Bagian Delapan | Bisakah selamanya seperti ini?

Haloooooo i'm back!

Absen sini yang masih setia nungguin Sagara update???

Kalian dari kota mana aja?

Jangan lupa selalu absen jam baca di sini ya!

Jangan lupa follow instagram untuk info-info update selanjutnya :

asriaci13

sheakanaka

sagaramiller

Jamgan lupa juga untuk selalu vote dan komentar ya!

***

Selamat membaca cerita Sagara

Now Playing | Mitski - My Love Mine all Mine

Bagian Delapan | Bisakah Selamanya Seperti Ini?

Jika aku bisa mengehentikan waktu, aku akan menghentikannya disaat kita menginjak usia 18, karena setelah usia itu kita harus tau hidup kita akan dibawa ke mana, kita harus memutuskan sesuatu hal yang mempengaruhi kehidupan kita selanjutnya. Karena menjadi dan dipaksa dewasa itu menyebalkan.

***

"Is Sagara your ideal type for a partner? I mean boyfriend not bussines?"

Shea menginginkan jawaban ya atau tidak, bukan hanya senyuman manis ambigu yang diberikan Alicia. Apalagi setelah Shea mendengar Nenek dan Ayahnya Sagara yang sepertinya mereka lebih mendukung jika cucu dan anak mereka berakhir bersama Alicia bukan dengannya.

Belum saja Shea mengajukan pertanyaan lainnya, Sagara sudah kembali dan merangkulnya.

"Gimana? Yang kamu butuhin udah?" tanyanya pada Shea, tatapan mata Sagara yang lembut membuat Shea menyadari bahwa dia seharusnya tidak khawatir.

Setidaknya untuk saat ini, Sagara masih mencintainya. Seharusnya, sampai nanti pun seperti itu, kan?

Shea mengangguk, "Udah kok."

"Bagus deh," ujar Sagara, "thanks ya Lice."

"Gue gak bantu apa-apa," jawab Alicia, "cuman jawab yang cewek lo tanyain aja."

"Tetep aja, jawaban lo mungkin berguna buat Shea."

Alicia mengangguk, "Gue pamit balik ya Gar, Sye. See you next time ya Sye, and for you." Alicia menatap ke arah Sagara, "Besok-besok lebih serius lagi ya kerjanya."

Shea mengangguk, dia juga melambaikan tangannya ke arah Alicia yang pamit terlebih dahulu untuk pulang.

Padahal, masih ada satu pertanyaan yang belum gadis itu jawab.

"Dia kasih tau aku, kalau kamu mood-mood an kerjanya."

"Cepu banget sih bocah," keluh Sagara pelan

"Jangan gitu Gar." Tegur Shea, "Belajar bertanggung jawab ama kerjaan kamu sendiri. Ini bukan soal kamu doang, banyak orang yang mempertaruhkan hidupnya di sana."

"Iya nanti engga lagi," jawab Sagara

"Aku serius." Nada ucapan Shea kini terdengar lebih serius daripada sebelumnya, "Aku gak mau ya, kamu cuman main-main aja, meski kamu engga suka sama takdir kamu yang ini, tetep aja kamu harus sepenuh hati ngejalaninnya. Aku juga engga mau dianggap bad influence gara-gara kerja kamu gak bener sama keluarga kamu."

"Kamu abis ngomongin apa tadi ama Granny?" todong Sagara.

Padahal poin ucapan Shea engga ke arah sana pembicaraannya, tapi tetap saja Sagara seperti anak kecil yang hanya menangkap kalimat terakhir saja.

"Shea?"

"Ini engga ada hubungannya sama obrolan aku ama Granny Gara," bantah Shea, "Coba deh kamu pikir, kamu gak fokus kerja gara-gara aku. Keluarga kamu bakal gimana?"

"Pede banget gara-gara kamu."

Shea hanya menatap ke arah Sagara, dia tak lagi berniat bercanda sama sekali.

"Iya sih, aku kalau lagi berantem atau jauhan ama kamu, suka ga fokus, nikah aja apa kita?"

"Kan... kamu tuh ya—"

"Iya, iya, engga lagi. Tapi tawaran terakhir itu beneran, aku udah bisa menghidupi kamu dan kamu gak bakal melarat kalau sama aku."

"Gak."

"Oke, besok aku tanya lagi."

"Jawabannya tetep engga."

"Besoknya aku tanya lagi."

"Maksa banget sih."

"Aku bakal nanya setiap hari sampe kamu bilang mau."

"Segitu pengennya ya lo nikahin gue?"

"Iyalah. Pokonya kalau engga ama kamu, aku engga mau. Harus kamu. Lagian, coba sebutin kekurangan aku deh? Gak ada kan, kamu dapat jackpot, udah ganteng, kaya dari lahir, bucin sama kamu lagi. Kamu tinggal nikmatin aja, kan? Aku diporotin kamu aja oke-oke aja tuh, dengan senang hati."

"Sakit kepala aku ngomong sama kamu, bisa gak sih kita ribut lagi aja kaya pas SMA? Lumayan nyesel aku pacaran ama kamu kalau tau aslinya begini."

