itu juga alasannya kenapa Kak Melvin engga punya pacar lagi sampai sekarang karena belum move on?"
"Emangnya kenapa? Apa salahnya support mantan?" Chelsea menjawabnya tak suka, "Menurut gue sah sah aja tuh, ngga melulu balikan kalau berhubungan sama mantan."
"Agak kontradiktif kalau lo yang ngomong tau," ujar Amanda, "setau gue, lo paling benci temenan atau masih berhubungan baik sama mantan lo. Lagipula masalahnya apa kalau mereka balikan? Lagian juga, dia gak bakal mau sama kita meski single."
"Gue... gue cuman ngga mau, Kak Melvin kaya dulu lagi, sampe hiatus dan ngilang gitu aja tanpa kabar karena mantannya."
Saat Amanda dan Chelsea masih memperdebatkan perihal kedatangan Alicia hari itu, Shea memilih untuk bungkam. Sebenarnya Chelsea bukan pasukan pembenci Alicia, justru sebaliknya gadis itu mengagumi Alicia, namun tentu saja Chelsea adalah orang nomor satu yang menentang kalau Melvin kembali bersama Alicia.
Itu tidak akan terjadi bukan? Seperti apa kata Sagara, kalau Alicia memiliki kekasih dan mereka sudah berniat serius meski usia keduanya masih muda.
"Tanya Kak Melvinnya aja langsung," celetuk Shea di tengah-tengah perdebatan keduanya.
Kompak, keduanya menatap Shea dengan manik mata yang jengkel.
"Yang bener aja dong!" seru keduanya.
"Daripada kalian menduga-duga kan? Mendingan nanya langsung? Apa yang salah?"
"Lo bener-bener enggak kenal baik Kak Melvin itu gimana ya Sye," ucap Chelsea, "dia emang ramah pada semua orang, tapi bukan berati karena itu lo bisa anggap lo ama dia itu deket. Kak Melvin tuh, enggak suka berbagi hal-hal privasi soal dia."
Benar juga apa yang dikatakan oleh Chelsea, selama ini pun hubungan Shea dan Melvin hanya sebatas mentor dan anak didikan saja. Tak pernah lebih dari itu. Kalau pun tidak soal piano, saat itu Melvin hanya memberikan gambaran umum mengenai curhatan Shea, dan hanya Shea yang bercerita, sementara pemuda itu tidak sama sekali membuka diri soal dirinya.
Kalau begini, Melvin seperti terlihat mudah diraih tapi nyatanya dia adalah seseorang yang sangat sulit untuk digapai, itu hanya kamuflase.
Tapi semua itu tak ada hubungannya dengan Shea, dia pun tak pernah tertarik mengenal Melvin lebih dalam. Hanya sebatas kekagumannya mengenai permainan pianonya, yang sangat-sangat jenius.
"Iya sih..." respons Shea menggantung, "Dia selalu set boundaries sama orang-orang ya?"
Chelsea mengangguk setuju.
"Rata-rata orang yang begitu, dulunya pernah terlalu percaya terus dikhianati," celetuk Amanda, "mungkin aja dia pernah diselingkuhin."
"Lo tuh bikin rumor yang nggak masuk diakal mulu!" hardik Chelsea tak terima, "Gue emang gak tau permasalahan Kak Melvin ama Alicia putus, tapi gue yakin bukan soal perselingkuhan. Soal kepercayaan tuh bukan cuman diselingkuhin doang tau masalahnya." Tambahnya
"Ampuni hamba Paduka," ejek Amanda, "Lo tuh bela Kak Melvin udah kaya bela negara aja."
"Suka-suka guelah."
Shea melenguh karena perdebatan kedua temannya tak kunjung usai. Selalu saja ada perdebatan. Untungnya, Profesor Kim sudah masuk kelas dan keduanya menyudahi perdebatan itu.
Jujur saja pada awalnya Shea sangat kesulitan untuk menyusun skala prioritas miliknya, dari cara dia belajar, juga mengejar ketertinggalannya. Di mana teman-temannya sudah memiliki pendidikan dasar sejak kecil, sementara dia baru menekuni piano dengan serius di SMA kelas dua. Pada saat itu, Shea ingin menyerah saja, dia seperti orang bodoh yang terjebak di antara orang-orang jenius.
Seperti bebek buruk di antara kumpulan para angsa yang cantik.
Kalau tidak ada Jessica yang membantunya menyusun metode belajar yang efektif dan efisien, dukungan dari keluarga dan Sagara. Juga, Sagara yang membantu dia mencarikan maestro terbaik untuk melatih Shea pada semester pertama.
