Bagian Dua Puluh Tiga | Semakin Terasa Jauh

Ada yang nungguin update????

Absen di sini kalian baca di jam berapa?

Jangan lupa untuk vote dan komentar ya!

Jangan lupa follow instagram :

asriaci13

sheakanaka

sagaramiller

Selamat Membaca Cerita Sagara

***

Now Playing | Ghea Indrawari - Berdamai

Bagian Dua Puluh Tiga | Semakin Terasa Jauh

Ini hanya perasaanku atau memang kenyataannya seperti ini. Kamu dekat namun tersasa jauh, tak tergenggam dan lama-lama akan menghilang

***

Saat pintu terbuka, Sagara langsung mengalihkan pandangannya pada arah pintu. Senyumnya merekah melihat orang yang datang.

"Hei Babe!" panggilnya senang, Sagara berjalan menghampiri Shea, menarikan kursi untuk kekasihnya itu duduk, "By the way, aku udah pesenin makanan kesukaan kamu."

Shea mengangguk tanpa menjawabnya.

"Kamu sakit?" tanya Sagara sambil mengecek dahi Shea dengan tangannya, "Engga panas kok."

"Aku ngga sakit." Jawab Shea singkat, nada bicaranua terdengar kurang ramah.

"Oh iya aku punya sesuatu buat kamu, sebentar. Tunggu di sini." Sagara pergi ke luar ruangan, kini hanya ada Shea dan Alicia di dalam ruangan itu.

Shea curi-curi pandang ke arah Alicia, sangat tidak nyaman berada di ruangan yang sama. Padahal, Shea tak ada masalah apa pun dengan Alicia, hanya saja moodnya dalam keadaan tidak baik, jadi dia merasa kalau Alicia sedikit menyebalkan meski tidak melakukan apa pun.

Definisi, Alicia napas aja salah bagi Shea untuk saat ini.

"Gue ama Sagara harus ke luar kota malam ini." Alicia membuka percakapan pertama kali, "Lalu ada yang harus kita bahas untuk meeting besok."

Gak nanya sumpah. Ke luar aja sih. Ganggu waktu dia berduaan sama Sagara.

"Gue nawarin buat berangkat barengan, karena kalau masing-masing kita gak punya banyak waktu untuk diskusi. If you don't mind sih."

"Oh... ya udah," ujar Shea mengambang, "buat kerjaan, kan?" Shea mencoba memvalidasi lagi.

Alicia mengangguk, "Iya buat kerjaan, ada asisten gue dan Sagara kok. Kita engga berduaan aja kalau lo khawatir. Gue ngasih tau lo, karena gue mikir takutnya Sagara bingung ngasih tau lo nya, jadi gue duluin."

"Gue—"

Belum saja Shea melanjutkan kalimatnya untuk menjawab Alicia, pintu ruangan itu terbuka.

"Surprise!" Sagara membawa buket bunga yang cukup besar dengan paperbag brand mewah di tangannya, "Congrats Babe," ujarnya sambil tersenyum bahagia, "Hari ini pengumumannya kan?"

Benar, dan hasilnya mengecewakan.

Daripada Shea menampilkan wajah masamnya, gadis itu seketika menetralkan ekspresi wajahnya, "Aku lebih suka bunga bank daripada bunga begini," omelnya, "kemarin kan udah, masih ada tuh buket bunganya di apart aku. Lama-lama aku buka toko bunga deh Gar."

"Tapi tetep aja kamu terima, kan?"

"Ya karena lo kasih," cibir Shea, "nanti lo sedih lagi kalau gue tolak. Lagian, gue kaya kuburan baru aja sih dikasih bunga mulu."

"Tuh kan lo tuh, gak bisa gue ajak romatis dikit," keluh Sagara, tapi pemuda itu duduk kembali di kursinya.

Sagara terus memerhatikan Shea tanpa berbicara sedikit pun, hanya memandang, tanpa berkedip.

"Apaan sih lo ngeliatin gue segitunya."

Shea mengatakannya dengn nada ketus, padahal dalam debaran jantungnya sudah berdisko ria.

"Kamu cantik banget hari ini." Puji Sagara dengan pandangan matanya hanya memerhatikan Shea, "Padahal kemarin kita baru ketemu ya?"

Benar, dan setelah itu lo menghilang.

Iya, dan setelah itu lo menghilang.

"Jadi gue kemarin gak cantik gitu menurut lo?" tuding Shea, "Gue cantiknya hari ini aja gitu?"

"Gak gi—"

"Gue tunggu di luar ya Gar," pamit Alicia Alicia, "Enjoy your time. Jangan kelamaan, kita ngejar flight." Alicia menepuk pundak Sagara, dan tersenyum ke arah Shea.

Ngapin sih, pegang-pegang cowok orang. Gatel.

"Iya, iya bawel deh lo."

"Gak tau terima kasih padahal gue nemenin lo sebelum cewek lo datang."

"Sana, sana, hus, hus ke luar lo, ganggu orang pacaran aja."

Setelah Alicia pergi meninggalkan keduanya, Shea dan Sagara saling diam satu sama lain. Untungnya Shea bisa fokus ke makanannya.

"Gar—"

"Sye—"

"Kamu duluan aja," ujar Sagara sambil tersenyum, "Kenapa Sayang?"

