Bagian Delapan Belas | Katanya Keluarga Cemara

ADA YANG KANGEN CERITA INI GAK?

Update jam baca kalian di sini!

Jangan lupa untuk vote dan komentar ya!

Jangan lupa follow instagram :

asriaci13

Sheakanaka

Sagaramiller

Selamat membaca cerita Sagara

***

Now Playing | Johnny Orlando - Thinking Of Me

Bagian Delapan Belas | Katanya Keluarga Cemara

Apa yang terlihat dipermukaan, belum pasti itu juga yang terjadi di kenyataan.
Saling menutupi, dan memperlihatkan apa yang mau orang lain lihat saja. Semua orang, seperti itu.

***

Acara makan malam keluarga Rodriguez adalah salah satu hal dari semua list yang Alicia benci. Entah apa yang harus gadis itu rasa, kutukan kah atau berkah bisa lahir di keluarga itu.

Bagi keluarganya, terutama neneknya, kelahiran Alicia adalah sebuah aib bagi keluarga Rodriguez. Jika bukan karena kecerdasannya dan paham menilai situasi sejak kecil, Alicia pikir dia sudah dibuang dari dia lahir.

Karena itu, Alicia selama ini selalu berusaha membuktikan bahwa dirinya mampu dan bisa lebih baik dari semuanya, dia juga dapat memenuhi ekspektasi keluarganya, hanya agar dia diakui.

Awalnya dia merasa senang, mendapat pujian akan bakatnya, tapi lambat laun Alicia merasa hidupnya bukan lagi miliknya.

Semua tentang apa yang ia jalani, harus dengan persetujuan neneknya. Mengenai dia berpisah dengan Melvin dulu pun, neneknya ikut andil di sana. Neneknya mengatakan kalau Melvin tidak memiliki masa depan yang cerah jika hanya mengandalkan bermain piano saja, dan dia akan menghambat tumbuh kembang Alicia ke depannya.

Tentu awalnya Alicia sangat marah, dia sudah merelakan semuanya, dia hanya meminta satu hal kehidupan percintaannya jangan diatur-atur. Tapi tetap saja, neneknya tau cara bagaimana cara memisahkan keduanya.

Keluarga Rodriguez selalu memiliki jadwal makan malam satu minggu sekali, dan semua keluarga harus berkumpul, semua kesibukan mereka harus di cancel hanya untuk acara makan bersama.

"Alicia, how is your project?" tanya Irina—Neneknya Alicia.

Baru saja Alicia duduk, bahkan neneknya tak menanyakan bagaimana kabarnya terlebih dahulu.

"Sejauh ini bagus Babushka," jawab Alicia sopan

Irina mengangguk, "How about Miller's?"

Deg. Alicia menghela napasnya perlahan, kemudian pelan-pelan menatap neneknya yang tengah menunggu jawaban.

"He's..."

"Babushka berharap selera kamu sepadan dengan keluarga ini."

"Susah Babushka," celetuk Arlenee, "Darah kotor dari Ibunya gak bisa ilang, makanya selalu suka sama rakyat jelata."

"Babushka, pertunangan aku ama Dylan sebentar lagi dan Sagara pun punya pacar. Aku juga enggak mungkin sama dia, bahkan Dylan jauh lebih baik daripada Sagara dalam hal apa pun."

"Itu kan hanya harapan Babushka." Irina mengatakannya seolah bukan hal yang akan menyinggung perasaan cucunya, "Lagipula, Dylan sedikit lebih baik daripada mantan pacarmu si pianis itu."

Selalu saja begitu, semua hal dinilai berdasarkan harta yang dimiliki. Selama dua jam Alicia harus menahan amarahnya pada Arlenne si manusia paling menyebalkan di dunia ini. Meski sudah hampir 20 tahun dia melakukan dinner seperti ini, tapi setiap minggu dia selalu saja merasa tertekan tak pernah merasa terbiasa.

"Katanya kamu ketemu sama Melvin lagi ya?" Arlenee memancing pertanyaan yang pasti akan membuat keributan.

Irina menatap cucunya, "Benar itu Alicia?"

"Ada paparazzi yang ikutin kalian, fotonya baru sampai tadi pagi. Aku pikir, kamu seserius itu sama pacar Indonesia kamu, tapi emang sepertinya kamu enggak bisa hidup dengan satu cowok aja ya," ujar Arlenee

Si kompor meledug. Alicia menghela napasnya perlahan, saat ini, membantah pun tak ada gunanya dan Alicia yakin ini semua adalah ulah Arlenee dengan menyewa paparazzi untuk mengikutinya. Memakai trik kotor adalah keahliannya sejak dulu.

"Aku enggak sengaja ketemu sama dia kemarin," jawab Alicia

"Gak mungkin." Sanggah Arlenee, "Mana ada gak sengaja, di fotonya jelas kok kalau kalian berduaan doang."

Kan, sudah Alicia duga.