Jadi, saat dia bermalas-malasan, dia selalu ingt kembali dengan perjuangannya untuk sampai ke titik ini. Banyak yang dia korbankan, dan itu sudah menjadi konsekuensi atas pilihannya.
Terkadang Shea pun berpikir, seandainya dia memilih untuk melanjutkan sekolahnya di Indonesia saja, mungkin dia tak perlu bersusah payah seperti sekarang, mempertahankan nilainya, memangkas waktu bermainnya dengan berlatih piano juga mengulas pelajaran di kelasnya.
Shea juga mau kok tidak memiliki kekhawatiran seperti dulu, seperti orang-orang, hanya bersekolah saja, tanpa harus memikirkan yang lainnya. Tidak perlu khawatir nilai mereka akan turun dan beasiswanya dicabut, tidak perlu menjukan pada orang-0rang kalau dia layak untuk bersanding bersama Sagara.
***
"Beneran gak punya temen ya lo?" sindir Chelsea saat Jaehyun ikut duduk bersama mereka di Papito.
Sementara Jaehyun, pemuda itu mengabaikan sindiran Chelsea dengan menuliskan pesanannya di kertas menu.
"Lo ngasih tau dia kita di mana ya Sye?" tanya Chelsea
Shea mengangguk, "Dia nanya, gue gak tau dia bakal nyamperin."
"Menyebalkan."
"Apa sih Cecel?" tanya Jaehyun sambil meledek Chelsea, "Harusnya lo seneng, di geng lo ini ada bunga bermekaran seperti gue."
"Gue aduin nyokap lo ya."
"Mau ngadu apaan? Gue ikutin lo? Gapapa gak sih? Mereka kayanya bakalan seneng-seneng aja tuh."
Chelsea kalah beradu argumen dengan Jaehyun, gadis itu memilih untuk tak melanjutkan lagi.
Shea pun baru tau baru-baru ini, kalau orang tua Jaehyun dan Chelsea saling mengenal, tapi itu bukan lagi hal baru untuk kalangan mereka. Lingkrannya pasti disitu-situ saja, jadi wajar kalau mereka saling mengenal.
"Gue kayanya semester depan mau apply jurusan di kampus lain," ucap Amanda, "belum tau kampus mana sih, masih ada beberapa pilihan, mau diskusi dulu sama my family."
"Kenapa?" tanya Shea
"Gue emang suka piano," jawab Amanda, "tapi ya... masa depan gue juga udah ditentuin, gue ngerasa ya piano hanya sebatas hobi yang bikin gue happy gitu. Tapi, gue gak bisa stuck di sana, dan gue gak bisa menjadikan pianis sebagai mata pencaharian, gue gak sehebat itu, ujungnya malah pengangguran."
Shea pun ingin begitu.
"Bagus buat lo," ujar Jaehyun, "nyokap juga nyaranin begitu sih. Lo juga kan Chels?"
"Gue belum mikirin," jawab Chelsea, "gimana nanti. Mereka bebasin gue mau jadi apa aja."
"Iya juga sih Tuan Putri seperti lo gak bakalan dipaksa ini dan itu," balas Jaehyun, "apalagi lo bukan anak pertama, yang lanjutin usaha keluarga lo ya kakak lo. Terus lo, nanti juga punya suami, ikut apa kata suami lo, meski kebanyakan pernikahan bisnis sih."
Mendengar ketiganya membicarakan hal itu, Shea seperti outsider. Dia hanya tau, kalau dia tidak bersungguh-sungguh maka semuanya akan berakhir.
"Kalau lo gimana Sye?" Jaehyun bertanya pada Shea.
"Eh gue?" Shea bingung karena diberi pertanyaan dadakan, "Gue ngga pernah kepikiran selain main piano sih, gue juga gak tau gue bisa ngapain."
"Lo sih bakalan sukses jadi pianis Sye," ungkap Amanda, "jadi emang harusnya lo fokus di sana aja." Tambah Amanda
"Gitu ya...?"
"Cowok lo juga dari keluarga terpandang, hartanya juga gak bakalan abis tujuh turunan, kehidupan lo sempurna Shea. Banyak orang yang mau diposisi lo sekarang, meski ya cowok lo kadang ngeselin juga kalau lagi posesif dan cemburuan."
"Itu kan keluarga Sagara, engga ada kaitannya ama gue."
"Bukannya kalau terlalu beda gitu, bakalan sulit juga ya buat menyesuaikan?"
