Bagian Dua Puluh Enam | Saling Terhubung Satu Sama Lain
Update lagi! Update terus! Hahahaha🤭
Sini yang pada nungguin komen di sini!
Kalian baca jam berapa dan sambil ngapain?
Jangan lupa untuk vote dan komentar ya!
Jangan lupa follow instagram ;
asriaci13
sheakanaka
sagaramiller
Selamat Membaca Cerita Sagara
***
Now Playing | Ariana Grande - We Can't Be Friends
Bagian Dua Puluh Enam | Saling Terhubung Satu Sama Lain
Saling percaya itu merupakan kunci utama dari sebuah hubungan. Jika kepercayaan itu dirusak, maka jangan salahkan ketika hubungannya selesai.
***
Sagara membuka pintu kamar hotelnya saat terdengar bunyi bel. Sagara mengerutkan dahinya melihat Alicia berdiri di depan pintu kamar hotelnya, masih lengkap dengan pakaian kerjanya, yang berbeda hanyalah rambutnya kini dicepol asal-asalan dan tangannya memegang satu botol wine.
"Masuk Lice," katanya sambil melebarkan pintu. Mempersilakan sang tamu untuk masuk ke kamar hotelnya.
Kamar hotel Sagara tidak langsung ruang tidur, ada bagian ruang tamu dan keduanya lebih memilih untuk mengobrol sambil minum wine di ruang tamu.
Sagara membuka botol wine yang Alicia bawa, lalu menuangkannya ke gelas milik Alicia, "Lo lagi ada masalah?" tanya Sagara membuka percakapan.
"Semua manusia pasti punya masalah kali Gar," jawab Alicia, kini tangannya meraih gelas wine itu, sedikit menggoyangkan isinya sebelum ia menyesap winenya.
Rasa manis sekaligus pahit menyentuh indera perasanya.
"Gue cuman mau minum aja," ujar Alicia, "dan gue ngga suka minum sendirian."
"Gue bisa jadi pendengar yang baik," kata Sagara, dia kembali menuangkan wine ke gelas miliknya. "Mungkin lo butuh opini dari pihak luar."
Alicia sedikit mengangguk, dia setuju dengan pernyataan Sagara, "Seberapa yakin lo ama Shea? I mean, lo kepikiran buat serius ama dia or lo sendiri pun belum tau mau dibawa ke mana arahnya hubungan itu?"
Sagara tersenyum, "Gue ngga pernah gak serius soal Shea, Lice." Katanya dengan yakin, "Bahkan, gue akan selalu menjadikan dia tujuan utama dari hidup gue."
"Glad to hear that."
"My turn."
Perkataan Sagara membuat Alicia menaikan satu alisnya bingung, namun beberapa detik kemudian dia paham maksud dari ucapan Sagara.
"Go ahead."
"Lo lagi ada masalah ama cowok lo ya?"
Alicia menghela napasnya perlahan, dia tidak langsung menjawab, dia lebih memilih mencium aroma wine dan menyesap juga merasakan rasanya.
"Bukan sama dia, tapi masalahnya melibatkan dia."
"Cowok lo gak dapetin restu keluarga lo ya?"
"Giliran gue," tukas Alicia
"Ups sorry."
"Keluarga lo ngga suka Shea ya?"
"Anjir." Refleks Sagara mengatakan itu, "Pertanyaan lo ya," jeda Sagara, "bukan ngga suka, apa ya lebih tepatnya kita hidup di dunia berbeda? Granny mau Shea terbiasa dengan segala macam tuntutan, jika seandainya dia sama gue. Jadi, Granny sedikit keras ama Shea. Karena kalau Shea hanya mengandalkan gue aja, dia akan kesulitan nantinya. Meski gue ngga pernah masalah sih, bagi gue apa pun jalan yang Shea pilih gue akan selalu mendukung dia dengan semua cara yang gue punya."
"Seneng ya kalau sama-sama mau berjuang begitu," komentar Alicia membuat Sagara tersenyum puas.
Sama-sama berjuang, memang itu yang tengah dia dan Shea lakukan.
"Pertanyaan gue yang tadi."
"Nggalah, bukan itu masalahnya. Lo kan tau sendiri, gue bahkan mau tunangan sama dia. Kalau ngga direstuin mana mungkin sampai sejauh itu."
"Then?"
"Lo tuh selalu ngajuin pertanyaan lagi," omel Alicia, "sabar, gue dulu."
Sagara tertawa dan suara tawanya terdengar manis di telinga Alicia. Tidak, sepertinya dia sudah gila, menganggap seperti itu.
"Imej keluarga pasangan lo di public penting ngga menurut lo?"
"Pertanyaan sulit, lebih spesifik coba, harus setara atau gimana maksudnya?"
"Misalnya keluarga pacar lo ada riwayat perselingkuhan, itu memengaruhi hubungan lo ngga?"