"Iya emang, aku sempet ngobrol sama Melvin. Tapi aku ke sana bareng Sagara, dia mau support pacarnya yang emang kuliah di tempat Melvin juga. Kebetulan, pacarnya Sagara dimentorin sama Melvin dan Sagara minta tolong aku buat omongin soal pacarnya ke Melvin. Itu aja."

Jawaban Alicia tak sepenuhnya bohong, sebelumnya memang Sagara meminta tolong padanya untuk bertanya pada Melvin seputar Shea, tetapi Alicia hanya tidak menyampaikannya dan memanfaatkan pertemuan dengan Melvin untuk pribadinya saja.

Sebenarnya Alicia hanya ingin menguji perasaannya saja, mungkinkah masih ada perasaan yang tersisa sebelum dia melangkan untuk melanjutkan hidupnya.

"Minggu depan kamu ajak Sagara makan malam bersama di sini."

"Eh? Buat apa?" Pertanyaan Alicia itu tak mendapatkan jawaban, meski akhirnya dia menghela napasnya perlahan lalu mengangguk, "I'll ask him later."

Acara makan malam berakhir jauh lebih lama dari dugaan Alicia. Biasanya dia akan segera pergi meninggalkan Mansion keluarga Rodriguez.

"I have something to talk to you about," ujar Ace saat Alicia beranjak dari tempatnya berada.

Sejenak Alicia menatap Ace.

"C'mon." Ace mengajaknya menuju bagian dalam ruangan.

Jujur saja, dia memang jarang sekali berinteraksi dengan Ace. Mereka hanya terlihat akrab jika sedang ada di acara publik saja, kalau secara pribadi, untuk mengobrol saja dalam satu tahun mungkin bisa dihitung itungan jari saja.

"What's up?" tanya Alicia.

"Want some coffee? Tea? Or somthing maybe?"

Alicia menggeleng. "Duduk dulu."

"Lo mau ngomong apaan sih? Gue gak punya banyak waktu."

"It's about Melvin."

Alicia duduk di sofa, "You have 10 minutes."

"Do you still love him?"

Alicia tersenyum meremehkan, "No. Dia ngomong apa sama lo?"

"Wait." Melvin mengambil sesuatu dari laci mejanya, "Gue mau kasih lo ini."

Sebuah surat yang kini berpindah tangan menjadi di tangan Alicia.

"Harusnya gue kasih itu dua tahun yang lalu, tapi lo bakal ngebunuh setiap orang yang bahas soal Melvin, jadi gue simpen. Melvin bilang sama gue, kalau gue harus kasih surat itu saat lo udah bener-bener bisa maafin dia. Jadi, menurut gue udah saatnya."

"Gak penting." Alicia menaruh kembali surat itu di meja Ace.

"Lice, gue tau surat itu mungkin gak bakalan mengubah apa yang terjadi saat ini, tapi seengganya lo bisa paham kenapa Melvin seperti itu kan. Gue harap lo nggak mengambil keputusan dengan apa yang terlihat aja Lice. Lo harus melihat dari sisi keseluruhan."

"Lo tau apa sih?"

"Iya, gue gak tau. Tapi, lo harus tau, gue selalu ada dipihak lo di keluarga ini."

"Lo pikir gue percaya?"

"Seengganya sampe detik ini lo paling waras dari semua orang yang ada di keluarga ini. Suratnya lo ambil aja, terserah lo mau baca atau engga. Tapi, gue yakin lo bakal baca."

Tatapan mata Alicia berakhir ke jam tangan yang ada di pergelanganbtanga kirinya. "Waktu lo abis."

Dan lagi, Ace memberikan lagi surat itu.

"Lo baca ya."

Helaan napas Alicia terdengar gusar, tak ada untungnya juga buat dia kalau terus menolak, yang ada Ace akan merecokinya. Urusan dia membacanya atau tidak, itu tergantung nanti.

Saat Alicia melangkah melewati pintu.

"Jangan lupa!" sambung Ace

***

"Jadi gimana kemarin evaluasinya?" tanya Calista di sambungan video call itu.

Shea yang tengah menyiapkan masakannya untuk makan malam, lants menoleh dan menatap layar iPadnya.

"Ya gitu aja Bun, Shey ga yakin dapet."

"Kok anak Bunda tumben pesimis begitu?"

"Ini tuh bukan pesimis Bun, tapi tau diri," jawab Shea

"Kalau gitu mending lo balik aja ke Indo Shey, di sana nyempit-nyempitin negara orang aja," sambar Orion yang entah dari mana itu.

"Aduh Iyon, gimana sih, ini kan adeknya lagi belajar kok engga disupport gitu jadi kakaknya." tegur sang Ibunda, dan Orion hanya tertawa saja di balik layar sana.

"Biarin sih Bun."

"Kamu di sana baik-baik aja kan?" Calista membuka topik obrolan yang lain dengan anak keduanya itu, "Sehat-sehat kan Shey?"

"Sehat dan kuat." Shea mempraktekan tangannya seolah dia sedang ngegym, "Aku kangen masakan Bunda deh, kaya pengen sayur asem gitu."