"Enak aja! Gak ada!"

Di mulut saja Shea mengatakan penolakan pada Sagara, padahal aslinya dia ingin melompat kegirangan karena dicintai dan dirayakan sebegitunya. Soalnya kalau Sagara tau dicintai ugal-ugalan sama Shea, Shea malu.

"Aku mau pulang, bareng kamu atau Arthur yang anter?"

"Sama akulah, ngapain kamu sama si Arthur itu. Dia kan sama kamu kalau aku sibuk aja."

"Siapa tau kamu sibuk."

"Aku gak sibuk!"

"Aku ama Arthur aja gapapa kok."

"Sama aku aja! Aku gak sibuk sayang!"

"Masa sih?"

"Iyaaaaaaaaa."

Belum tau kan sisi Sagara yang seperti ini, lucu dan menggemaskan. Jangan sampai banyak yang tahu, karena nanti saingan Shea bakal bertambah, cukup Shea saja yang bisa menikmati rajukan manja dan seperti anak kecil dari sisi Sagara.

"Kamu suka sama Arthur ya?" selidik Sagara, "aku ingetin aja ya, dia baik sama kamu kan aku yang bayar, aku yang gaji dia."

Shea tertawa mendengarnya, "Gak ada yang suka ama dia."

"Terus kenapa kamu mau dianterin dia? Padahal aku udah bilang aku ngga sibuk?"

"Yaaa, bercanda doang aku."

"Bohong."

"Serius."

"Serius bohong gitu?"

"Tau ah, cepet anterin aku pulang, kasian Amara di apart sendirian."

Menikmati city lights, mendengarkan musik di sepanjang jalan pulang, obrolan-obrolan yang manis. Sebenarnya itu saja sudah cukup untuk Shea.

Tidak bisakah selamanya seperti ini saja?

Tanpa perlu memikirkan setelah ini akan seperti apa, atau masa depan yang belum jelas bagaimana.

Terkadang memang ada pikiran yang terlintas di benak Shea, seandainya saja Sagara tidak dilahirkan dari keluarga yang sangat sangat berkecukupan, mungkin saja Shea tak merasa terbebani seperti sekarang.

Jika dulu, Shea merasa bahagia dan bangga karena berhasil mendapatkan hati Sagara dan membuatnya bucin tolol, dia yang memegang kuasa atas Sagara dalam hubungannya. Tapi lama-lama semua itu terasa berat bagi Shea, karena dia tidak mungkin hanya menjalani seperti itu saja ke depannya.

Usia bertambah, pemikiran pun semakin dewasa, pasti banyak perubahan.

Seandainya Shea bisa menyetop usianya di usia 18 saja, mungkin dia akan terus bahagia.

Dewasa itu menakutkan, dewasa itu menyeramkan. Karena jika Shea salah langkah saja, itu akan membuat perubahan pada masa depannya.

"Gar...?"

"Kenapa Sayang?"

"Alice tipe kamu gak?"

"Kamu cemburu nih ceritanya?" goda Sagara, "Wah dia sih tipe aku banget."

"Apa sih yang aku harapin dari jawaban kamu, udah ketebak juga soalnya."

"Eh ini pertanyaan serius ya?"

Shea enggan menjawab, dia diam saja memainkan ponselnya, sebagai pengalihan dari fokusnya.

"Dia cantik," ujar Sagara

"Siapa?" tanya Shea

"Alicia," jawabnya, "aku bohong kalau engga bilang dia cantik sih, kamu bakal mukulin aku seandainya aku bilang kamu lebih cantik daripada dia."

Fakta sih, tetap saja mendengarnya secara langsung terasa menyebalkan.

"Kalau tipe aku cuman yang cantik aja, pasti aku udah macarin banyak cewek Shea. Karena pasti ada aja yang lebih dan lebih, kalau kita engga merasa bersyukur sama yang udah kita punya."

Bisa serius juga ternyata dia.

"Dia juga baik, dia pinter, dia bisa melakukan semuanya," sambung Sagara.

Menyebalkan.

"Tapi dia bukan kamu," ujar Sagara

"Maksudnya?"

"Yang aku mau cuman kamu, yang aku sayang cuman kamu. Mau dia bisa bangun seribu candi dalam semalem, kalau dia bukan kamu yang aku mau ya percuma."

"Halah."

"Kamu salting ya?"

Dipikir aja dong, emang ada yang gak salah tingkah kalau dicintai sebegitunya.

"Dia punya pacar juga by the way," beritahu Sagara, "tadinya itu bukan info yang penting. Tapi, kayanya bisa bikin kamu lebih tenang aja. Cuman aku seneng sih kamu cemburu gitu."

"Apa sih engga."

"Makasih ya, aku tau ko kamu sayang banget sama aku juga."

"Pede banget sih lo."

"Besok-besok aku jaga jarak deh lima meter dari Alice."

"AKU GAK CEMBURU!"

"Ah pasti iya, apa aku online meeting aja ya sama Alice biar kamu ga overthinking?"

"AKU GAK CEMBURU SAGARAAAA!"