Sagara cukup terkejut mendengar pertanyaan Alicia barusan, "Iya, tapi kalau seandainya itu terjadi di gue. Misal ortu Shea selingkuh atau kena skandal, diposisi gue sekarang, gue bakal tetep mertahanin Shea. Tapi mungkin keluarga gue bakal nentang hubungan kita, karena bisa memengaruhi dengan citra keluarga gue yang sempurna di mata publik."
"Pikiran kita sama," ujar Alicia, "Nyokapnya Dylan selingkuh, dan tadi Jeremie ngasih info ke gue. Dan mungkin aja gak lama lagi keluarga gue bakalan tau soal ini, gue stres banget dan kayanya Dylan belum tau soal ini."
"Sulit juga ya..." Sagara ikut berpikir mengenai masalah Alicia, "Lo tau informan keluarga lo?"
Alicia menggeleng, "Ngga, tapi mereka selalu selangkah di depan gue, bahkan waktu gue ketemu Melvin, keluarga gue tau."
"Hubungan lo ini publik tau gak sih?"
"Belum, masih segelintir orang aja."
"Baguslah, jadi gak terlalu repot."
"Tapi masalahnya di sini tuh selingkuhan nyokapnya tuh seumuran ama Dylan."
"Sinting. Eh sorry..."
"It's okay, reaksi yang wajar ko."
"Terus lo mau gimana?"
"Gue kepikirannya mau ngobrol sama nyokapnya Dylan dulu, sebelum gue kasih tau Dylan. Kalau dia sayang sama anaknya, bakalan ninggalin selingkuhannya, kan?"
"Ini jatohnya kaya sugar mommy gak sih?"
"Iya lagi, kepikiran aja lo."
"Menurut gue itu cara terbaik sih Lice, lo selalu begini ya?"
"Gimana?"
"Nyelesaiin masalah hati-hati, dipikirin banget. Keliatan soalnya. Tipe pemikir."
"Kebiasaan sejak kecil begitu, gak boleh gegabah. Kalau gue ngelakuin A bakal ada konsekuensinya, jadi gue selalu mikirin mateng-mateng setiap langkah yang akan gue ambil."
"Hidup lo bener-bener tertata rapi ya? Cape gak sih hidup begitu? Gak menikmati hidup banget kayanya."
"Daripada cape, gue hanya melakukan apa yang harus gue lakukan aja, dan jadi kebiasaan."
"Pantes gak asik."
"I know," aku Alicia, "dari cerita yang gue denger soal lo, lo orang yang selalu ngegampangin sesuatu, seenaknya dan mikir ngga ada orang lain di atas lo. Tapi, kayanya itu salah."
"Ngga salah ko," ujar Sagara
Kini Alicia menatap ke arah Sagara dengan seksama, menunggu kalimat selanjutnya.
"Dulu gue begitu," sambung Sagara, "setidaknya sebelum pacaran ama Shea. Sedikit banyaknya pacaran ama dia bisa merubah gue, dan gue jadi lebih menghargai diri gue sendiri. Berkat dia, gue pun jadi punya pemikiran, kalau setiap orang punya masa lalu, dan mereka pun berhak akan masa depan."
"Tapi Shea ngga keliatan yang bisa merubah lo."
"Lo belum kenal dia aja," jelas Sagara, "dulu pun gue menganggap dia menyebalkan, rese, dan gue bahkan bersumpah gak akan jatuh cinta sama orang kaya dia. Tapi semakin mengenal dia, gue semakin tau, bahwa gue yang beruntung bisa sama dia."
"Apa yang buat lo jatuh cinta sama dia seperti sekarang ini?"
"Lo pernah gak mikir kaya gini, gak apa-apa semua ninggalin lo asal jangan dia. Gue bisa melepas semuanya demi Shea, Lice. Semacam, gue cinta ama dia melebihi gue cinta ama diri gue sendiri. Seandainya gue bisa beli dunia ini, gue bakal kasih semuanya buat dia."
"Gak wajar, lo harus lebih cinta ama diri lo sendiri gila! Kalau dia ninggalin lo, kalau seandainya kalian gak jodoh yang repot elo! Lo bakal susah ngelanjutin idup bego!" maki Alicia, "Lo bener-bener kecintaan sebegininya, gue bisa gila! Kasian cewek lo bakal beban kalau tau perasaan cowoknya sebegininya."
"Mati kali ya gue kalau Shea minta udahan."
"Gila! Wah! Gak waras."
"Kalau lo secinta apa ama cowok lo?"
"Tahap wajar," jawab Alicia ketus.
"Cih."
Alicia kembali ke kamarnya sekitar pukul tiga dini hari, keduanya tidak minum sampai mabuk. Bahkan Alicia bisa kembali tanpa pusing sama sekali, dia hanya butuh teman cerita saja untuk bertukar pikiran.