"Gue... ngga lolos." Shea enggan menatap mata Sagara, jadi dia hanya menunduk dan memainkan sumpitnya.

Hening, tak ada jawaban sama sekali.

"Lo," jeda Shea seperkian detik, "kecewa ya?" tanyanya.

Sagara lantas menggenggam tangan Shea, "Hei, liat aku," pinta Sagara, "Shea?"

"Yaa... aku fokusin semuanya ke sana sampe mengabaikan lo, pede bakal lolos bilang ke granny, taunya ekspektasi gue yang ketinggian. Maaf ya Gar, aku ngga bisa menuhi standar itu."

"Siapa yang ngga memenuhi standar siapa?" tanya Sagara tak suka, "Dari awal pun, aku engga pernah menuntut hal itu. Aku selalu bilang, kalau yang terpenting buat aku kamu bahagia Sye."

"Iya," jawab Shea, "sekarang aja aku datang ke sini merasa malu, kenapa ya, aku ngga bisa memenuhi semua yang aku mau. Kenapa, aku selalu gagal padahal selangkah lagi berhasil. Apa emang aku ngga ditakdirkan bertahan sampe akhir ya Gar?"

"Kok gitu ngomongnya?" Sagara menghela napasnya perlahan, "Shea, selama ini yang kamu lakuin seengganya udah bikin aku bangga. I'm so proud of you. Dalam bentuk apa pun itu."

"Granny? Ayahku?"

"Granny biar jadi urusan aku," jawab Sagara, "ngga usah dipikirin dulu ya? Ya meski bakal kepikiran sih."

"Kamu ada kerjaan ke luar kota ya?" Shea mengubah topik pembicaraan mereka, terlihat dari respons Sagara yang mengerutkan dahinya, tapi akhirnya Sagara mengangguk pelan.

"Iya, buat semingguan aku di sana, sama Alicia," jawab Sagara, "nanti aku juga berangkat bareng ama dia, soalnya ada yang harus kita obrolin dulu, engga ada waktu kalau pisahan. Gapapa, kan?"

"Iya tadi Alice juga udah ngasih tau aku, ngga apa-apa kok, kan buat kerjaan."

"Padahal cemburu aja dong. Nanti aku kasih tulisan jaga jarak biar aman."

"Boleh juga kalau begitu."

"Aku minta maaf duluan, misal nanti selama aku di sana susah ngabarin kamu. Tapi aku bakal selalu berusaha buat hubungin kamu. Kalau kamu penasaran aku ngapain aja, aku udah minta Arthur buat daily report ke kamu."

"Bakalan susah banget emangnya?"

Sagara mengangguk, "Iya, soalnya Alice ngga suka kalau lagi kerja mainan handphone."

"Nurut banget, kaya pembantunya aja."

"Tapi dia bener kok, kan biar aku lebih fokus. Lagian dia tuh suka laporan ke Daddy, ngaduan. Jadi ya udah aja."

"Lo deket banget ama dia ya?"

"Ah, engga," bantah Sagara, "ngarang. Orang aku deketnya sama kamu." Sagara tersenyum, "Kalau kamu planning minggu ini mau ngapain aja? Kamu mau refresing ama temen-temen kamu pake private jet aku?"

"Gak tau, belum aku pikirin. Gimana nanti deh."

"Kalau kamu butuh apa-apa bisa minta Arthur aja ya?"

"Dia beneran kaya Om Jin ya, bisa mengabulkan apa aja," ujar Shea sedikit sarkas, "tapi beda deh, Om Jin kan cuman bisa mengabulkan tiga permintaan sementara Arthur lebih dari itu."

"Ya udah pikirin aja kamu mau ngapain, yang buat kamu seneng aja."

Kenapa Sagara gak minta dia untuk ikut? Atau sekadar menawarinya, padahal Sagara pun tau kalau Shea belum punya planning sama sekali.

Sagara melihat jam tangannya, "Aku duluan ga apa-apa? Kamu makan dulu aja, nanti ada supir yang anterin kamu pulang. Aku harus buru-buru ke Bandara."

"Ah... ya udah."

"Bye Sayang, see you next week ya." Sagare mengecup dahi Shea sebentar, sebelum pemuda itu meninggalkan ruangan itu.

Lucu sekali, dia ditinggalkan seperti ini. Di akal sehat Shea pun tau kalau Sagara tidak melakukan kesalahan, kekasihnya itu hanya melakukan kewajiban dari pekerjaannya. Tapi, Shea membutuhkan Sagara saat ini. Dia tak tau lagi kepada siapa dia harus bersandar.

Sagara terasa jauh, dan hasil yang diterima Shea dari pengumuman kampusnya benar-bener membuat hari Shea berat.

Tak terasa air mata Shea turun membahasi pipinya.

"Kok asin banget..." rengeknya sambil mengusap air matanya yang tak sengaja mengenai bibirnya.

Meski dia sedih, tetap saja dia menghabiskan makanan mahal itu, sayang soalnya sudah dibayar.

***

Terima Kasih Sudah Membaca Cerita Sagara

Gimana bab ini?

Dikitlah naiknya😬

Spam komen di sini guys!

Menurut kalian konfliknya apa ges? Kita tebak-tebakan.

See you di next chapter!

With Love,

Asri Aci

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top