Bagian Dua Belas | Tujuan yang Berbeda
Helooo update lagi nih? Senang gaaa?
Absen di sini jam baca kalian!
Jangan lupa untuk vote dan komentar ya!
Jangan lupa follow instagram :
asriaci13
sheakanaka
sagaramiller
Selamat membaca cerita Sagara
***
Bagian Dua Belas | Tujuan yang Berbeda
Now Playing | slchld - maybe we need a break
Aku harap kamu selalu melibatkan aku di semua tujuan kamu.
***
"Sinting, beneran simulasi di neraka," keluh Shea sambil memijit dahinya.
"Kenapa?" tanya Amanda
"Kemarin gue latihan lebih dari dua belas jam, sampe tangan gue kebas, brengsek emang si Melvin. Covernya aja ramah banget aslinya beneran iblis."
Jaehyun dan Amanda tertawa mendengar hal tersebut, sementara Chelsea hanya memasang tanpang tanpa ekspresinya. Akhir-akhir ini, Jaehyun memang sering menghabiskan waktunya bersama mereka dibanding dengan teman-teman dari jurusannya.
"Kan udah gue bilang, neraka sesungguhnya tuh baru dimulai." Jaehyun tertawa puas melihat Shea kesulitan.
"Emang brengsek lo, harusnya lo bilang kalau Melvin tuh titisan iblis. Emangnya lo engga latihan ketat kaya gue juga?" tanya Shea
Jaehyun menggeleng, "Ngga sih, gue bisa absen latihan sesuka gue, soalnya mentornya anak didik nyokap gue, jadi dia gak bisa nyuruh-nyuruh gue."
"Emang privilege ordal tuh gak usah diraguin, lo Chels?"
"Lo masih mending Sye," jawab Chelsea, "jujur aja deh, gue mendingan latihan dua belas jam nonstop daripada kaya sekarang, beneran latihan sendiri kaya responsnya tuh selalu bagus-bagus aja gak ada catatan sama sekali, kadang juga latihan batal sepihak karena mentornya sibuk dan kita mesti latihan sendirian. Stres gue."
"Emang untung-untungan sih ya mentor itu, yang satu males dipantau mulu satunya pengen dipantau, emang paling benet kalian tukeran mentor sih," ujar Amanda
Shea menghela napasnya perlahan, "Tapi kalau dipikir-pikir, kalau gak begitu nanti kita seenaknya aja latihan." Seenggaknya ada yang patut ia syukuri dari dimentoring oleh Melvin, "ya meski udah kaya masa penjajahan sih, istirahat lima menit aja bakal dibahas sampe kiamat."
"Eh Sye, lo dulu tuh anak band gitu ya?" tanya Jaehyun yang sekarang sedang sibuk dengan ponselnya.
"Iya, kenapa? Eh, kok lo tau?"
"Gue stalking sosmed lo." Jujur Jaehyun sambil memperlihatkan layar ponselnya pada Shea, ada account soundcould band dia dulu. "Terus nemun account soundcloud lo juga, lo vocalistnya?"
Shea menggeleng, "Gue gitarisnya, tapi ya kadang-kadang ngisi vocal juga sih."
"Oh... iya sih pantesan agak beda gitu suaranya. Ngeband lagi yuk di sini?" ajak Jaehyun, "nanti gue ajak temen-temen lainnya."
"Pengen sih, tapi gue ngerasa gak bisa bagi waktunya, kesita ama latihan piano." Shea juga bukan tidak mau, biar bagaimana pun keseruan bermain band itu tidak akan bisa menggantikannya.
Kalau diingat lagi, bahkan dia dulu mempertaruhkan nilai-nilainya demi bergabung ke band sekolah, sampai dia berdebat dengan Ayahnya. Dulu dia begitu kekanak-kanakan dan tidak dewasa, padahal kalau dipikir dengan logika sekarang, yang diminta Ayahnya masuk akal, agar Shea rajin belajar saja dan melakukan kewajiban sebagai pelajar.
"Eh ini cowok lo, kan?" Jaehyun mengonfirmasi sebuah postingan pada Shea.
Shea mengangguk, "Iya."