Pertanyaan Chelsea barusan mendapat pelototan dari Amanda dan Jaehyun secara bersamaan.
"Iya juga sih," jawab Shea disertai kekehan, "tapi gue engga mikirin ke sana ko, selagi gue ama Sagara happy yaudah. Lagipula masih pacaran juga, belum yang serius-serius banget."
Bohong. Itu semua adalah kebohongan. Tak pernah ada satu haripun terlewat dari dia yang tidak memikirkan perbedaan kasta antara dirinya dan juga Sagara.
Tapi, teman-temannya tak perlu tahu akan hal itu. Karena itu masalahnya.
Pesanan mereka datang, fokus teman-temannya kini pada makanan yang sudah ada di meja. Shea cukup beruntung, karena tak harus membahas persoalan itu lagi sekarang.
"Taste this one." Jaehyun menyodorkan piring pada Shea, "This is my favorite in Papito's, tell me what you think."
Shea menyuap satu sendok makanan yang dipesan oleh Jaehyun, namun di luar dugaan kini matanya berbinar. Makanan itu meleleh di mulutnya.
Super duper lezat!
"Ini bakalan jadi menu favorite gue sih!" ucap Shea semangat, "Beneran seenak itu Je! Lo kok bisa tau ada menu yang enak begini?"
"Waktu itu iseng-iseng aja, ditawarin katanya menu baru, eh taunya beneran hidden gem gitu."
"Gue mau coba juga." Chelsea dan Amanda pun ikut mencoba makanan yang dipesan oleh Jaehyun.
Siang itu mereka berakhir dengan obrolan-obrolan ringan. Shea juga banyak tertawa, dan merasa bahwa ini adalah kehidupan kuliahnya yang normal. Shea berharap selamanya akan seperti ini. Pertemanan ini, akan selamanya. Dia menyayangi ketiga temannya itu.
Selepas pulang dari Papito, Shea pulang bersama dengan Jaehyun. Dia sudah mengirimkan pesan pada Sagara, kalau dia pulang bersama temannya, salahnya juga kalau dia tidak menyebutkan kalau itu Jaehyun.
Shea lupa.
Lagipula baginya Jaehyun sama seperti kedua temannya yang lain, tak ada yang berbeda meski dia lawan jenis.
"Malem mau makan bareng ngga?" tawar Jaehyun, "Bills on me deh."
"Lo kesepian ya Je?" tanya Shea
Jaehyun tertawa, "Iya nih, feeling lonely," jawabnya, "tapi ngga yang sekesepian itu, cuman kan lebih enak ada temen gak sih? Sambil ngobrol, kalau lo gak keberatan sih."
"Gue udah tau ya, kalau gue nolak, lo bakalan punya seribu cara supaya gue bilang iya."
Jaehyun kembali tertawa mendengar jawaban Shea barusan, "Lo semengerti itu ya sama gue," katanya, "Terharu gue. Coba aja lo gak punya pacar ya."
"Kenapa? Mau lo pacarin?" Shea mengatakannya bermaksud bercanda, tapi jawaban dari Jaehyun benar-benar di luar dugaannya.
"Kalau lo mau sih, ayo aja," jawabnya
"Jawaban apaan begitu, pasrah banget."
"Gue tipe yang suka karena terbiasa," ujar Jaehyun, "jadi love at first sight ngga berguna buat gue. Pacaran ama lo ngga ada ruginya juga buat gue."
"Ngaco," ujar Shea, "gak usah bahas ke sana, gue punya cowok."
"Kan seandainya, serius amat sih idup lo." Jaehyun tertawa renyah, seolah ucapannya tak berarti apa-apa untuk Shea, "Lagian belum tentu juga kita bakalan deket kalau lo gak punya cowok."
"Iyalah terserah lo."
"Lo kan gak tau, pesona cewek punya pacar tuh beda gitu pancarannya."
"Jauh-jauh lo dari gue!"
"Bukannya emang gitu ya? Apa gue aja ya? Gue kadang kalau punya cewek, kadang ada aja di mana gue ngeliat cewek lain yang lebih dari cewek gue. Ujungnya malah bandingin."
"Lo nya aja ngga bersyukurlah itu!"
"Iya sih." Jaehyun setuju dengan perkataan Shea tentangnya. "Selalu kurang padahal udah dikasih yang lebih ya."
"Yup."
"Lo mau nyoba masakan gue aja atau mau makan di luar hari ini?" tanya Jaehyun.