Selama ini hanya Dylan yang selalu menjadi temannya bertukar pikiran, tapi permasalahan kali ini tak akan bisa bila dia meminta pendapat pemuda itu.
Mengobrol dengan Sagara membuatnya lebih baik. Alicia pikir, Sagara hanya membual mengenai perasaannya pada Shea, atau hanya cinta sesaat yang menggebu-gebu. Tapi dari sorot matanya, keyakinan ucapannya juga bagaimana dia menjelaskan perasaannya. Pemuda itu selalu konsisten, bahwa dia yang sangat mencintai Shea.
"Beruntung sekaligus menyedihkan." Komentar Alicia untuk Shea karena dicintai seperti itu oleh Sagara.
***
Meski Sagara sudah memberinya izin untuk minum alkohol, tapi Shea memilih untuk tidak meminumnya. Baginya minuman bersoda sudah cukup menemaninya bermain semalaman ini.
Mereka menyanyikan berbagai macam lagu di sana, atau saat bermain jenga, pesta barbeque sambil gitaran di area taman villa.
Acara seperti ini membuat energinya terisi kembali, setidaknya perasaannya jauh lebih baik. Dan besok dia akan memberanikan diri untuk membalas pesan dari Ayahnya, dan mungkin dia juga akan memberitahu Granny.
Saat ini Shea berada di kamar bersama Amanda dan Chelsea, Chelsea sudah lebih dulu pergi ke alam mimpi, hanya tersisa Shea dan Amanda saja saat ini.
"Sye... lo sadar gak sih kalau Jaehyun deketin lo?"
Pertanyaan Amanda membuat Shea pun sejenak berpikir, terkadang dia beranggapan seperti itu juga, tapi langsung dia tepis karena mungkin saja emang Jaehyun tipikal orang yang dekat dengan siapa saja.
"Eh, enggak sih? Kok lo bisa nanya begitu Man?"
Amanda mengubah posisinya, menoleh ke arah Shea yang masih duduk di meja rias, tengah menghapus make upnya. Sementara dirinya sudah rebahan di atas kasur.
"Dia agak aneh," ujar Amanda, "dia tuh keliatan ngedeketin lo."
"Tapi dia tau gue punya pacar," bela Shea, "dia juga udah pernah ketemu sama Gara, Man."
"Gue juga tau Sye." Amanda tetap berpegang teguh dengan segala opininya, "Awalanya gue juga pikir, dia cuman bersikap baik doang. Tapi lama-lama gak wajar, temenan begitu. Dia tuh apa ya, ngasih perhatian lebih dari temen tapi masih di batas temen, paham ngga?"
Shea termenung sejenak, memutar kembali memori pertemanan dia dengan Jaehyun. Sebenarnya, Shea merasa tidak ada yang aneh. Meski memang Jaehyun bisa dikatakan terlalu baik padanya untuk ukuran teman yang baru kenal dan dekat.
"Tapi dia ngga kaya deketin gue Man," bantah Shea, "dia bahkan ngga pernah chat gue sama sekali. Ngga kaya orang deketin lah. Dia emang orangnya pure baik aja kali."
"Yakali terang-terangan sampe chat lo lagi apa, udah gila kali! Gak mungkinlah. Pokonya lo hati-hati aja, kalau ngerasa udah aneh, mendingan cut off aja atau jaga jarak aman. Gue yang friendly aja bisa rasain kalau Jaehyun tuh sus deketin lo nya."
"Negatif thinking mulu kaya Chelsea lo."
"Lebih masuk akal kalau dia lebih baik dan perhatian ama Chels sih Sye, secara mereka udah kenal dari kecil."
"Ah iyalah terserah."
"Pokonya lo hati-hati aja, jangan sampe pokonya."
"Iya, iya." Shea berdiri dari kursinya, dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci mukanya.
Karena ucapan Amanda, Shea pun jadi berpikir. Bagaimana kalau seandainya perkataan Amanda itu benar?
***
Terima Kasih Sudah Membaca Cerita Sagara
By the way kalau yang udah baca MeloDylan versi novel pasti tau alesan Dylan ama Alice putus krena apa.
Dan lagi aku tekankan, hubungan Shea ama Sagara konflik utamanya bukan di orang ketiga. Tenang aja, mereka beneran saling sayang dan saling jaga kepercayaan satu sama lain. Kalau ada orang yang suka sama mereka ya di luar kendalinya 😁.
Bagaimana bab ini?
Kira-kira menurut kalian bab selanjutnya tentang apa?
Aku kasih spoiler konfliknya deh : Disaat mereka lagi bahagia-bahagianya:), jadi tunggu aja momen kebahagiaan mereka🤣🙏🏻
See you di next chapter!
With Love,
Asri Aci
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top