"Seru ya kalau punya pacar yang sejalan begini, lo pasti sering main piano bareng ya?" tanya Jaehyun
Dulu sih Shea pikir begitu, dia akan sekolah dan melakukan permainan piano duet bersama Sagara. Namun, itu hanyalah angan-angan Shea saja, karena nyatanya bagi Sagara itu adalah sebuah hobi yang tidak perlu dia seriusi seperti Shea sekarang. Tempat Sagara sudah dipersiapkan dari dia dalam kandungan, untuk menjadi penerus usaha turun temurun keluarganya.
"Kalau yang ini siapa?" tanya Jaehyun lagi.
"Lo kepo banget, banyak nanya," cibir Amanda
"Ya emang kenapasi? Gak boleh?"
"Oh itu Kak Adnan," jawab Shea, "orang yang bikin gue terjun di dunia pianis," sambungnya
"Wow... sekarang dia di mana? Udah jadi pianis berati ya?"
"Seandainya begitu sih, pasti gue bahagia banget."
Jawaban Shea yang mengambang membuat Jaehyun menaikan sebelah alisnya, bingung dengan maksud Shea, dia butuh penjelasan lebih.
"Dia udah di samping Tuhan sekarang," ujar Shea
"Eh sorry Sye gue gak tau."
"It's okay, lagian udah lama juga. Tapi kalau engga ada dia, ngga akan ada gue sekarang. Karena lo bahas dia, gue jadi kangen tapi gue gak bisa pulang."
"Seberhaga itu ya Sye?" tanya Chelsea, dia melihat dari perubahan raut wajah Shea.
Shea mengangguk, "Seberharga itu." Matanya berkaca-kaca, dia hampir menangis, "Udah ah, gak usah bahas itu, gue suka melow." Lalu tatapan Shea kini beralih pada Jaehyun, "Lo tuh gak punya temen ya Je?" tanya Shea
"Eh, punya kok, kenapa?" Jaehyun balas bertanya.
"Lo lebih sering ngintilin gue daripada pergi main ama temen lo, gue kira lo dimusuhin anak jurusan lo."
"Lagi caper ama anak jurusan kita ya?" selidik Amanda, "jujur aja deh lo, gelagat lo mencurigakan."
"Tapi ya, karena ada lo, kita kalau pergi gak cape nyetir juga sih," sambung Amanda
Sementara Chelsea hanya berkutat dengan pemikirannya, gadis itu memang terbilang pendiam daripada yang lain. Meski begitu, dia tetap teman yang baik.
"Lain kali, lo liat gue latihan aja biar lo belajar juga dari Kak Melvin, atau gue nanya dia deh lo boleh ikut latihan bareng kita atau engga, gimana?" ajak Shea
Chelsea yang mendengar hal itu langsung mengangguk setuju.
"Oke, thanks Sye."
***
Penampilan Alicia yang modis mudah sekali membuat gadis itu menjadi sorotan jika tampil di muka umum. Dari tinggi dan bentuk badannya yang sempurna, menjadikan gadis itu idaman bagi kaum adam.
Dan di sinilah Alicia, makan siang bersama dengan Sagara di ruang terbuka. Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka.
Sialan, seharusnya Sagara meminta Arthur untuk memesankan restoran dengan private room saja. Dia tak terlalu suka sorotan public seperti ini.
"Ada apa?" tanya Alicia, "lo ngajak gue brunch bukan cuman untuk makan kan?"
Sagara mengangguk, "Lo emang cewek pinter, gue juga gak mau basa-basi sama lo."
"Yang sopan, lo yang butuh."
"Siap Baginda," ejek Sagara
Alicia langsung mengambil tas tangannya yang ada di meja, gadis itu berniat meninggalkan Sagara karena membuang waktunya.
"Eh anjir bentar, tunggu dulu, gue ngomong sekarang." Sagara menahan lengan Alicia, agar gadis itu tidak pergi dan kembali duduk di kursinya.
"Cepet ada apa? Gue gak punya banyak waktu."
"Iya, baperan amat sih lo. Berapa sih waktu lo, gue bayar sini."
"Lo serius nanyain itu?"
"Lupa kalau lo juga kebanyakan duit," ujar Sagara, "gue mau tanya, Melvin Melvin itu mantan lo?"
"Melvin yang mana?"
"Yang satu kampus sama cewek gue."
Alicia mengangguk, "Ya, kenapa?"
"Dia jadi mentor cewek gue."