"Lo beneran bisa masak?" Shea balas bertanya, "Gak yakin gue, cowok modelan kaya lo gitu."
"Kaya gue gimana?"
"Tuan muda, yang apa-apa udah disiapin, lo bangun ya tinggal bangun, mandi dan semuanya disiapin oleh orang yang dibayar sama keluarga lo. Like a prince, I think."
"Waduh," keluh Jaehyun, "gue beneran bisa masak tau, kan udah lama juga tinggal sendirian. Gue engga se pangeran itulah, meski iya sih di rumah gue apa-apa disediain."
"Bener? Gue ngga bakalan mati kan ya?"
"Kerancunan dikit mah ga apa kali Sye."
"Kan."
"Bercanda Shea, kita belanja dulu deh terus entar lo buktiin sendiri gue bisa masak apa engga."
Jaehyun memarkirkan mobilnya di parkiran super market yang tak jauh dari kawasan apartemen mereka.
Shea mengekor di belakang Jaehyun yang sudah membawa troli. Shea menatap Jaehyun yang kebingungan mencari posisi bahan-bahan yang dibutuhkannya.
Pandangan matanya beralih ke sana ke mari.
"Di mana sih?" Dia mengagruk tengkuknya, matanya fokus ke layar handphone, kemudian ke barisan rak bahan makanan.
Shea berjalan mendekat, "Ini." Dia mengambil satu kaleng kornet sapi, "Lo nyari ini kan?"
"Eh iya."
"Gue aja deh yang nyari, mana listnya."
Jaehyun memberikan list belanjaannya pada Shea, dan ajaibnya Shea bisa mendapatkan sisa bahan makanan secepat kilat, bahkan bahan-bahan yang tak tercatat di sana, Shea menambahkannya.
"Wife material banget ya lo," komentarnya
"Babu material."
Keduanya tertawa saat mendengar hal tersebut. Berjalan-jalan di supermarket, itu yang biasa Shea lakukan dengan Sagara, tapi akhir-akhir ini mereka tak bisa melakukan itu karena kesibukan keduanya.
Tidak apa-apa, tidak harus selalu berdua. Hidup bukan hanya tentang pasangan.
Shea tak lekas pulang dulu ke apartemennya, dia langsung ikut ke apartemen Jaehyun. Ini adalah kali pertama Shea ke sana, ukuran apartemen milik Jaehyun jauh lebih luas dari milik Shea. Dekorasinya, didominasi warna kayu, kalau dilihat dari semua barang yang tertata rapi, Shea yakin kalau Jaehyun sangat sensitif mengenai barang-barangnya.
"Lo rapi juga ya anaknya," komentar Shea
"Ada Mbak yang bersihin," jawab Jaehyun
"Oalah. Kirain lo beresin sendiri. Baru aja mau gue kasih pujian."
"Lo duduk aja, gue bakalan siapin makanannya."
Pantry yang sengaja dibiarkan terbuka, membuat Shea bisa melihat aktivitas Jaehyun di sana. Sepertinya pemuda itu kesulitan, dari banyaknya tempat yang ada di sana, juga dia yang bingung dengan penyimpanan barang-barangnya. Membuat Shea mau tak mau ikut turun tangan ke sana.
"Makin gak yakin gue lo bisa masak," sindir Shea, "beneran kan Je? Gue ga apa loh kalau makan di luar, atau lo masakin mi instan aja."
"Bisa kok! Beneran!"
"Gue bantuin deh." Shea mencuci tangannya terlebih dahulu, lalu mengambil alih pisau untuk memotong bahan makanannya, "Lo fokus sama dagingnya aja. Ini biar gue aja."
"Oh... oke... sorry."
"It's okay. Buat kita makan berdua juga."
Tanpa Shea tahu kalau ponsel yang dia tinggalkan di sofa milik Jaehyun bersama dengan tas sekolahnya, menampilkan sejumlah pesan dan juga panggilan telepon yang tak mendapat jawaban sama sekali.
Tentu, semua itu berasal dari kekasihnya, Sagara.
***
Terima Kasih Sudah Membaca Cerita Sagara
Tadinya mau aku masukin di sini part Sagara, Shea dan Jaehyun tapi kepanjangan, jadi next chapter saja yaw
Spam komen 500 buat next! 🫵🏻
Kalian tim mana nih? Udah mulai oleng ke SheaJeje belum? Atau malah ke GaraLice? Apa masih di kapal SheaGara🫵🏻
Sampai bertemu di bab selanjutnya.
With Love,
Asri Aci
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top