"Aku matiin kameranya deh, biar dia gak bisa liat aku."

"AH KESEL TERSERAH LAH."

"Nanti aku pake jubir aja deh, biar ga ngomong langsung ama dia. Kamu secemburu itu ya Sayang?"

"Jangan sampe aku mukul kamu ya sekarang?"

"Hahahaha..." Sagara tertawa puas, air di ujung matanya hampir menetes, tangan kanan Sagara mengacak rambut Shea, "Lucu banget pacarku."

"Diem lo."

"I love you."

"Gak ya!"

"Bales dong."

"I love me too."

"Iya gapapa, aku suka kok kalau kamu cinta ama diri kamu sendiri, tapi cintanya banyakan aku soalnya aku kan si paling cinta kamu."

"Udah anjir! Gak usah diterusin, aku mual dengernya."

***

"Gue kemarin abis ketemu Alicia," beritahu Shea pada Chelsea dan Amanda.

"Kok bisa?" keduanya kompak menangakan hal yang sama.

"Cowok gue ada kerjaan ama dia," jawab Shea, "gue nanya soal yang disukai ama Melvin."

"Terus dia jawab apa?" tanya Chelsea

Dia kan si paling Melvin.

"Melvin tuh suka sama chopin noctrune op 9 no 2, sama dia gak makan makanan mentah."

"Terus lo minggu depan mau bawain itu?" kini giliran Amanda yang bertanya.

Shea menggeleng ragu, "Kayanya engga, chopin noctrune emang bagus sih, cuman engga memperlihatkan kemampuan gue aja, pasti banyak yang mainin juga, kan?"

"Iya sih gue setuju," sahut Amanda, "gue sih palingan mainin yang gue kuasain aja, seengganya gue yakin sama itu."

"Jadi lo mau mainin apa Sye?" tanya Chelsea

"Tetep chopin sih, cuman kayanya antara Fantasie-Impromptu, Op.66 atau Prelude Op.28 No.16 flat minor."

"Iya sih itu lebih susah dibanding noctrune ya."
Chelsea setuju mengenai hal itu, "Kayanya gue bakal nampilin mozart sih, meski belum tau yang mana, ada beberapa pilihan, belum yakin juga."

Pada akhirnya ketiga sahabat itu tidak memilih pilihan yang katanya sangat disukai Melvin, karena belum terbukti juga. Atau sebenernya Shea menghindari hal itu, karena Melvin pasti sangat tau dari nonctrune sendiri.

"By the way ada undangan party lagi nih dari jurusan sebelah, ikut gak?" tawar Amanda.

Si ratu party, pasti selalu mendapatkan tawaran-tawaran entah dari siapa pun itu.

"Enggak deh gue kapok," jawab Shea, "gak lagi-lagi gue."

Si pelaku hanya tertawa, "Ini kagak ada bikini bikinian, halal version."

"Gak, gue gak mau cari gara-gara ama cowok gue."

"Gak bakal ketauan, lo bilang aja sleep over di gue," bujuk Amanda.

"Tetep enggak."

"Melvin ikut." Biasanya ini adalah kartu As Amanda agar antara Chelsea atau Shea tertarik untuk ikut serta ke dalam pesta-pesta yang kerap kali dia datangi.

"Gak ngaruh buat gue, kalau buat Chels sih iya ya," ujar Shea

"Dia kok jadi seneng ikut party-party gitu sih?" tanya Chelsea penasaran, "Dulu kan jangankan bergaul, kaya susah banget undang dia ke pesta-pesta anak-anak."

"Nyari cewek kali dia," jawab Shea asal

"Iya juga ya." Amanda baru menyadari hal tersebut, "Ya siapa tau dia mau bersosialisasi ama yang lain biar terlepas dari imej dia yang sok ekslusif itu. Lo mau ikut gak Chels?"

Chelsea mengangguk, "Gak ada alesan gue skip sih kalau Melvin ikut."

"Si bucin," cibir Amanda, "Lo beneran kagak ikut?"

Shea menggeleng, "Gak, gue mau rebahan aja di apart, males ke mana-mana."

"Cowok lo ajakin aja, tar gue bilang ke yang punya acara buat pengecualian anak luar ikut."

"Lebih ribet," ujar Shea, "lagian bukan karena cowok gue, gue gak ikut. Gue emang gak mau ikut aja, males."

"Ada Jae juga sih." Masih saja Amanda membujuk Shea agar gadis itu ikut.

"Gak ngaruh, sekalipun yang dateng presiden atau ratu inggris gue gak mau." Pendirian Shea tetap teguh untuk tidak ikut serta di pesta-pesta yang melelahkan itu, "Udah deh, gue balik duluan ya, have fun party ya bestie. Tar live report aja sama gue ya."

***

Terima kasih sudah membaca cerita Sagara

Kalian lebih suka versi dulu atau sekarang?

Shea menjadi lebih dewasa dan lebih tenang ya? Tapi satu hal yang gak berubah; dia tetap ambisius dengan hal-hal yang menjadi mimpinya.

Spam komen next di sini!

Sampai bertemu di bab sembilan.

With Love,

Asri Aci

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top