"So...?"
"Gue gak suka."
"Urusannya sama gue?"
"Dengerin dulu, gue belum selesai ngomong." Omel Sagara, dan Alicia hanya mengangguk saja mendapati omelan Sagara barusan, "Gue mau dia mengundurkan diri sebagai mentornya Shea, gue udah tawarin dia uang tapi dia gak mau, seharusnya lo sebagai mantannya pasti tau kelemahan dia."
"Lo ngajak gue brunch untuk obrolan gak penting begini?"
"Gue gak percaya dia."
"Atas dasar apa?"
"Setiap latihan Shea harus matiin handphone dan itu cukup mengganggu buat gue, gue gak bisa menghubungi dia. Terlebih, lo mau gue fokus kan sama kerjaan kita, jadi harusnya lo bisa bantuin gue untuk fokus. Gue gak terbiasa percaya sama orang asing, dan lo pasti paham akan hal itu."
Sumpah, Alicia benar-bener dibuat jengkel oleh Sagara. Pemikirannya benar kekanak-kanakan, tapi dia berpikir bahwa hal ini bisa dia manfaatkan agar dia bisa mencapai tujuannya dengan mudah.
"Lo gak percaya ama cewek lo?"
"Gue gak percaya ama si Melvin Melvin itu."
Alicia menyesap kopinya sejenak, "Tenang aja, Shea bukan tipenya Melvin."
"Lo bisa ngejamin ucapan lo itu? Gue sih gak yakin ya."
"Lo ngeliat ada persamaan gak antara gue dan cewek lo?"
Sagara menimbang sambil memperhatikan Alicia di depannya, ya dia akui sih kalau Alicia memang sangat cantik, tapi ya hanya sebatas itu. Banyak juga cewek cantik dan kecantikan bagi dia bukan segalanya.
Di zaman era modern dan serba canggih ini, semuanya mudah kalau mau menjadi cantik tinggal perawatan, operasi dan lainnya. Jadi, tidak terlalu berarti.
Meski, Alicia pintar juga sih. Selain itu, Sagara pun tidak suka pada Alicia yang bossy dan menyebalkan, tukang ngatur.
"Gak, lebih oke cewek gue daripada lo."
"See? Semua tergantung selera, kan? Bagi Melvin, standar ceweknya harus setara seperti gue, gue tau betul gimana sifat dia."
"Tetep aja..."
"Ada kemungkinan lo suka gue gak?"
"Enggak lah, gila aja!"
"Nah itu jawabannya."
Sagara terdiam mendengar hal itu, namun tetap saja dia masih merasa khawatir meski Alicia mengatakan hal tersebut.
"Gue akan kirim semua kegiatan latihan mereka sama lo, itu bisa buat lo tau apa yang dilakukan mereka dan obrolan mereka selama proses latihan." Alicia memberikan penawaran, "Gue gak bisa kasih kelemahan Melvin sama lo."
Itu tawaran menarik.
"Tentu aja gak gratis."
Emang brengsek.
"Lo mau apa?" tanya Sagara
"Gue cuman lo lebih fokus bekerja," jawab Alicia, "dan kalau perlu gue akan menerapkan sistem yang sama seperti Melvin, matiin ponsel saat jam kerja."
"Terus gimana kalau ada hal urgent?"
"Untuk apa ada asisten pribadi? Asisten lo gaji buta?"
"Lagian kalau lo nerima tawaran ini, lo yang lebih diuntungkan, kerjaan lo fokus dan lo bisa tau apa yang dilakukan cewek lo kan? Kalau lo nolak, bisa aja lo kehilangan keduanya."
Apa yang dikatakan oleh Alicia ada benarnya juga, Sagara tidak bisa menodong Shea dan mengatakan dia ingin tahu segalanya, bisa-bisa mereka perang dunia ketiga.
"Gue tunggu jawabannya nanti malem." Alicia mengambil tasnya, "Gue harap jawaban lo gak mengecewakan." Setelah itu dia pergi meninggalkan Sagara.
***
Terima kasih sudah membaca cerita Sagara
Gimana bab ini?
Udah siap masuk ke konflik gak?
Kalau ada pertanyaan tulis di sini
Spam next di sini!
Sampai bertemu di chapter selanjutnya
With Love,
Asri Aci
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top