"Bikin sendiri, jangan manja," sahut Orion lagi

"Yeee itu mah gue juga bisa, kan yang gue kangenin rasa yang Bunda bikin, gimana sih lo."

"Nanti kalau kamu pulang Bunda buatin. Ada rencana pulang kamu Shey?"

"Gak usah pulang, belajar aja di sana." Suara Ayahnya membuat Shea terdiam.

"Sayang ongkosnya kalau kamu bolak-balik begitu. Dikira gampang cari uang."

"Kamu tuh anaknya lagi homesick bukannya disupport malah begitu," omel Calista pada Akbar, "Gak usah dengerin Ayahmu Shey, kalau kamu mau pulang ya pulang aja, nanti Bunda beliin tiketnya."

"Itu resiko dia, yang mau kuliah di sana kan dia. Harus bisa tanggung jawab sama pilihannya sendiri."

"Diem."

"Ayah bener kok Bun, Shey ke sini kan karena kemauan Shey juga, jadi gapapa, kalau nanti Shey gak bisa pulang tahun ini juga gapapa kok."

"Ya bagus kalau kamu tau."

"Minta sama cowok lo aja Shey, dia banyak duitnya kan?" Lagi dan lagi Orion ikut nimbrung dari obrolan mereka.

"Gak boleh!" tegas Akbar, "Sagara masih orang lain. Kamu gak usah minta-minta sama dia ya Shea. Lebih baik gak punya daripada kamu minta-minta sama orang lain."

"Kalau dikasih mah ambil aja," ujar Orion

"Eh Bun, masakan aku udah mateng, lanjut nanti ya? Shey mau makan dulu, abis itu selesaiin tugas."

"Iya Sayang, kamu kalau ada apa-apa bilang sama Bunda ya Nak."

"Iya Bunda."

Sambungan video call itu terputus bersamaan dengan helaan napas panjang Shea. Jujur saja, Shea merasa sakit hati atas perkataan Ayahnya, tapi kalau dipikir ulang kembali perkataan Ayahnya memang ada benarnya.

Tapi, apa emang sesalah itu Shea ingin pulang? Apa emang kepergian Shea untuk sekolah seperti sekarang ini membuat Ayahnya senang jadi Ayahnya tak ingin Shea pulang?

Shea memang ingin kuliah dan melanjutkan pendidikannya di tempat yang bagus, bukan berarti itu menjadi syarat menjadi orang yang sukses. Tapi setidaknya dengan pergi ke belahan dunia lain, Shea jadi melihat banyaknya orang-orang berbakat yang membuatnya semakin banyak belajar lebih lagi.

"Seengganya kalau di sini nggak kenal omel Ayah."

Suara bel apartemennya berbunyi. Shea yang tengah makan malam menghela napasnya.

"Siapa yang ganggu sih?"

Meski dia mengomel dalam hati, tetap saja Shea membukakan pintu apartemennya.

"Surprise!" Sagara membawa buket bunga yang super besar sampai menghalangi wajahnya, kini wajah polosnya muncul di antara buket itu, "Hehehe..."

"Ngapain sih? Gue kan sukanya bunga bank." Meski begitu, Shea tetap melebarkan pintu apartemennya agar Sagara bisa masuk ke dalam.

"Aku bisa kasih semua yang aku punya buat kamu," ujar Sagara sambil menaruh buket bunga itu.

"Yaudah mana?"

"Nikah dulu sama aku," jawab Sagara.

"Itu mulu jawabnya." Shea kembali duduk di tempatnya, dan mengambil lagi piring makanannya.

"Mau, suapin." Pinta Sagara sambil membuka mulutnya.

Shea terkekeh dan menyuapkan satu sendok makanannya, "Enak gak? Resep baru."

"Enak! Pacarku keren banget sih, kalau begini aku beneran pengen nikahin kamu sekarang juga!" ucapnya semangat

"Mau lo jadiin babu gitu?"

"Jadi baby akulah."

"Loh kan sekarang aja jadi sugar baby," ucap Shea.

"Loh sekarang mau main peran daddy sama baby gitu?"

"GELI ANJIR NAJIS STOP!"

"Sini sama Daddy!"

"Sinting! Udahan Sagara!"

"Daddy sayang sama Baby."

"Jangan sampe gue tumpahin ni makanan ke muka lo ya! Geli anjir gue dengernya amit-amit."

"Dih kan lo yang lo mulai ya!"

"Ya jangan lo terusin!"

"Kenapa sih Baby? Marah-marah mulu sama Daddy?"

"Sinting."

Dan kini Sagara hanya tertawa mendengar omelan Shea yang tidak berhenti. Menggoda Shea itu membuat moodnya bagus, dan Shea selalu lucu serta ekspresif kalau digoda seperti ini.

***

Terima Kasih Sudah Membaca Cerita Sagara

Guys, mau liat Sagara & Shea berantem gak?

Spam next di sini!

Sampai bertemu di next chapter!

With Love,

Asri Aci

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top